TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Festival budaya terbesar di ujung timur Pulau Jawa, Gandrung Sewu Banyuwangi, kembali menyapa pecinta seni dan wisata dengan kemegahan tak tertandingi. Mengusung tema ‘Selendang Sang Gandrung’, pertunjukan kolosal tahun ini akan digelar di Pantai Boom Marina pada 25 Oktober 2025, melibatkan tak kurang dari 1.350 penari dan pemusik dalam satu panggung terbuka yang berlatar keindahan Selat Bali.
Yang membuat perhelatan ke-12 ini berbeda adalah partisipasi 200 penari dari luar daerah, termasuk dari Jakarta, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, Papua, hingga Amerika Serikat. Tentu hal ini menjadi bukti bahwa Gandrung Sewu bukan sekadar milik Banyuwangi, tapi telah menjadi warisan budaya Indonesia yang mendunia.
Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Taufik Rohman, menegaskan bahwa keterlibatan penari dari berbagai penjuru dunia merupakan tonggak penting dalam upaya pelestarian budaya.
“Partisipasi penari dari luar Banyuwangi adalah penanda bahwa Gandrung Sewu telah menjadi milik Indonesia. Tema ini akan menjadi puncak dari rangkaian acara yang kaya, mengajak kita menyelami jiwa penari sekaligus menikmati dampak ekonomi yang telah terbukti menyentuh berbagai sektor lokal,” Kata Taufik, Jumat, (17/10/2025).
Kisah dalam Gerak dan Selendang
Tema ‘Selendang Sang Gandrung’ mengangkat sisi terdalam dari kehidupan seorang penari Gandrung – bukan sekadar penghibur, tapi juga penjaga nilai-nilai leluhur. Pertunjukan ini akan mengisahkan regenerasi penari Gandrung, perjuangan di balik keindahan tarian, serta jiwa yang terpatri dalam setiap ayunan selendang.
Pertunjukan puncak akan berlangsung pada hari ketiga festival, pada Sabtu, 25 Oktober 2025 mendatang. Akan tetapi, kemeriahan telah dimulai sejak 23 Oktober, dengan sajian musik etnik. Hari kedua, 24 Oktober diisi dengan ritual sakral Meras Gandrung pada sore hari, dilanjutkan konser musik perkusi di malam hari.
Menggerakkan Budaya, Menghidupkan Ekonomi
Tak hanya jadi panggung budaya, Gandrung Sewu juga menjelma sebagai penggerak ekonomi lokal. Tahun lalu, perputaran dana mencapai sekitar Rp 7,9 miliar, dengan kontribusi besar dari sektor UMKM, kuliner, hingga akomodasi.
Penjualan kuliner dan produk UMKM menyentuh kurang lebih Rp 2,75 miliar, sementara transaksi dari resto dan pusat oleh-oleh mencapai kurang lebih Rp 750 juta. Sektor penginapan pun panen dengan okupansi 70–95 persen, menghasilkan kurang lebih Rp 2,1 miliar.
Lebih dari 2.500 lapangan kerja tercipta, menjadikan Gandrung Sewu tak sekadar hiburan, tapi instrumen nyata pembangunan ekonomi kreatif.
Eksplorasi Wisata Lewat Ijen Golden Route
Dengan target lebih dari 50.000 pengunjung, Festival Gandrung Sewu 2025 juga menjadi pintu gerbang untuk mengeksplorasi Ijen Golden Route – jalur wisata strategis yang menghubungkan berbagai destinasi unggulan di Banyuwangi.
Mulai dari Ijen Blue Fire, Taman Gandrung Terakota, hingga Capas Adventure, wisatawan juga dapat mencicipi kuliner khas Suku Osing seperti Ayam Kesrut, Sego Krawu, dan Kopi Uthek. Tak ketinggalan, program edukatif budaya seperti Sendratari Meras Gandrung menambah kekayaan pengalaman.
Gandrung Sewu 2025 bukan sekadar perayaan budaya. Dia adalah perjumpaan antara seni, sejarah, ekonomi, dan pariwisata menjadikan Banyuwangi sebagai panggung dunia yang sesungguhnya. Jangan lewatkan momen kolosal yang akan menjadi saksi bersatunya ribuan langkah dalam satu irama: Selendang Sang Gandrung. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |