Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Pertahankan Rasa, Raup Keuntungan Rp 6 Juta per Bulan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

RUMAH milik Ervin Aulia tampak sepi siang itu. Saat Jawa Pos Radar Banyuwangi (JP-RaBa) mengunjungi kediaman mantan Karyawati PT PBS yang berada di Jalan Bromo, Kelurahan Singotrunan, itu tampak tidak ada orang di dalam rumah yang ditempeli  hiasan-hiasan bergambar pizza.

Tak lama, setelah JP-RaBa menekan tombol bel di sudut kiri pintu, keluarlah seorang wanita paruh baya berkerudung dengan tergesa-gesa. Ya, dialah Ervin Aulia, salah seorang mantan karyawati PBS yang sekarang memilih menekuni bisnis kuliner, yaitu Pizza.

Aulia pun langsung mempersilah kan JP RaBa untuk masuk. Dia mengatakan, tempat itu sebenarnya adalah warung rengginang milik ibunya yang sedang  dirubah pelan-pelan untuk kedai pizza. Aulia  mengaku sudah hampir delapan bulan banting  setir berjualan pizza secara online un tuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Maklum, sejak bulan Mei tahun 2016 lalu, belum ada kejelasan tentang gaji dari PT. PBS.

“Mulai bulan Mei tahun lalu kita sudah tidak kerja, statusnya masih karyawan. Tapi melihat kondisi perusahaan seperti sekarang, kita  semua terpaksa pulang ke rumah,” ujar sulung dari empat bersaudara itu. Usai PT. PBS tak lagi beroperasi, Aulia pun sempat bingung pekerjaan apa yang harus  dia lakukan.

Apalagi sebelumnya dia tidak pernah mempersiapkan situasi tersebut. Sampai  akhirnya, suaminya, Muh Rofii, yang bekerja di salah satu restoran Italia di Bali memberinya ide untuk membuat pizza. Aulia yang awalnya ragu kemudian mulai  memberanikan diri melakukan eksperimen.

Apalagi saat itu masih belum terlalu banyak orang yang menjual pizza di Banyuwangi. Berbekal dari pengalaman suaminya mengamati proses pembuatan pizza, dia pun mulai membeli beberapa peralatan seperti oven dan penggiling  adonan untuk membuat pizza.  Itu pun tak langsung lancar.

Berulang kali adonan yang dibuatnya justru menjadi roti karena terlalu mengembang. Tak jarang juga  adonan menjadi bantet karena salah takaran. “Saya coba sampai tiga kali waktu itu. Lumanyan banyak bahan yang dihabiskan, tapi bagaimana  lagi. Saya pingin bisa membuat yang maksimal supaya orang suka” kata Aulia.

Akhirnya setelah berbekal beberapa kali percobaan ditambah dengan sedikit pengetahuan dari internet, Aulia kemudian berhasil  membuat pizza dengan komposisi adonan  yang proporsional. Dia pun kemudian mengundang beberapa orang saudaranya untuk ikut mencoba pizza buatannya. Yang saat itu, menurutnya, cukup puas dengan pizza buatan dari tangan Aulia.

“Pizza ini ternyata kuncinya ada di adonannya. Karena itu saya usahakan selalu membuat baru. Beberapa ada memang pizza yang sudah dibekukan di freezer, jadi tinggal dioven lagi, tapi saya selalu buat baru,” terangnya. Mulai saat itu, mulailah Aulia berani menjual pizza-pizzanya.

Dimulai dari teman-teman  dekatnya yang kemudian ikut membantu mempromosikan. Agar tak ketinggalan zaman, dia pun ikut mempromosikan pizza buatannya ke media sosial seperti Facebook, BlackBerry Mesenger dan Instagram.

Aulia pun kemudian mengajak JP-RaBa untuk melihat dapur tempatnya membuat pizza yang berada di bagian belakang rumah. Cukup sederhana, namun cukup rapi dan tertata untuk ukuran tempat pembuatan pizza homemade. Aulia pun menunjukkan sepintas proses pembuatan Pizza.

Dia mengatakan, ada dua jenis pizza yang ada di dunia. Pizza Italia dan Pizza Amerika. Perbedaannya ada pada tingkat ketebalan adonan. “Kalau di Banyuwangi ini rata-rata model pizza Amerika. Jadi pizzanya agak tebal dengan dominasi toping dengan daging,’’ ujarnya.

Sambil mempraktikkan cara melebarkan adonan menjadi berbentuk piring, kemudian menaburi  dengan tepung jagung, Aulia menceritakan jika suaminya juga selalu memantau pizza buatannya.  Meskipun harganya tergolong murah dibanding pizza-pizza lainnya, tetapi suaminya selalu mengatakan kepadanya untuk mempertahankan kualitas dari pizza itu sendiri.

“Kadang orang tidak berani kalau membuat  pizza kebanyakan keju atau toping lainnya, karena memang mahal bahannya, tapi suami saya bilang kalau kualitasnya harus tetap bagus, setidaknya mirip-mirip sama yang di restoran Italia,” kata Aulia sambil tersenyum.

Saat ini, Aulia mengaku peminat pizzanya sudah dapat dikatakan cukup banyak. Setidaknya minimal lima pizza berbagai ukuran bisa  dijualnya dalam sehari. Bahkan, jika sedang  ramai dalam sehari dia bisa membuat sampai  15 loyang pizza berbagai ukuran.

Pelanggannya pun tak hanya di sekitar Banyuwangi kota saja, alumni SMAN 1 Giri itu mengatakan, sering dia mengirim ke daerah Wongsorejo dan Banyuwangi wilayah selatan seperti Genteng dan Tegaldlimo. “Ada kantor- kantor yang sering pesan di daerah Rogojampi. Kalau jasa antar saya biasanya menggunakan  jasa lokal seperti Bang Jek dan Joss,’’ jelasnya.

Sambil mengangkat pizza yang sudah matang, Aulia mengaku bersyukur akhirnya usaha yang dipilihnya bisa berjalan. Meskipun suaminya bisa menafkahinya, namun mantan karyawati PT. PBS itu mengaku sudah terbiasa mencariuang sendiri.

“Alhamdulillah sekarang sudah jalan. Dulu sempat bingung setelah perusahaan bermasalah saya mau kerja apa lagi,” kenangnya. Kini dengan usahanya berjualan makanan  khas italia itu, Aulia mengatakan rata-rata dalam sebulan dia memperoleh pendapatan  antara Rp 3 juta sampai Rp 6 juta. Tergantung  ramai dan tidaknya pesanan. Dari pizza  hasil  eksperimennya, sekarang sudah ada 10 varian  toping. Mulai daging sapi hingga tuna ikan.

“Prinsipnya saya buat yang enak dan harganya tidak terlalu mahal. Sesuai sama selera  masyarakat Banyuwangi. Inginnya nanti bisa buat kedai sendiri, tapi lihat dulu bagaimana animo masyarakat,” pungkasnya. (radar)