Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Tekad Samsul Lestarikan Kebudayaan Banyuwangi lewat Sekolah Adat Pesinauan

tekad-samsul-lestarikan-kebudayaan-banyuwangi-lewat-sekolah-adat-pesinauan
Tekad Samsul Lestarikan Kebudayaan Banyuwangi lewat Sekolah Adat Pesinauan

BANYUWANGI, KOMPAS.com – Angin berembus tenang di area persawahan sekolah adat osing pesinauan yang berlokasi di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur.

Di pesinauan itu berdiri pondok-pondok kecil yang terbuat dari bambu, yang digunakan oleh pengajar dan peserta didik untuk belajar bersama, mulai dari belajar menanam bambu, menganyam, hingga menari dan memainkan musik khas Banyuwangi.

Di salah satu pondok yang menghadap hamparan sawah, Slamet Diharjo atau yang akrab disapa Samsul, tengah bercengkrama dengan hangat bersama para peserta didiknya.

“Di sinilah kami belajar, ngobrol, tertawa bersama,” kata Samsul, Senin (10/11/2025).

Baca juga: Perjuangan Ipda Ririn Wujudkan Mimpi Anak Pesisir Banyuwangi lewat Sekolah Gratis

Ada sekitar 100 peserta didik yang tergabung dari berbagai komunitas di Banyuwangi yang mengikuti pembelajaran di sekolah adat yang digelar setiap Rabu sore dan Minggu pagi itu.

Diceritakan Samsul, sekolah adat tersebut telah direncanakan sejak 2015, dan akhirnya berdiri di lahan sawah milik orangtua Samsul, yang dia keringkan sejak 2017, dan jadi tempat berdirinya sekolah adat pada 2021.

Baca juga: Sri Sulistyani, 25 Tahun Berjuang untuk Perempuan Korban Kekerasan di Jember

Menariknya, meski lahan tersebut adalah miliknya, ia tak menarik biaya sewa satu rupiah pun. Begitu juga dengan pembelajaran di sekolah adat tersebut.

“Awalnya hanya butuh ruang untuk mendirikan sanggar, membuat tempat pertunjukan dan berlatih kesenian karena saya sendiri juga penari sejak 2004,” terang pria yang berprofesi sebagai guru tari di sekolah swasta di Banyuwangi tersebut.

Di pesinauan, 75 persen pelajaran yang diberikan adalah seni tari khas Banyuwangi seperti tari gandrung yang diajarkan fasilitator seni, serta seni musik.

Dari berlatih di sana, para peserta didik bisa tampil di berbagai event, mulai dari tingkat desa hingga tingkat provinsi.

Samsul pun tak mematok bayaran untuk penampilan peserta didiknya. Ia justru mengajarkan bagaimana perjuangan sebelum menampilkan seni.

“Saya mengajari anak-anak menabung, jadi misal kebutuhan tampil untuk sewa kostum dan lainnya Rp 100.000, anak-anak akan menabung mulai Rp 2.000 hingga harinya tiba,” tuturnya.

Hasilnya, para anak didik tampil dengan totalitas tak berpatok pada materi. Dalam setiap gerak tari mereka dilandasi ketulusan untuk menampilkan yang terbaik.

“Sebelum tampil ada perjuangan. Banyak yang menyadarkan semua tidak tentang uang, saya pernah bertemu 30 orang berjiwa sosial di Sumatera dan kami berbincang tanpa membicarakan uang. Saya disadarkan oleh hal-hal seperti itu,” urainya.

Dari balik keringatnya bekerja, ia menyisihkan pendapatannya untuk menghidupkan pesinauan. Ia tulus ikhlas melakukannya untuk keberlanjutan seni budaya Banyuwangi.


Page 2

Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat

QR Code Kompas.com

Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app