Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Pantai Berpasir Putih dengan Hamparan Terumbu Karang nan Luas

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

ANGIN laut yang sudah sedikit bersahabat membuat rombongan tim ekspedisi Jawa Pos Radar Banyuwangi (JP-Raba) bersama Balai Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) bergegas melanjutkan perjalanan.

Tepat pukul 12.00 rombongan yang menggunakan kendaraan speed boat dan kapal jukung meninggalkan Pantai Sembulungan untuk menuju Teluk Banyu Biru. ”Awas, barang-barang jangan ada yang ketinggalan, pelampung pastikan sudah terpasang.

Kita berangkat lagi,” terang nakhoda kapal patroli Banteng Laut milik TNAP, Az Ansori. Setelah semua anggota tim ekspedisi naik ke dalam jukung dan speed boat, tanpa menunggu lama dua kendaraan yang membawa kami langsung tancap gas.

Ombak yang menyapa kita saat baru keluar dari Pantai Sembulungan masih terasa biasa. Di tengah perjalanan, baru kami merasakan ganasnya ombak. Bahkan, suara ombak yang menabrak kapal speed boat
kami terdengar sangat keras.

”Suaranya seperti dihantam batu speed boat-nya,” kata anggota tim ekspedisi JP-Raba, Gerda Sukarno. Kapal jukung yang membawa rombongan lain seperti Kepala Resort Sembulungan, Haris Setyo Negoro dan beberapa anggota dari JP-Raba saat berada di lautan, berada jauh di belakang rombongan yang menggunakan speed boat.

Maklum saja, kapasitas mesin dari jukung tersebut sangat berbeda dengan speed boat KM Banteng yang didukung mesin ber-power 400 PK. Ombak besar saat di tengah perjalanan menyapa kami lagi, tepatnya di Blok Bringinan. Tentu saja kali ini ombak besar dan berbahaya.

Sebab laut yang kita lewati tersebut berada dekat dengan tebing tanpa pantai. ”Karena tidak ada pantainya jadi ombaknya besar. Ombak dari tengah laut yang menghantam tebing mbalik (kembali) lagi ke tengah laut,” tutur Az Ansori.

Meski terasa ombak yang menghantam sangat kencang, kami yang menggunakan speed boat tidak terlalu khawatir dengan itu. Speed boat tetap melaju kencang saat melewati laut di  Blok Bringinan tersebut. Entah berapa knot speed kapal patroli siang itu. Sebab, speedometer pada kabin kemudi kapal itu sudah putus.

Yang terlihat hanya putaran mesin yang menunjuk pada angka 3.000 rpm (rotation per minutes). Bahkan, setelah lepas dari kawasan ombak besar itu, sang nakhoda semakin tancap gas dengan menggeber mesin pada 5.000 rpm.

Kecepatannya mungkin sekitar 35 knot (sekitar 60 Km/ jam) hingga kapal serasa nyaris melayang-layang di atas ombak. Sementara itu, kapal jukung yang membawa rombongan lain di belakang kami sudah tidak terlihat lagi.

Awalnya, kita mengira rombongan lain yang menggunakan jukung tidak melanjutkan perjalanan karena ombak yang menyapa kita sangat begitu besar. ”Kayaknya rombongan jukung tidak melanjutkan perjalanan,” kata kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) Wilayah II Seksi Muncar, Lugi  artanto, yang naik speed boat.

Karena khawatir, kami yang  menggunakan speed boat mencoba untuk menghubungi anggota ekspedisi yang menggunakan jukung dengan telepon selular. Karena tidak ada sinyal ponsel, kabar yang kita tunggu-tunggu juga tidak bisa kami terima.

Melihat ombak yang begitu besar, kita sempat khawatir terjadi apaapa dengan anggota ekspedisi yang menggunakan kapal jukung. Namun, sang nakhoda speed boat meyakinkan bahwa jukung tidak terjadi apa-apa. ”Bisa saja mereka balik ke Pantai Sembulungan.

Bisa saja mereka mengurangi  kecepatan saat ombak besar,” kata Az Ansori. Setelah ombak besar sekitar 2-3 meter dan angin dengan kecepatan sekitar 10 knot di Blok Beringinan sukses lewati, kita yang ada di dalam kapal speed boat mendapat serangan lagi.

Kali ini bukan serangan ombak, tapi serangan rasa mual yang ada di dalam perut setelah merasakan guncangan demi guncangan saat ombak besar kita lewati. Sebagian besar tim ekspedisi JP-Raba seperti Kabiro Genteng Agus Baihaqi, Gerda Sukarno, dan staf redaksi Taufik Ferdianyah terlihat agak pucat.

Entah keringat itu karena gerah, atau sebab lain, kami tidak tahu. Sebab kami berada di dalam kabin kapal dengan jendela tertutup. Apalagi, kami semua mengenakan baju lengkap dengan life jacket pada siang hari. Atau mungkin saja, ini akibat serangan mabuk laut.

