SURABAYA – Pemkab Banyuwangi berhasil mengukir prestasi mentereng di awal tahun ini. Kabupaten ujung Timur Pulau Jawa ini sukses merengkuh prestasi tertinggi di bidang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP) tahun 2016.
Ya, AKIP Banyuwangi merupakan yang pertama sekaligus satu-satunya kabupaten di tanah air yang berhasil meraih predikat “A” alias memuaskan. Hal itu terungkap saat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Asman Abnur, menyerahkan Laporan Hasil Evaluasi (LHE) AKIP tahun 2016 kepada pemerintah kabupaten/kota wilayah regional II di kantor Gubernur Jatim, Surabaya, kemarin (31/1).
LHE AKIP 2016 tersebut diserahkan Menpan-RB kepada Bupati Abdullah Azwar Anas. Selain Jatim, daerah yang termasuk dalam penilaian di wilayah regional II meliputi seluruh pemerintah kabupaten/kota se-Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Lampung.
Menpan-RB, Asman Abnur, mengatakan selama ini belum pernah ada AKIP kabupaten yang berhasil meraih predikat A. “Di Indonesia, Banyuwangi adalah satu-satunya kabupaten yang dapat A. Nggak ada temannya. Saya harapkan tahun depan ada perbaikan dari daerah lain,” ujarnya.
Menteri Asman mengajak seluruh kepala daerah mencontoh Banyuwangi yang berhasil menyabet predikat A dalam implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Sebab, menurut dia, LHE AKIP bukan semata untuk penilaian melainkan sebagai acuan dan motivasi para kepala daerah agar meningkatkan kinerja.
“Saya mengapresiasi bapak/ibu kepala daerah yang telah melaksanakan sebagaimana yang telah diterapkan Pemkab Banyuwangi. Dengan demikian, Kabu paten Banyuwangi menjadi contoh bagi daerah lain dalam hal implementasi SAKIP,” cetusnya.
Sebagai perbandingan, khusus di wilayah regional II terdapat tiga kabupaten dan kota yang meraih predikat “BB”, yakni Kabupaten Badung, Kota Malang, dan Kabupaten Tulungagung. Di wilayah tersebut juga terdapat 31 kabupaten dan kota dengan predikat “B”, kemudian 61 kabupaten/kota dengan predikat “CC”, serta 50 kabupaten/kota dengan predikat “C”, dan satu kabupaten dengan predikat “D”.
Asman menuturkan, pihaknya sudah mengecek dan melakukan verifikasi berbagai indikator penilaian AKIP di Bumi Blambangan. Pengecekan dan verifikasi itu juga dilakukan tim penilai independen. “Saya sendiri ke sana (Banyuwangi). Memang belum semua sempurna, tapi roh perubahan dan inovasi program di Banyuwangi cukup menonjol,” cetusnya.
Sekadar diketahui, SAKIP merupakan sebuah sistem terintegrasi mulai perencanaan, penganggaran, hingga pelaporan. Terdapat empat fokus pelaporan dan evaluasi. Empat fokus tersebut, antara lain laporan anggaran, kinerja output program pembangunan, kinerja outcome program, dan kinerja sasaran.
Paradigma pemerintahan digeser bukan lagi pada berapa anggaran yang disiapkan dan dihabiskan, tapi berapa besar kinerja yang dihasilkan. Menurut Asman, tidak mudah mendapatkan kategori A dalam penilaian AKIP. Banyak hal yang harus dipenuhi terkait peningkatan kinerja pemerintahan. Efektivitas kegiatan diukur dengan orientasi keberhasilan kinerja, bukan semata-mata tentang anggaran.
“Kita lihat mana daerah yang efektif mengeluarkan anggaran, memiliki target dalam bekerja. Jadi, AKIP ini bukan se perti lomba atau kompetisi, tapi sejauh mana daerah memanfaatkan anggarannya secara efektif, punya target, dan hasil kerja jelas,” cetusnya.
Pada kesempatan tersebut Menpan-RB, Asman, memaparkan hasil evaluasi AKIP yang dilakukan pihaknya pada tahun 2016. Dikatakan, pada 2016 terjadi peningkatan rata-rata nilai evaluasi pada kabupaten dan kota dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2016 rata-rata nilai evaluasi AKIP kabupaten dan kota sebesar 49,87 atau naik 2,95 poin dari tahun 2015 yang hanya 46,92. Walaupun terjadi peningkatan, tapi rata-rata kabupaten dan kota pada tahun 2016 masih di bawah 50. Artinya masih ada beberapa kabupaten dan kota yang masuk kategori C. Sebanyak 425 kabu- paten dan kota atau 83 persen dari total seluruh kabupaten dan kota masih mendapat nilai di bawah B.
Sementara itu, Banyuwangi Abdullah Azwar Anas berharap hasil evaluasi AKIP tersebut kian mendorong kinerja aparatur di Bumi Blambangan. “AKIP ini penting karena intinya yang dievaluasi adalah berjalannya sistem, bukan hasil one man show kepala dinas atau kepala daerah.
Artinya, ada transformasi. Jadi, ini bukan hanya tentang sistem yang bersifat administratif, tapi juga mengukur kinerja dan hasil program pembangunan,” cetusnya. Anas bersyukur ikhtiar bersama aparatur di Banyuwangi untuk meningkatkan pelayanan publik terus berjalan dengan baik. Kekurangan-kekurangan yang ada terus diperbaiki.
Banyuwangi memadukan laporan berdasar regulasi yang ada dengan unsur review kinerja dan review indikator kinerja. “Jadi, kerja aparatur sipil negara (ASN) jelas dan terukur. Program-program diefisienkan sesuai manfaat ke masyarakat. Berdasar perhitungan ini kita berhasil hemat Rp 213 miliar atau 13 persen dari total belanja langsung, tapi tetap berorientasi pada hasil dan seratus persen program tetap berjalan. Jadi, program kita sudah menganut asas money follow result dan berorientasi ke manfaat program,” paparnya.
Anas menambahkan, dengan pengukuran penilaian ini, kontribusi PNS dinilai dari peningkatan kinerja, tidak hanya dari presensi. Selain itu, lanjut dia, ASN di Banyuwangi selalu dilibatkan dalam setiap tahap pembuatan kebijakan publik, mulai analisis masalah, perencanaan, eksekusi, hingga evaluasi kebijakan.
“Tiap hari saya kumpulkan dari kepala dinas sampai bagian kebersihan. Saya paparkan apa yang akan kami kerjakan selama sebulan ke depan. Bahkan, saya pergi ke Jakarta, misalnya ke kementerian, saya sampaikan di depan semua staf. Intinya berubah bersama.
Semua kepala dinas sampai staf di level bawah dirangkul kerja bareng-bareng. Ini yang akan menjaga keberlanjutan program di masa mendatang tanpa tergantung siapa bupatinya,” tuturnya. Sekadar mengingatkan, AKIP Banyuwangi tahun 2015 dinobatkan sebagai yang terbaik di Jatim. Kala itu AKIP Banyuwangi mendapat predikat B dengan nilai 65,41. (radar)