Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Adaptasi Kuliner Lokal, Terkesan dengan Magis

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
LINCAH: Aksi Jin Jun (merah) saat membela Persewangi.
Jin Jun adalah satu dari tiga pemain asing Persewangi di pentas Divisi Utama PSSI musim ini. Pemain asal Korea Selatan itu menjadi bagian penting bagi Persewangi. Meski garang di lapangan, ternyata di luar arena Jin Jun ramah.
– NIKLAAS ANDRIES, – Banyuwangi-

VINI Vidi Vici yang artinya saya datang, saya lihat, dan saya menang. Semboyan itu memberi kesan mendalam bagi Jin Jun. Pemuda asal Korea Selatan itu begitu mengidolakan semboyan hidup yang dicetuskan Julius Caesar
tersebut. Dia pun mengabadikan semboyan penyemangat itu salah satu bagian tubuhnya. Tulisan itu pernah saya baca saat sama-sama berada di locker room sebelum dan sesudah pertandingan.

Jun bermain sepak bola sejak usia 11 tahun. Sejak itu, Jun bermain di posisi gelandang. Namun demikian, dia harus tetap siap dengan strategi apa pun yang
diterapkan pelatih.  Tidak jarang, dia dimainkan sebagai tukang gedor di barisan depan. Namun, posisi yang berbeda itu tidak membuatnya kaku. Justru dia semakin bersemangat ketika dimainkan menjadi menggedor gawang lawan.

Berbekal kemampuan mengolah bola, Jun sudah merasakan ketatnya persaingan kompetisi di negeri asalnya sejak usia belia. Di usia remaja, dia sudah bergabung dengan sebuah tim profesional sekolah. Tujuh musim kemudian, pria bermata sipit itu mulai mencoba peruntungan bermain bola di luar negeri.

Jun pun diajak temannya hijrah ke Liga Singapura. Pemain yang akrab dengan nomor punggung 14 itu pernah merasakan ketatnya atmosfer sepak bola Negeri Singa selama satu musim. Lepas dari Singapura, Jun hijrah lagi ke Liga Indonesia. PSCS Cilacap adalah pelabuhan pertamanya di Indonesia. Bersama PSCS, Jun berlaga di pentas Divisi Utama. Tahun kedua di Indonesia, Jun memutuskan hengkang dari PSCS.

Atas saran rekan dan agen, dia memilih berlabuh di Persewangi. Meski awalnya
buta informasi terkait Persewangi, tapi dia tetap mantap untuk membela kesebelasan Bumi Blambangan ini. Hampir empat bulan di Banyuwangi, Jun menemukan banyak hal baru. Salah satunya, mengenai iklim sepak bola yang cukup luar biasa. Animo penonton untuk datang dan mendukung Persewangi sangatlah besar. Bahkan, dalam laga away, suporter Persewangi dia nilai juga sangat fanatik.

Itulah yang membuatnya betah di Banyuwangi. Selain karena animo penonton,
Jun kerasan di Banyuwangi juga karena terkesan keramahan masyarakat. Tidak
jarang kehadirannya di pusat keramaian menjadikannya pusat perhatian. Dengan senang hati, pemain penggila spaghetti itu menyempatkan diri berfoto bersama fans.

Jun juga terkesima dengan keanekaragaman dan kekayaan Banyuwangi, termasuk makanan. Sampai saat ini Jun masih dalam tahap adaptasi. Pengalamannya masih kurang jika dibanding dua pemain asing lainnya, Moukelele Ebanga dan Victor da Silva, yang sudah lama bermain di Liga Indonesia.

Selain itu, Jun belum lancar berbahasa Indonesia. Dia juga masih terkendala makanan Indonesia yang terbilang rumit. Dua tahun berada di Indonesia, lidahnya belum terbiasa dengan kuliner Nusantara, termasuk kuliner khas Banyuwangi. Inilah yang menjadi problem Jun. Meski demikian, Jun terus menjajal beberapa menu lokal, di antaranya nasi rawon.

Ternyata, menurutnya nasi rawon sangat enak. Itulah salah satu menu kegemarannya. Setelah itu, dia mencoba rujak soto. Meski belum pernah merasakan makanan tersebut, ternyata Jun juga menyukai makanan berkuah kuning itu. Selama ini, Jun masih kerap memasak makanan khas Korea sendiri.

Alasannya, dia rindu masakan kampung halaman. Selain terkait kuliner, Jun juga ingin pelesir ke beberapa objek wisata di Banyuwangi. Sejauh ini, dia baru pelesir ke Watudodol dan Perkebunan Kalibendo. Bila ada kesempatan, dia ingin ke Kawah Ijen. Ternyata Jun juga terkesan dengan nuansa magis di Banyuwangi yang kental. Bahkan, dia geleng kepala karena pernah merasakan keampuhan magis khas Bumi Blambangan.

Begini ceritanya, waktu itu menjelang kompetisi dimulai, dokter memvonisnya menderita thypus. Dengan bantuan tukang terapi selama dua pekan, akhirnya dia dinyatakan sembuh oleh dokter dan diperbolehkan bermain sepak bola. Keheranan Jun terus berlanjut. Cedera bahu yang dialaminya juga diselesaikan
dalam hitungan menit. Cukup sekali gosok, sakit di bahu langsung hilang. Sambil sedikit bercanda, Jun mengatakan bahwa di negerinya tidak ada yang seperti itu. ‘’Sepak bola Korea tidak pakai magis,’’ pungkasnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :