RADARBANYUWANGI.ID – Dalam tradisi Jawa, tanggal lahir tidak berhenti pada urutan kalender Masehi. Ia dilengkapi siklus lima-harian pasaran sehingga setiap orang memiliki weton. Dimana merupakan hari-pasaran gabungan yang kemudian diubah menjadi angka neptu.
Tak banyak yang menyadari bahwa empat nama paling berpengaruh di panggung politik Indonesia selepas reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Joko Widodo (Jokowi), dan Prabowo Subianto, berkumpul di satu angka yang sama. Yakni neptu 14.
Neptu 14 secara umum disebut berada di titik genap seimbang. Yakni tidak terlalu rendah, tidak terlalu meledak-ledak, cenderung stabil.
Orang dengan neptu 14, apapun kombinasi hari-pasarannya, lebih banyak diasosiasikan dengan watak lakuning rembulan. Artinya, ia meniru sifat bulan. Tenang, teduh, dan membawa suasana damai di lingkungannya.
Watak ini membuat pemiliknya gampang menyesuaikan diri, luwes, dan punya naluri penengah yang kuat.
Mereka memang bukan tipe pamengkang jagat (pembelah zaman) yang membawa perubahan drastis, melainkan penjaga harmoni dan penuntun kompromi.
Kesamaan neptu 14 menonjolkan pola kepemimpinan lakuning rembulan, menjembatani perbedaan dengan pendekatan lembut, bukan konfrontasi, walau pada praktiknya tiap orang tentu punya jalan dan gaya sendiri.
Baca Juga: Pantesan Dedi Mulyadi Disegani Banyak Orang, Primbon Ungkap Weton Tulang Wangi?
Gus Dur lahir 7 September 1940 pada Sabtu Legi. Sabtu bernilai 9, Legi 5, totalnya 14. Sabtu Legi kerap digambarkan sosok penyejuk yang menerangi sekitar tanpa memaksa.
Di tanggal 9 September 1949, lahirlah SBY pada Jumat Kliwon. Nilai 6 dari Jumat ditambah 8 dari Kliwon kembali menghasilkan neptu 14.
Weton ini bersifat sabar dan murah hati yang melekat pada kombinasi ini, sejalan dengan citra SBY sebagai negosiator tenang pada masa Aceh dan Timor-Leste.
Jokowi, 21 Juni 1961, tercatat lahir di Rabu Pon. Rabu bernilai 7, Pon 7, dan hasil penjumlahan meneguhkan angka 14. Weton ini dipanggil “lakuning rembulan” juga, tetapi dalam varian “lebu katiup angin”.
Yakni ibarat abu ringan yang mudah terbawa, simbol fleksibilitas dan kecepatan bergerak. Citra itulah yang tampak dalam kebiasaannya blusukan, menembus hierarki birokrasi, sambil tetap berpijak di tengah masyarakat.
Neptu 14 kembali muncul pada 17 Oktober 1951 ketika Prabowo Subianto lahir, kebetulan di Rabu Pon yang sama dengan Jokowi.
Page 2
Primbon menilai pemilik Rabu Pon sebagai pribadi berani mengambil risiko namun tahu kapan mengalah. Menjadi pola yang terlihat dalam perjalanan politik Prabowo. Keras ketika bertanding, cepat merangkul usai kompetisi.
Mereka yang memanggul 14 dipercaya membawa keberuntungan jangka panjang, kecerdasan sosial, dan kemampuan meredam konflik. Memang 14 bukan kategori tulang wangi.
Membandingkan keempat pemimpin, pola penengah terasa konsisten. Gus Dur memakai humor untuk menjembatani perbedaan, SBY menenangkan gelombang pasca-konflik, Jokowi memecah sekat lapangan–kantor pusat, sedangkan Prabowo merangkul oposisi setelah bertarung.
Baca Juga: Sama-sama Neptu 15, Dua Presiden Indonesia Ternyata Punya Weton Pamengkang Jagat!
Primbon tentu tidak menafsirkan kebijakan konkret, tetapi kesamaan angka seolah menandai preferensi kolektif bangsa terhadap figur moderat yang mampu menyeimbangkan arus politik ekstrem.
Sebagai catatan, primbon ialah produk budaya, bukan ilmu eksakta. Ia berfungsi laksana peta batin yang dibaca bersama nilai, pendidikan, dan pengalaman hidup.
Namun keberulangan neptu 14 di kursi presiden Indonesia setidaknya membuka ruang kontemplasi tentang bagaimana masyarakat Jawa (dan Indonesia luas) menghargai pemimpin yang membawa kesejukan di tengah dinamika republik.
Page 3
RADARBANYUWANGI.ID – Dalam tradisi Jawa, tanggal lahir tidak berhenti pada urutan kalender Masehi. Ia dilengkapi siklus lima-harian pasaran sehingga setiap orang memiliki weton. Dimana merupakan hari-pasaran gabungan yang kemudian diubah menjadi angka neptu.
Tak banyak yang menyadari bahwa empat nama paling berpengaruh di panggung politik Indonesia selepas reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Joko Widodo (Jokowi), dan Prabowo Subianto, berkumpul di satu angka yang sama. Yakni neptu 14.
Neptu 14 secara umum disebut berada di titik genap seimbang. Yakni tidak terlalu rendah, tidak terlalu meledak-ledak, cenderung stabil.
Orang dengan neptu 14, apapun kombinasi hari-pasarannya, lebih banyak diasosiasikan dengan watak lakuning rembulan. Artinya, ia meniru sifat bulan. Tenang, teduh, dan membawa suasana damai di lingkungannya.
Watak ini membuat pemiliknya gampang menyesuaikan diri, luwes, dan punya naluri penengah yang kuat.
Mereka memang bukan tipe pamengkang jagat (pembelah zaman) yang membawa perubahan drastis, melainkan penjaga harmoni dan penuntun kompromi.
Kesamaan neptu 14 menonjolkan pola kepemimpinan lakuning rembulan, menjembatani perbedaan dengan pendekatan lembut, bukan konfrontasi, walau pada praktiknya tiap orang tentu punya jalan dan gaya sendiri.
Baca Juga: Pantesan Dedi Mulyadi Disegani Banyak Orang, Primbon Ungkap Weton Tulang Wangi?
Gus Dur lahir 7 September 1940 pada Sabtu Legi. Sabtu bernilai 9, Legi 5, totalnya 14. Sabtu Legi kerap digambarkan sosok penyejuk yang menerangi sekitar tanpa memaksa.
Di tanggal 9 September 1949, lahirlah SBY pada Jumat Kliwon. Nilai 6 dari Jumat ditambah 8 dari Kliwon kembali menghasilkan neptu 14.
Weton ini bersifat sabar dan murah hati yang melekat pada kombinasi ini, sejalan dengan citra SBY sebagai negosiator tenang pada masa Aceh dan Timor-Leste.
Jokowi, 21 Juni 1961, tercatat lahir di Rabu Pon. Rabu bernilai 7, Pon 7, dan hasil penjumlahan meneguhkan angka 14. Weton ini dipanggil “lakuning rembulan” juga, tetapi dalam varian “lebu katiup angin”.
Yakni ibarat abu ringan yang mudah terbawa, simbol fleksibilitas dan kecepatan bergerak. Citra itulah yang tampak dalam kebiasaannya blusukan, menembus hierarki birokrasi, sambil tetap berpijak di tengah masyarakat.
Neptu 14 kembali muncul pada 17 Oktober 1951 ketika Prabowo Subianto lahir, kebetulan di Rabu Pon yang sama dengan Jokowi.