Suka-duka Pendamping Pasien Gangguan Jiwa di Puskesmas Licin
DUA bangunan klinik gangguan jiwa di Puskesmas Licin berada di bagian belakang. Dilihat dari depan puskesmas, gedungnya cukup menjulang tinggi. Selain posisinya memang lebih tinggi daripada bangunan utama, gedung untuk pasien kejiwaan itu memang dibangun khusus dibanding ruang kesehatan dan perawatan umumnya.
Ada dua bangunan untuk menampung pasien kejiwaan di Puskesmas Licin. Bangunan pertama diprioritaskan untuk kalangan pasien yang tidak terlalu parah. Bangunan lain berada di sebelahnya. Bedanya bangunan yang menghadap arah barat dan diberi penutup tambahan berbahan gedheg itu dikhususkan pasien kategori “gawat”.
Mencoba masuk ke dalam, suasana mulai terasa berbeda. Dibandingkan bangsal kamar rumah sakit umumnya, bangunan klinik gangguan jiwa tersebut berbeda jauh. Sepintas boleh dibilang mirip penjara. Pintu kamarnya terbuat dari jeruji besi.
Setiap hari pintu itu selalu terkunci oleh gembok yang menggantung di sudut pintu. Di dalamnya terdapat kasur yang berbaris memanjang. Para pemilik kasur itu tampak beraktivitas di dalam bangsal yang terkunci itu. Ada yang jalan- jalan ke sisi jendela kamar. Ada juga yang asyik tiduran saja.
Pemandangan berbeda tampak di bangunan di sisinya, yakni untuk pasien kategori gawat. Ruangannya sama, yakni berjeruji besi. Dilengkapi beberapa alat kebugaran di bagian tengah gedung, ruangan itu terkesan cukup angker. “Pasien yang statusnya butuh perawatan intensif ditempatkan khusus,” beber Yulianah.
Setiap hari Yulianah memonitor kondisi pasien. Dia dibantu perawat yang bertugas di sana. Tidak hanya mengawasi, mereka juga memberikan obat dan memberikan penanganan khusus bagi pasien bila diperlukan. Perilaku pasien yang dirawat bervariasi dan kadang menggemaskan.
Perilaku yang ditampakkan sedikit-banyak memberikan gambaran khayalan di benak mereka saat ini. Seperti ada pasien yang merasa dirinya sebagai seorang artis. Meski mengenakan seragam pasien, dia menggunakan sprei kasur sebagai balutan busana seolah-olah sedang tampil di atas panggung.
Ada juga pasien yang terobsesi dengan serial Macgyver dengan peran serba bisa di televisi era 1990-an. Perawat pun dibuat bingung dengan kemampuannya membuka pintu dan gembok bangsal kamar. Bermodal kawat, pasien itu berhasil membuka pintu dan gembok kamar.
“Anehnya setelah buka, ya diam, nggak kabur. Dia cuma ingin tunjukkan kemampuannya itu saja,” ujarnya. Mengurus pasien gangguan jiwa dianggap ngeri-ngeri sedap. Tidak jarang Yulianah dan kru perawat keringetan, di antaranya saat pasien berhasil menjebol plafon kamar kemudian kabur.
Hal itu membuat petugas harus mengejarnya hingga persawahan. Selain menjebol plafon, tingkah pasien gangguan jiwa lain adalahmerusak kasur. Tidak terhitung lagi berapa kasus yang rusak pasien. Hal itu membuat pihak puskesmas bola-balik beli kasur baru.
Belum cukup, Yulianah juga sering dihadapkan pada tingkah jahil para pasien. Tidak jarang ada pasien yang mencoba menggodanya dan menjahilinya, mulai mencolek tubuh hingga mencoba memeluknya. Beruntung, aksi itu berhasil diredam dan tidak sampai menyakiti perempuan tersebut.
Dan, di ruang intensif kondisinya sedikit berbeda daripada ruang perawatan. Pasien yang ditempatkan di ruang intensif membutuhkan perawatan ekstra. Kelakuan mereka pun terkadang lebih ekstrem daripada pasien gangguan jiwa umumnya. Tidak heran bila berbagai material tidak lazim menghiasi dinding ruangan.
“Ada yang tidak pakai baju hingga menggambar pakai kotoran di dinding bangsal,” katanya. (radar)