Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Tidur Dikelilingi Bunga, Tetap Kreatif di Usia Senja

Eksis: Mniéfziti monyelcsaikankembang teluf dirmang tama KeçamatanVRogojampi.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Misrati menyelesaikan kembang telur di ruang tamu di Desa/Kecamatan Rogojampi.

Tidur di antara hiasan bunga berwarna-warni dilakoni Misrati sejak enam bulan terakhir. Perempuan berusia 64 tahun itu rela mengalah saat tidur, demi menampung ribuan hiasan kembang telur dagangannya.

DEDY JUMHARDIYANTO, Rogojampi

USIA boleh tua, tapi semangat hidup harus tetap berkobar. ltulah spirit yang dimiliki Misrati, seorang perajin kembang telur di Dusun Jagalan, RT 02, RW 02, Desa/Kecamatan Rogojampi.

Nenek berusia lebih dari setengah abad itu masih tetap eksis dan terus berkarya. Letak rumahnya persis berada di belakang Pasar Rogojampi. Untuk sampai ke rumahnya harus melewati gang sempit dengan berjalan sepanjang lebih kurang 100 meter.

Rumahnya persis berada di ujung lorong. Dari pintu masuk rumah berukuran tujuh kali tujuh meter itu jelas terlihat bunga warna-warni. Tangkai bunga yang terbuat dari kertas kelobot tersebut diletakkan pada sebuah wadah kotak.

Misrati duduk dikelilingi ribuan kembang telur hasil kreasinya. Ribuan kembang telur itu diproduksi Misrati sejak enam bulan terakhir. Sebagian kembang telur hasil kerjanya juga telah laku terjual.

Jemarinya masih lentik mengerjakan hiasan kembang telur yang akan di persiapkan umuk peringatan Maulid Nabi. Tatapan matanya tertuju pada jemarinya yang memutar dan menempelkan lem ke arah kertas dan bambu.

Agar tidak mudah lelah, bokong ibu lima anak itu diganjal dengan busa yang dibentuk-mirip jok mobil. Kedua kakinya selonjor. Itulah aktivitas yang dilakoni nenek delapan cucu sejak sebelum bulan Rabiul Awal, atau bulan Maulud tiba.

Misrati mengaku tak banyak aktivitas yang dilakukan di usianya yang sudah tua. Fisiknya sudah melemah, tidak seperti saat masih remaja. Momen peringatan Maulid Nabi yang disertai dengan adanya pawai kembang telur mendatangkan berkah baginya. “Saya sudah tua, tidak butuh keinginan yang muluk-muluk. Yang penting bisa makan dan kumpul anak cucu sudah bahagia,” ujarnya.

Membuat kerajinan kembang telur sekali dalam setahun sudah menjadi kebiasaannya sejak tahun 1980 silam. Tidak ada guru atau pelatih yang mengajarinya  membuat kerajinan itu. Semua dilakukan secara otodidak dari generasi sebelumnya.

Warga yang tinggal dibelakang Pasar Rogojampi itu, sebagian besar sudah memiiiki keterampilan membuat kerajinan kembang telur tersebut secara turun temurun. ”Laki-lakinya bagian yang menghaluskan bambu. Kalau wanita bagian yang menghias,” jelas nenek dua buyut itu.

Praktis, tak ada yang repot selama membuat kerajinan kembang telur tersebut. Dia hanya tinggal menghias dan menempelkan kertas ke bagian bambu yang digunakan sebagai tangkai. Bambu yang sudah diirat (disayat dan dihaluskan) sudah banyak dijual oleh tetangga sekitar rumah tempat tinggalnya.

Dalam sehari, Misrati mampu mecngerjakan hingga 500 biji kembang telur seorang diri. Kertas kelobot dan kertas layang-layang yang menjadi bahan dasar sudah dipotong terlebih dahulu. Selama mengerjakan kerajinan itu, tentu banyak dibutuhkan lem untuk perekat.

Agar memperkecil biaya pengeluaran, Lem perekat yang digunakan juga dibuat khusus. Lem dibuat dari adonan tepung tapioka yang diencerkan dengan air bersih, dan direbus hingga mengental. Agar hasil kualitas kerajinan kembang telur maksimal, dia juga memilih bambu yang benar-benar sudah tua dan kering.

“Kalau bambunya masih muda dan basah, biasanya lemnya kurang lengket. Hasil kembang telurnya juga kurang baik,” terang wanita yang kulitnya sudah mulai kerlput itu.

Selama enam bulan terakhir, mulai pagi siang hingga malam hari, dia hanya beraktivitas di dalam rumah. Pekerjaan itu dilakoni setelah semua pekerjaan rumah seperti memasak, cuci baju selesai. Terkadang, dia juga dibantu oleh cucunya yang masih kecil.

Meski belum tentu laku terjual, Misrati terus memproduksi kembang telur tersebut hingga menjelang hari Maulid Nabi. Dia memiliki keyakinan jika ribuan kembang telur tersebut akan habis laku terjual. Karena semakin mendekati hari Maulid, semakin banyak pedagang dan orang yang membutuhkan kembang telur.

“Kadang juga ada pemesan yang datang ke rumah. Mereka pesan khusus dengan warna dan bentuk yang sama,” jelasnya. Karena masih menunggu pedagang yang mengambil hasil kerajinan buatannya, praktis semua kembang telur itu diletakkan di ruangan rumahnya.

Mulai dari atas lemari, ruang tamu, hingga dua kamar tidur rumahnya penuh dengan kembang telur. Bahkan, dia juga harus mengalah tidur karena kamarnya penuh untuk meletakkan kembang telur.

“Sayat tidur di kamar sempit dikelilingi bunga-bunga mini, karena semua ruangan sudah penuh dengan kembang telur,” ujarnya terkekeh-kekeh.

Hasil kerajinan kembang telur itu dijualnya dengan harga Rp 1000 per biji. Jika dibeli dalam jumlah banyak, harganya bisa lebih murah. Pemesan kembang telur itu tidak hanya dari pedagang di Pasar Rogojampi, melainkan juga dari Pasar Srono, Pasar Benculuk, Pasar Jajag, dan Pasar Genteng.

“Hasil penjualan saya tabung dan ikut arisan, jadi untuk modal buat lagi sudah tidak bingung,” tandasnya. (radar)