RADARBANYUWANGI.ID – Mimpi Indonesia untuk menjadi tuan rumah babak ke‑4 Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia memang harus pupus sementara. PSSI sudah mengajukan diri secara resmi ke Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) sejak beberapa bulan lalu.
Namun, AFC akhirnya memutuskan Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah. Di tengah sorotan konflik Timur Tengah, apa iya peluang Indonesia benar-benar tertutup?
Beberapa media asing seperti VnExpress menyoroti bagaimana PSSI dan Irak menuntut transparansi proses bidding.
Tagar #afcmafia ramai beredar, menuduh AFC lebih berpihak pada negara-negara Teluk yang punya kekuatan finansial besar.
Sementara Middle East Monitor dan Reuters menyoroti posisi politik Indonesia yang mendukung Palestina dan menyerukan penyelesaian konflik Israel–Iran secara damai, hal ini dinilai turut memengaruhi pertimbangan AFC memilih negara tuan rumah.
Meski begitu, Indonesia tetap memiliki peluang menjadi tuan rumah jika syarat-syarat penting ini mungkin dipenuhi.
Baca Juga: Usai Iran, Giliran Yaman Serang Israel! Zionis Makin Pusing Gegara Tuntutan Ganti Rugi Warganya
Pertama, infrastruktur stadion dan fasilitas pendukung harus benar-benar kelas dunia.
Indonesia punya modal besar lewat stadion GBK, JIS, hingga stadion renovasi Piala Dunia U‑17, tetapi perawatan dan standar FIFA harus dijaga konsisten. Negara-negara Teluk unggul karena infrastrukturnya tanpa cela.
Kedua, jaminan keamanan dan stabilitas politik juga jadi kunci. AFC dan FIFA cenderung memilih tuan rumah yang aman dari potensi kerusuhan, demo besar, atau konflik domestik.
Indonesia harus mampu menunjukkan bahwa semua aspek keamanan, mulai dari tim peserta hingga penonton, dijamin sepenuhnya.
Ketiga, dukungan finansial tidak kalah penting. Negara-negara Teluk kerap memberi insentif besar seperti tiket pesawat, hotel bintang lima, hingga promosi pariwisata.
Indonesia bisa meniru pola ini dengan melibatkan sponsor swasta dan BUMN agar logistik turnamen benar-benar matang.
Keempat, diplomasi sepak bola juga harus diperkuat. PSSI selama ini cenderung bermain ‘solo’.
Page 2
Page 3
RADARBANYUWANGI.ID – Mimpi Indonesia untuk menjadi tuan rumah babak ke‑4 Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia memang harus pupus sementara. PSSI sudah mengajukan diri secara resmi ke Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) sejak beberapa bulan lalu.
Namun, AFC akhirnya memutuskan Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah. Di tengah sorotan konflik Timur Tengah, apa iya peluang Indonesia benar-benar tertutup?
Beberapa media asing seperti VnExpress menyoroti bagaimana PSSI dan Irak menuntut transparansi proses bidding.
Tagar #afcmafia ramai beredar, menuduh AFC lebih berpihak pada negara-negara Teluk yang punya kekuatan finansial besar.
Sementara Middle East Monitor dan Reuters menyoroti posisi politik Indonesia yang mendukung Palestina dan menyerukan penyelesaian konflik Israel–Iran secara damai, hal ini dinilai turut memengaruhi pertimbangan AFC memilih negara tuan rumah.
Meski begitu, Indonesia tetap memiliki peluang menjadi tuan rumah jika syarat-syarat penting ini mungkin dipenuhi.
Baca Juga: Usai Iran, Giliran Yaman Serang Israel! Zionis Makin Pusing Gegara Tuntutan Ganti Rugi Warganya
Pertama, infrastruktur stadion dan fasilitas pendukung harus benar-benar kelas dunia.
Indonesia punya modal besar lewat stadion GBK, JIS, hingga stadion renovasi Piala Dunia U‑17, tetapi perawatan dan standar FIFA harus dijaga konsisten. Negara-negara Teluk unggul karena infrastrukturnya tanpa cela.
Kedua, jaminan keamanan dan stabilitas politik juga jadi kunci. AFC dan FIFA cenderung memilih tuan rumah yang aman dari potensi kerusuhan, demo besar, atau konflik domestik.
Indonesia harus mampu menunjukkan bahwa semua aspek keamanan, mulai dari tim peserta hingga penonton, dijamin sepenuhnya.
Ketiga, dukungan finansial tidak kalah penting. Negara-negara Teluk kerap memberi insentif besar seperti tiket pesawat, hotel bintang lima, hingga promosi pariwisata.
Indonesia bisa meniru pola ini dengan melibatkan sponsor swasta dan BUMN agar logistik turnamen benar-benar matang.
Keempat, diplomasi sepak bola juga harus diperkuat. PSSI selama ini cenderung bermain ‘solo’.