Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Akhir dari Pemilu 5 Kotak! MK Resmi Pisahkan Jadwal Pemilu Nasional dan Daerah

akhir-dari-pemilu-5-kotak!-mk-resmi-pisahkan-jadwal-pemilu-nasional-dan-daerah
Akhir dari Pemilu 5 Kotak! MK Resmi Pisahkan Jadwal Pemilu Nasional dan Daerah

RADARBANYUWANGI.ID –Tahun 2029 akan menandai berakhirnya keberadaan pemilu serentak. Ini menyusul keputusan Mahkamah Konstutusi (MK) yang memutuskan mulai tahun 2029, pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) harus dibedakan antara pemilu nasional dan pemilu daerah.

Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden. Sedangkan pemilu daerah merupakan lingkup pemilihan untuk DPRD provinsi/kabupaten/kota, serta gubernur/wakil, bupati/wakil, dan walikota/wakil.

Keputusan ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/).

Baca Juga: Bukan Bulan Gaib! Sejarah Penting Mengapa Muharram Dianggap Suci dalam Islam

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa keserentakan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pemilu nasional dan daerah .

Dengan demikian, model pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai ‘pemilu lima kotak tidak lagi berlaku mulai 2029 mendatang.

MK menilai perubahan ini penting untuk meningkatkan kualitas pemilu. Sekaligus memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam menyalurkan hak pilih sebagai wujud kedaulatan rakyat.

Baca Juga: Mengapa Umat Muslim Minum Susu Putih di Malam 1 Muharram? Ini Alasannya

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang berdekatan waktunya menyulitkan masyarakat dalam mengevaluasi kinerja hasil pemilu nasional.

Imbasnya isu-isu pembangunan daerah cenderung tenggelam oleh dominasi isu nasional yang muncul dalam kampanye pemilu legislatif dan pilpres.

“Masalah pembangunan di provinsi, kabupaten, dan kota tetap harus menjadi perhatian utama, dan tidak boleh dikalahkan oleh hiruk-pikuk isu nasional,” ujar Wakil Ketua MK, Saldi Isra.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyoroti bahwa tumpang tindih jadwal pemilu juga berdampak pada pelemahan kelembagaan partai politik.

Jadwal yang terlalu berdekatan mengakibatkan parpol tidak memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan kader terbaik dalam kontestasi politik, baik di tingkat nasional maupun daerah.

“Parpol menjadi mudah terjebak pada pendekatan pragmatis yang mengedepankan popularitas semata, dan mengabaikan idealisme serta ideologi partai,” ujar Arief.

Selain itu, Arief menambahkan bahwa beban kerja penyelenggara pemilu juga menumpuk akibat jadwal yang terlalu padat, yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas pelaksanaan pemilu.


Page 2

Bahkan, dalam beberapa periode, masa jabatan penyelenggara hanya benar-benar efektif selama dua tahun dari lima tahun masa tugas.

Sementara itu MK juga menilai, pemilu serentak dalam satu waktu dengan banyak jenis pemilihan membuat pemilih mengalami kejenuhan dan kehilangan fokus.

Hal ini diperparah oleh banyaknya calon yang harus dipilih dalam waktu singkat, seperti yang terjadi dalam model pemilu lima kotak.

Baca Juga: 1 Muharram Ramai Dibahas, Tapi Muslim Lupa Rahasia Terpendam di 10 Muharram

“Kondisi ini, disadari atau tidak, menggerus kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat,” lanjut Saldi Isra.

Mahkamah tidak menetapkan waktu pasti antara pemilu nasional dan daerah. Namun, dalam putusannya, MK memberikan tenggat bahwa pemilu daerah harus dilaksanakan paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden dan wakil presiden, atau setelah pelantikan anggota DPR dan DPD.

Terkait pengaturan masa transisi, termasuk masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD hasil pemilu 2024. MK menyerahkan kewenangan sepenuhnya kepada pembentuk undang-undang.

Perumusan ini harus dilakukan melalui constitutional engineering dengan memperhatikan prinsip transisi yang konstitusional.

Baca Juga: Liga 2 Kick-off September 2025, Deltras FC Mulai Panaskan Mesin

Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Pasal-pasal tersebut hanya sah jika dimaknai bahwa pemilu nasional dan daerah dilakukan secara serentak, namun dalam rentang waktu berbeda: dua hingga dua setengah tahun.

“Dengan ketentuan itu, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat,” kata Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar putusan.

Putusan ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang mengajukan uji materi terkait keserentakan pemilu dan dampaknya terhadap kualitas demokrasi.(*)


Page 3

RADARBANYUWANGI.ID –Tahun 2029 akan menandai berakhirnya keberadaan pemilu serentak. Ini menyusul keputusan Mahkamah Konstutusi (MK) yang memutuskan mulai tahun 2029, pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) harus dibedakan antara pemilu nasional dan pemilu daerah.

Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden. Sedangkan pemilu daerah merupakan lingkup pemilihan untuk DPRD provinsi/kabupaten/kota, serta gubernur/wakil, bupati/wakil, dan walikota/wakil.

Keputusan ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/).

Baca Juga: Bukan Bulan Gaib! Sejarah Penting Mengapa Muharram Dianggap Suci dalam Islam

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa keserentakan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pemilu nasional dan daerah .

Dengan demikian, model pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai ‘pemilu lima kotak tidak lagi berlaku mulai 2029 mendatang.

MK menilai perubahan ini penting untuk meningkatkan kualitas pemilu. Sekaligus memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam menyalurkan hak pilih sebagai wujud kedaulatan rakyat.

Baca Juga: Mengapa Umat Muslim Minum Susu Putih di Malam 1 Muharram? Ini Alasannya

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan daerah yang berdekatan waktunya menyulitkan masyarakat dalam mengevaluasi kinerja hasil pemilu nasional.

Imbasnya isu-isu pembangunan daerah cenderung tenggelam oleh dominasi isu nasional yang muncul dalam kampanye pemilu legislatif dan pilpres.

“Masalah pembangunan di provinsi, kabupaten, dan kota tetap harus menjadi perhatian utama, dan tidak boleh dikalahkan oleh hiruk-pikuk isu nasional,” ujar Wakil Ketua MK, Saldi Isra.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyoroti bahwa tumpang tindih jadwal pemilu juga berdampak pada pelemahan kelembagaan partai politik.

Jadwal yang terlalu berdekatan mengakibatkan parpol tidak memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan kader terbaik dalam kontestasi politik, baik di tingkat nasional maupun daerah.

“Parpol menjadi mudah terjebak pada pendekatan pragmatis yang mengedepankan popularitas semata, dan mengabaikan idealisme serta ideologi partai,” ujar Arief.

Selain itu, Arief menambahkan bahwa beban kerja penyelenggara pemilu juga menumpuk akibat jadwal yang terlalu padat, yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas pelaksanaan pemilu.