
BANYUWANGIHITS.ID – Kebijakan pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp. 6.500 per kilogram diharapkan mampu membantu petani lokal. Perum Bulog ditugaskan untuk menyerap gabah petani dengan harga tersebut. Namun, implementasinya di lapangan masih menyisakan banyak kendala, khususnya di wilayah Banyuwangi.
Sejumlah petani di Dusun Krajan, Desa Kedayunan, mengaku belum memahami mekanisme penjualan gabah ke Bulog. Penyebab utamanya adalah kurangnya sosialisasi dan keharusan menjual melalui kelompok tani. Padahal, tidak semua petani aktif dalam kelompok atau mendapatkan informasi dari pengurusnya.
“Kalau ke Bulog itu harus lewat kelompok tani. Di tempat saya, kelompoknya belum pernah kasih info soal itu,” keluh Sukandar, salah satu petani setempat.
Walaupun harga yang ditawarkan Bulog tergolong ideal, para petani lebih memilih menjual ke pabrik selep lokal. Meski dikenai potongan 3–10 persen, sistem pembayaran yang cepat menjadi pertimbangan utama.
“Kalau di selep, timbang langsung dibayar. Kadang malah dibantu uang muka kalau kita butuh sebelum panen,” ujar Kamto, petani lainnya.
Tak hanya itu, beberapa petani lebih memilih sistem tebasan atau menjual ke pengepul karena lebih praktis. Keterbatasan tenaga kerja dan naiknya biaya operasional juga menjadi alasan. Hari Diantara, petani dari wilayah kota, menyebutkan bahwa sawah yang kecil dan mahalnya biaya panen membuatnya memilih jalur penjualan cepat tanpa ribet.
Cerita para petani Banyuwangi ini mencerminkan belum meratanya pemahaman dan akses terhadap program penyerapan gabah oleh Bulog. Meski niat pemerintah baik, sistem yang belum inklusif dan minim sosialisasi membuat banyak petani belum bisa merasakan manfaat dari kebijakan tersebut secara maksimal.