Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Pemberlakuan Pajak Opsen PKB dan BNNKB Bagi Pemilik Kendaraan Bermotor Dinilai Memberatkan Masyarakat

pemberlakuan-pajak-opsen-pkb-dan-bnnkb-bagi-pemilik-kendaraan-bermotor-dinilai-memberatkan-masyarakat
Pemberlakuan Pajak Opsen PKB dan BNNKB Bagi Pemilik Kendaraan Bermotor Dinilai Memberatkan Masyarakat

Radarbanyuwangi.id – Penerapan tambahan pajak bagi pemilik kendaraan bermotor yakni Opsen PKB dan Opsen BBNKB per Januari 2025 menuai sorotan tajam masyarakat.

Tidak terkecuali Yayasan Lembaga Konsumen (YLK). Pajak tersebut dinilai terlalu besar dan tentunya sangat memberatkan konsumen.

“Logika berpikirnya harusnya pajak kendaraan bermotor dievaluasi nilainya untuk mengetahui penyusutannya per tahun, otomatis pajaknya harus diturunkan. Bukan malah sebaliknya dinaikkan,” kata Ketua YLK Kalsel, Ahmad Murjani.

Jika alasannya untuk menambah pendapatan daerah kabupaten/kota. Sebenarnya sudah berjalan selama ini dengan besaran 40 persen untuk pendapatan kabupaten/kota.

Baca Juga: Teroka Kota: Berkaca pada Taman Gandrung Terakota

Mungkin pemerintah daerah bisa meniru Pemprov Jakarta. Pemungut pajak memilih mendapatkan insentif, tidak lagi menarik tunjangan daerah.

“Kalau sudah berjalan, artinya dobel yang dibayar pemilik kendaraan. Kasihan masyarakat,” terangnya.

Murjani memahami jika penerapan opsen pajak mengacu ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun tidak harus langsung diterapkan.

Sejatinya pemerintah daerah dapat melakukan kajian mendalam dan dibicarakan dengan berbagai pihak, karena imbasnya terhadap masyarakat.

Baca Juga: PLN UIP JBTB Dukung Kelompok Tani Serpis Surabaya Menyambut Nataru dengan Kembangkan Usaha Hidroponik Menuju UMKM Berbasis Urban Farming

“Hati-hati dalam membuat keputusan. Apakah sudah ada persetujuan dengan DPRD? Atau konsultasi dengan pusat termasuk dengan kepala daerah setempat,” terang dia.

Diingatkannya, masyarakat masih belum selesai terdampak pandemi. Daya beli menurun, banyak perusahaan gulung tikar, tingginya angka PHK  dan banyaknya gen Z yang menganggur.

“Tanpa terdengar sosialisasi, advokasi, kajian mendalam dan sebagainya, tiba-tiba diberlakukan opsen pajak,” ujarnya.

Dia berharap pemerintah daerah berhati-hati menyikapi hal ini. Jangan sampai justru menjadi masalah di kemudian hari.

Sebab jika tetap dipaksakan, ia memprediksi akan mengundang gelombang protes dari masyarakat. Seperti rencana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen.

Konten berikut adalah iklan platform Geozo, media kami tidak terkait dengan materi konten ini.


Page 2


Page 3

Radarbanyuwangi.id – Penerapan tambahan pajak bagi pemilik kendaraan bermotor yakni Opsen PKB dan Opsen BBNKB per Januari 2025 menuai sorotan tajam masyarakat.

Tidak terkecuali Yayasan Lembaga Konsumen (YLK). Pajak tersebut dinilai terlalu besar dan tentunya sangat memberatkan konsumen.

“Logika berpikirnya harusnya pajak kendaraan bermotor dievaluasi nilainya untuk mengetahui penyusutannya per tahun, otomatis pajaknya harus diturunkan. Bukan malah sebaliknya dinaikkan,” kata Ketua YLK Kalsel, Ahmad Murjani.

Jika alasannya untuk menambah pendapatan daerah kabupaten/kota. Sebenarnya sudah berjalan selama ini dengan besaran 40 persen untuk pendapatan kabupaten/kota.

Baca Juga: Teroka Kota: Berkaca pada Taman Gandrung Terakota

Mungkin pemerintah daerah bisa meniru Pemprov Jakarta. Pemungut pajak memilih mendapatkan insentif, tidak lagi menarik tunjangan daerah.

“Kalau sudah berjalan, artinya dobel yang dibayar pemilik kendaraan. Kasihan masyarakat,” terangnya.

Murjani memahami jika penerapan opsen pajak mengacu ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun tidak harus langsung diterapkan.

Sejatinya pemerintah daerah dapat melakukan kajian mendalam dan dibicarakan dengan berbagai pihak, karena imbasnya terhadap masyarakat.

Baca Juga: PLN UIP JBTB Dukung Kelompok Tani Serpis Surabaya Menyambut Nataru dengan Kembangkan Usaha Hidroponik Menuju UMKM Berbasis Urban Farming

“Hati-hati dalam membuat keputusan. Apakah sudah ada persetujuan dengan DPRD? Atau konsultasi dengan pusat termasuk dengan kepala daerah setempat,” terang dia.

Diingatkannya, masyarakat masih belum selesai terdampak pandemi. Daya beli menurun, banyak perusahaan gulung tikar, tingginya angka PHK  dan banyaknya gen Z yang menganggur.

“Tanpa terdengar sosialisasi, advokasi, kajian mendalam dan sebagainya, tiba-tiba diberlakukan opsen pajak,” ujarnya.

Dia berharap pemerintah daerah berhati-hati menyikapi hal ini. Jangan sampai justru menjadi masalah di kemudian hari.

Sebab jika tetap dipaksakan, ia memprediksi akan mengundang gelombang protes dari masyarakat. Seperti rencana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen.

Konten berikut adalah iklan platform Geozo, media kami tidak terkait dengan materi konten ini.