Kondisi seperti ini tampaknya tidak terjadi pada anggota tim ekspedisi dari petugas TNAP. Kepala Seksi Pengelolaan TNAP Wilayah II Seksi Muncar, Lugi Hartanto dan Direktur PT. Disthi Mutiara Suci, Taufik Dwikomara yang duduk di belakang tampak tenang-tenang saja.

”Di laut itu jangan panik, kalau panik kita tidak punya ide,” ujar nakhoda Az Ansori memberi saran kepada kru JP-RaBa. Ternyata saran tersebut benar adanya. Kita pun tidak terlalu memikirkan hal-hal yang tidak diinginkan saat berada di atas kapal.

Kita semua mempercayakan semuanya kepada ahlinya, nakhoda dan kru kapal patroli yang sudah berpengalaman. Setelah memberi saran, kita yang menggunakan speed boat  empat dibuat kaget oleh ulah Az Ansori. Tiba-tiba saja nakhoda  kapal ini membelokkan speed boat-nya.

Kemiringan speed boat sangat tajam saat melakukan manuver berbelok nyaris 90 derajat secara tiba-tiba dengan kecepatan tinggi pula! Saking miringnya kapal, sampai-sampai posisi nakhoda Az Ansori serasa  i bawah Pemred JP-RaBa, Bayu Saksono yang duduk di kursi sebelahnya.

”Tenang saja, ini sudah biasa,” ujar Az Ansori sembari tersenyum sambil memutar kemudi dengan cekatan. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam dari Pantai Sembulungan, akhirnya kami sampai juga di perairan Blok Perpat, kawasan Teluk Banyu Biru. Pemandangan indah berada di depan mata kita.

Pasir putih dengan air laut yang cukup jernih berwarna biru terlihat jelas. Terumbu karang juga terlihat sangat jelas dari atas kapal. Biota laut di kawasan itu sangat bervariasi. Bahkan, kami sempat melihat seekor penyu berenang di kawasan tersebut.

Meski ombak yang masih cukup besar, tapi tidak menyurutkan niat kami melihat pemandangan  terumbu karang di bawah laut. Jangkar pun di lempar ke laut, mesin kapal juga sudah berhenti. Tanpa menunggu lama, beberapa anggota tim ekspedisi menceburkan dirinya untuk melihat terumbu karang, tentunya dengan peralatan yang cukup lengkap yaitu masker, snorkel, fins (sepatu katak), dan pelampung.

”Meski mabuk laut, saya harus snorkeling. Terumbu karangnya terlihat bagus,” ujar Gerda Sukarno. Ikan-ikan dan terumbu karang yang mulai tumbuh tersebut terlihat sangat indah. Ditambah lagi, air laut yang cukup jernih membuat pemandangan air terumbu karang terlihat begitu jelas.

”Kondisi terumbu karang masih tumbuh. Dulu sering dibom terumbu karangnya. Tahun 1995, sejak ada budidaya mutiara di sekitar sini, terumbu karang yang  usak mulai tumbuh kembali,” kata Direktur PT. Disthi Mutiara Suci, Taufik Dwikomara.

Setelah beberapa saat menikmati pemandangan bawah laut, karena waktu yang sangat menipis, akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi snorkeling. Anggota ekspedisi yang snorkeling satu per satu naik ke atas boat kecil untuk ditransfer menuju bibir pantai.

Kami menggunakan kapal kecil bermesin untuk mendarat ke pantai, karena speed boat KM Banteng Laut tidak bisa merapat. Butuh kedalaman air minimal 1,5 meter agar kapal berbahan fiberglass tersebut tidak kandas.

Direktur PT. Disthi Mutiara Suci, Taufik Dwikomara pun menginstruksikan anak buahnya di pinggir pantai untuk menjemput kami dengan perahu kecil bermesin. Saat kita akan menuju pantai, ternyata jukung rombongan tim ekspedisi ternyata tiba.

Benar juga prediksi nakhoda Az Ansori, bahwa jukung tersebut hanya mengurangi kecepatan saat melewati ombak besar di perairan Blok Bringinan. Kami pun lega mengetahui jukung rombongan ekspedisi lainnya bisa sampai di Blok Perpat.

Seluruh anggota tim ekspedisi juga selamat, namun dari raut wajah mereka terlihat lebih ‘’terang benderang’’ karena didera mabuk laut. Puas snorkeling, lagi-lagi ombak menjadi kendala kita. Rombongan pun memilih untuk mendarat di Kantor budi daya mutiara, tidak melanjutkan perjalanan menuju Teluk Banyu Biru yang sudah sangat dekat.

”Waktu kita sangat menipis, pukul 15.00 para pengunjung di Teluk Banyu Biru harus keluar. Sementara ini sudah pukul 14.30, kita minggir saja dulu sambil makan di tempat budi daya mutiara,” ujar kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) Wilayah II Seksi Muncar, Lugi Hartanto. (radar)