Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Limbah Jati Belanda Diminati Industri Mebel

Birendra menujukkan kursi balita dengan bahan kayu jati Belanda, kemarin (15/10).
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Birendra menujukkan kursi balita dengan bahan kayu jati Belanda, kemarin (15/10).

GAMBIRAN – Limbah papan kayu jati Belanda bekas palet gudang atau perlengkapan industri, ternyata memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Apalagi, bila itu diproses menjadi mebeler dan kebutuhan rumah tangga. Selama ini, belum banyak yang melirik karena dianggap tidak kuat atau sulit didapat.

Tapi itu tidak bagi, Birendra Wiratama, 32, salah satu perajin mebel kayu asal Desa/Kecamatan Gambiran. Selama ini, dia menggunakan kayu jati Belanda untuk bahan mebel. “Ini mulai pakai jati Belanda sejak enam bulan lalu,” katanya.

Permintaan mebeler customized (disesuaikan) dengan bahan baku kayu jati Belanda sedang marak. Pihaknya sering melayani pemesanan untuk kebutuhan kafe dan display di toko-toko pakaian. “Yang sering itu untuk meja kafe dan distro,” ucapnya.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut, dia mendatangkan bahan baku ini dari daerah Pasuruan dan Probolinggo dengan harga mulai Rp 4.000 per batang. Sebenarnya, di Banyuwangi atau daerah Jember itu ada yang menjadi penyedia jati Belanda, tapi harganya agak mahal dan ukurannya belum sebanyak di Pasuruan.

“Di Pasuruan itu barang banyak, tapi ambilnya jauh, kalau di sini (Banyuwangi) mahal,” jelasnya. Secara teknis, jelas dia, kayu jati Belanda atau pinus ini tidak berbeda dengan kayu jenis lain. Hanya saja, kayu ini lebih ringan dan mudah dibentuk dengan permukaan lebih halus dan ringan. “Kalau dibentuk lebih mudah,” jelasnya.

Harga setiap mebeler lebih mengacu pada kesulitan pembuatan dan desain. Sementara kebutuhan kayu, bisa dihitung sejak awal dan harganya sudah bisa dirinci. “Kayu harganya sama, jadi upahnya diukur tingkat kesulitannya,” ungkapnya.

Sementara itu, Romdan Rijal, 29, salah satu pengelola studio foto Desa/Kecamatan Gambiran, mengungkapkan tertarik membuat properti dari bahan jati Belanda, karena lebih ringan dan bentuknya memiliki nilai artistik yang lebih dibanding kayu jenis lain. “Lebih terlihat kekinian dan kesan ringan,” jelasnya.(radar)