Detik.com
Banyuwangi –
Salah satu corak batik yang paling populer di Banyuwangi adalah corak Gajah Oling. Batik tulis dengan motif Gajah Oling pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama dan proses lelaku spiritual yang membuat batik tersebut memiliki aura tersendiri.
Budayawan Banyuwangi Aekanu Hariono mengungkapkan batik tulis Gajah Oling memang memiliki nilai spiritual yang yang berbeda. Hal tersebut bisa dirasakan saat dikenakan.
“Saya pernah sendiri datang ke Mak Sum dan sejumlah pembatik tua bahwa ketika melakukan pengerjaan batik saya yakini mereka memang memilih hari yang sudah diberitahu oleh leluhur. Itu bagi yang percaya karena akhirnya ketika saya tahu bahan pembuatan batik itu dengan lelaku saya memakai itu merasa ada taksu (kekuatan suci) nya atau aura,” kata Aekanu kepada detikJatim, Selasa (3/10/2023).
Batik Gajah Oling kerap dipadukan dengan beberapa goresan gambar yang memiliki makna mendalam. Gajah Oling sendiri diambil dari bentuk belalai gajah yang setengah melingkar, meski tidak ada catatan pasti kapan çorak Gajah oling tersebut menjadi corak asli Banyuwangi, Aekanu mengaku telah menemukan sejumlah goresan menyerupai gambar Gajah Oling di sejumlah relief candi di Banyuwangi.
Foto: Istimewa
|
“Tidak jelas apakah itu ada di beberapa relief, tapi di beberapa relief memang saya lihat ada lengkungan yang seperti itu, di candi-candi yang saya amati dan saya cari literatur tentang Sritanjung dan ternyata di candi itu ada lengkungan lengkungan yang seperti itu,” terangnya.
Bentuk Gajah Oling sendiri melingkar ke kiri berlawanan arah dengan jarum jam. Yakni dari bawah ke kiri, hal tersebut memberi makna bahwa itu adalah simbol dari doa.
“Kalau perputaran atau muternya Gajah Oling itu berlawanan dengan jarum jam jadi mlungker nya itu dari bawah ke arah kiri karena saya menggunakan teori perputaran kiri dari arah jarum jam itu perputaran doa sebenarnya. Menyerupai Seblang Olehsari itu perputarannya ke kiri, dan yang saya rasakan kalau kita tawaf itu perputarannya ke kiri itu kekuatannya disana,” jelas Aekanu.
“Ornamen yang lain itu di sana pasti ada Manggar atau daun kelapa yang ada tiga itu kalau di konteks kepercayaan kita khan ada banyak itu, dan Manggar itu bunga kelapa dan kelapa itu di atasnya khan ada sumber air dan semua bagian dari pohon kelapa itu semua ada kegunaan ada manfaatnya bagi manusia,” imbuhnya.
Ornamen lain yang tak terpisah dari corak batik Gajah Oling adalah gambar bunga melati yang melingkar di sejumlah titik rangkaian batik Gajah Oleh disusun terstruktur. Melati memberi makna putih, bersih, suci yang memberi arti ketulusan dan simbol dari perbuatan atau karakter baik bagi pemakainya.
Yang tak kalah menarik dari rangkaian gambar batik Oling adalah keberadaan daun dilem, daun yang kerap digunakan sebagai bahan mencuci pakaian bagi masyarakat jawa di masa lalu. Selain itu, daun dilem juga kerap dijadikan sebagi pengharum lemari pakaian.
Foto: Istimewa
|
“Ada juga daun dilem. Dilem itu dulu dipakai untuk mencuci pakaian atau pengharum di almari karena daun dilem itu walaupun kering masih tetap harum,” tutur Budayawan nyentrik yang kerap mengenakan sarung batik itu.
Unsur kupu-kupu juga ada dalam gambar corak batik Gajah Oling, di mana kupu-kupu menyimbolkan sebuah metamorfosis kehidupan dari ulat menjadi kepompong berubah menjadi kupu-kupu yang cantik hingga mati meninggalkan wujudnya yang cantik.
“Filosofi dari daun dilem dan kupu-kupu ini memberi makna dalam. Bagaimana proses kehidupan manusia ini dari wujud yang dianggap menjijikkan menjadi wujud yang berbentuk kepompong hingga dia harus meditasi mendalami sebuah makna kehidupan lalu menjadi kupu kupu cantik hingga mati. Jadi menjadi manusia itu masa akhirnya mati tinggalkan harum dan kebaikan,” ucap Aekanu.
Dalam batik Banyuwangi dikenal dengan çorak Sulur di mana bentuknya adalah tumbuhan yang menjalar ke atas yang maknanya adalah vertikal tentang hubungan manusia dengan Tuhannya.
Ia berharap, generasi di masa sekarang memaknai batik tidak hanya sebagai kain yang dipakai sekedarnya. Tapi mengenali makna setiap corak dan meresapi makna-makna tersebut hingga bisa dipraktikkan dalam kehidupan sosial. Batik bukan sekedar pakaian yang menempel tapi ada nilai spiritualitas dan eksistensi dari warisan leluhur.
“Saya pribadi ketika mengenakan batik itu ada rasa percaya diri, tidak peduli ke luar negeri bahkan ke tanah suci yang memakainya dengan bangga. Karena memakai batik itu bukan sekedar pakaian yang menempel tapi dibuat oleh orang jaman dulu dengan makna tertentu dan dengan ada lambang-lambang tertentu, sehingga memakainya harus ada apresiasi karena batik itu membuatnya tidak mudah,” tegas Aekanu.
Batik Gajah Oling yang otentik kerap dihadirkan dengan warna sagan dengan dasar putih sebagai pralambang ketulusan dan kesucian, kerap juga dikenakan hanya dalam ritual tertentu atau dalam acara-acara yang berkaitan dengan peribadatan dan penghormatan.
Simak Video “Kebakaran Melanda Warung di Pantai Plengsengan Ancol Banyuwangi“
[Gambas:Video 20detik]
(erm/iwd)