Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Tahukan Anda? Kalender Jawa Sultan Agung Sempat Ditolak Banten, Batavia, dan Banyuwangi

tahukan-anda?-kalender-jawa-sultan-agung-sempat-ditolak-banten,-batavia,-dan-banyuwangi
Tahukan Anda? Kalender Jawa Sultan Agung Sempat Ditolak Banten, Batavia, dan Banyuwangi

RADARBANYUWANGI.ID – Tak banyak yang tahu, bahwa di balik kebijakan besar Sultan Agung Hanyakrakusuma dalam menciptakan Kalender Jawa, terdapat penolakan diam-diam dari beberapa wilayah penting Nusantara.

Adalah Banten, Batavia, dan sebagian Banyuwangi yang tidak mengikuti jejak Kerajaan Mataram dalam menerapkan sistem penanggalan baru ini.

Baca Juga: Kalender Jawa: Warisan Sultan Agung yang Menyatukan Tradisi Hindu-Budha dan Islam

Kalender Jawa yang dikenal saat ini merupakan hasil akulturasi dari penanggalan Saka (Hindu-Budha) dan kalender Hijriah (Islam), diciptakan pada masa kejayaan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung.

Perubahan besar ini terjadi pada 8 Juli 1633 M, bertepatan dengan 1 Suro 1555 Jawa atau 1 Muharam 1043 Hijriah.

“Sultan Agung ingin menyatukan ritus adat dan hari besar Islam agar masyarakat Jawa tidak bingung dalam merayakan keduanya,” kata Ghoffar Ismail dalam pengajian Tarjih Muhammadiyah, Rabu (2/8/2023).

Dukungan Luas, tapi Tidak Menyeluruh

Kebijakan ini langsung diberlakukan secara resmi di wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram, mencakup seluruh Pulau Jawa dan Madura.

Baca Juga: Kalender Jawa Ternyata Bukan Asli Jawa? Ini Fakta Mengejutkan dari Era Sultan Agung

Tapi di sisi lain, sejumlah wilayah yang berada di luar kendali Mataram saat itu menolak mengadopsi kalender tersebut.

Daerah-daerah yang dimaksud adalah:

  • Kesultanan Banten, yang saat itu masih menjaga otonominya dan memiliki sistem budaya serta keagamaan yang berbeda dari Mataram.
  • Batavia, yang kala itu telah berada di bawah kekuasaan VOC Belanda, tentu menolak segala bentuk sistem yang berbau politik dan budaya Mataram.
  • Sebagian wilayah Banyuwangi, yang secara historis lebih dekat dengan pengaruh Bali dan Hindu-Budha serta belum sepenuhnya berada dalam genggaman Sultan Agung.

Kalender sebagai Alat Politik dan Identitas Budaya

Penolakan terhadap kalender Jawa kala itu bukan semata karena perbedaan teknis, namun lebih kepada penegasan identitas politik dan budaya.

Kalender bukan sekadar alat penanggalan, tapi juga bentuk kontrol simbolik atas wilayah dan masyarakat.

Sumber: muhammadiyah.or.id, alif.id


Page 2

Pak Jokowi Sakit Apa?

Pak Jokowi Sakit Apa?

Minggu, 22 Juni 2025 | 20:58 WIB


Page 3

Baca Juga: 5 Gunung Erupsi Jelang Malam 1 Suro, Alam Seakan Kirim Isyarat!

“Penanggalan ini adalah instrumen kekuasaan sekaligus dakwah. Maka wajar jika wilayah yang tidak tunduk secara politis enggan menggunakannya,” ujar Ghoffar.

Apa yang Diubah Sultan Agung?

Kalender Jawa mengganti sistem Surya (matahari) dari penanggalan Saka menjadi sistem Lunar (bulan) seperti kalender Hijriah, tetapi tetap mempertahankan angka tahun Saka demi kesinambungan sejarah.

Nama bulan diubah menjadi: Suro, Sapar, Mulud, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkangidah, Besar, dan seterusnya — semuanya adaptasi dari Hijriah dengan lidah lokal.

Selain itu, kalender ini menggabungkan dua siklus hari: mingguan (Ahad–Sabtu) dan pancawara (Legi–Kliwon), yang menciptakan sistem waktu yang sangat khas dan masih digunakan hingga kini dalam berbagai upacara adat dan budaya Jawa.

Wilayah-Wilayah yang Bertahan dengan Sistem Lama

Penolakan Banten, Batavia, dan Banyuwangi kala itu tidak serta-merta menghentikan penyebaran kalender Jawa.

Namun, penolakan itu menjadi penanda penting bahwa akulturasi budaya tidak selalu terjadi seragam, bahkan di tengah kekuatan politik sebesar Mataram.

Banten misalnya, lebih memilih mempertahankan sistem penanggalan Islam murni.

Baca Juga: Kenapa Bulan Suro Dianggap Sakral? Ini Itu Apa-apa Tidak Boleh, Begini Asal-usulnya

Sementara Batavia dengan pengaruh kolonial VOC, punya kepentingan sendiri dalam menyusun waktu dan administrasi, yang jauh dari nilai-nilai budaya lokal.

Di sisi timur Jawa, Banyuwangi masih terikat erat dengan tradisi Hindu-Budha dari wilayah Blambangan dan Bali.

Hari Ini, Kalender Jawa Bertahan sebagai Warisan Budaya

Meski mendapat penolakan di beberapa wilayah pada masanya, kalender Jawa tetap bertahan dan bahkan hidup hingga kini di tengah masyarakat Jawa dan Madura.

Sumber: muhammadiyah.or.id, alif.id