Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

RM Djoyo Poernomo Ajarkan Islam di Wilayah Tojo

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

LOKASI makam RM. Djoyo Poernomo di Dusun Tojo Kidul, Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu, cukup mudah ditemukan. Menuju makam, ada gapura yang memberi tanda tempat makam tokoh asal Jogjakarta itu. Kompleks makam dipagari dinding setinggi orang dewasa.

Di tempat itu ada beberapa bangunan, seperti banguan joglo yang berisi makam, tempat peristirahatan peziarah, dan sebuah musala. Selain itu, di sisi utara juga ada tiga buah kolam, dua di antaranya berukuran cukup besar. RM. Djoyo Purnomo, atau orang sekitar menyebut Mbah Joyo, salah satu tokoh utama yang dimakamkan di tempat tersebut.

“Nama lain dari Mbah Joyo itu Markam Kasan Munodjo,” cetus Sulastri, cucu dari adik Mbah Joyo yang bernama Joyo Sekti Imam Tabri.  RM. Djoyo itu lahir di Mataram atau Jogjakarta. Sebelum tiba di Dusun Tojo Kidul, Desa Temuguruh, sempat tinggal di daerah Blitar, Malang, dan akhirnya di Banyuwangi.

“Mbah Djoyo itu pengikutnya Pangeran Diponegoro,” terangnya. Saat pertama tiba di Blambangan, dia sempat menetap di Sumber wadung, Desa Tulungrejo, Kecamatan Glenmore.“Saat dikejar Belanda, di Sumberwadung ada makam Mbah Djoyo, itu hanya untuk mengelabui Belanda,” ungkapnya.

Di Dusun Tojo Kidul, Desa Temuguruh, Mbah Djoyo mendirikan padepokan. Melalui bukunya Purwo Ayu Mardi Utomo, dia mengajak masyarakat dan pengikutnya berbuat baik. “Buku itu menjelaskan Alquran. Orang Jawa banyak yang tidak bisa bahasa Arab.

Dalam buku itu diterjemahkan ke bahasa Jawa,” cetusnya. Dalam menyebarkan agama Islam, mbah  Djoyo sering menggunakan tembang dengan lirik yang mengandung pesan agama. “Mbah Djoyo banyak menyusun buku. Isinya ajakan pada kebaikan, tapi cukup halus,” katanya.

Dalam penyebarannya itu, Mbah Djoyo juga mengajak pengikutnya mencintai bangsa. “Kata Mbah Djoyo, mempersatukan bangsa itu ada tiga, rukun tonggo jiwo, rukun tonggowismo, dan rukun tonggo negoro,” tirunya. Lastri sempat bertemu kakeknya itu.

Semasa  hidup biasanya setiap malam pukul 21.00 kakeknya itu mengadakan kegiatan di padepokan. Warga yang ingin masuk diharuskan berwudu. “Ritual mengheningkan cipta biasanya dilakukan dengan mengelilingi kolam,” terangnya.

Makam RM. Djoyo Pernomo itu pada hari tertentu banyak dikunjungi orang. Mereka sebagian besar berasal dari luar daerah. “Ramai Mas, mobilnya diparkir sampai di jalan-jalan,” cetus Abdul Latif, warga sekitar, seraya menyebut RM. Djoyo Poernomo itu oleh warga dianggap sebagai sesepuh. (radar)

Kata kunci yang digunakan :