Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Dahsyatnya Surga Rokok

Dra. NINIEK FAIZAH
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Dra. NINIEK FAIZAH
Dra. NINIEK FAIZAH

FATWA haram merokok dari MUI dan Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Muhammadiyah beberapa waktu lalu tentu bukan tanpa dasar. Sebab, satu batang rokok yang hanya seukuran pensil sepuluh sentimeter itu ibarat sebuah pabrik berjalan yang menghasilkan ribuan bahan kimia berbahaya. Satu batang rokok yang dibakar kira-kira mengeluarkan empat ribu bahan kimia.

Menurut Doktor RA Nainggolan (1998), terdapat beberapa bahan kimia di dalam rokok, di antaranya acrolein. Acrolein merupakan zat cair yang tidak berwarna, seperti aldehyde. Zat ini sedikit-banyak mengandung alkohol dan sangat mengganggu kesehatan. Rokok mengandung zat yang sangat terkenal, yaitu nikotin. Nikotin adalah cairan berminyak yang tidak berwarna dan dapat membuat rasa perih yang sangat. Dalam tubuh manusia, nikotin dapat mengganggu kontraksi rasa lapar. Itu sebabnya seorang perokok bisa merasa tidak lapar meski belum makan.

Melihat begitu banyak bahan kimia di dalam rokok, tentu tidak disangsikan bahwa rokok merupakan sumber bencana dan perusak tubuh yang mengisap. Salah satu dampak rokok adalah mengganggu sistem sirkulasi darah. Itu bisa memicu penyakit jantung. Berdasar laporan Badan Lingkungan Hidup Amerika (EPA: Environmental Protection Agency), tidak kurang dari 300 ribu anak berusia satu hingga satu seten- gah tahun menderita bronchitis dan pneumonia.

Sebab, mereka turut mengisap asap rokok yang diembuskan orang sekitar, terutama ayah-ibunya. Lebih dari 43 juta anak Indonesia tercatat serumah dengan perokok dan terpapar asap tembakau setiap hari. Padahal, pertumbuhan paru-paru anak yang terpapar asap tembakau bisa terhambat; lebih mudah terkena bronchitis dan infeksi saluran pernapasan, telinga, dan asma. Mengutip data The Global Youth Survey pada 2006; 6 di antara 10 pelajar (64,2 persen) telah terpapar asap rokok selama di rumah, dan lebih dari sepertiga (37,3 persen) dari mereka telah merokok.

Bahkan, 3 di antara 10 pelajar atau sekitar 30,9 persen sudah merokok sejak usia di bawah 10 tahun. Jumlah perokok di kalangan anak-anak dan kaum muda Indonesia meningkat karena terpengaruh iklan dan promosi rokok. Ini adalah sisi mengerikan industri tembakau sebagai penebar maut yang di beberapa negara sudah dibatasi dengan ketat, tapi di negeri ini masih bebas beriklan, berpromosi, bahkan membiayai even olahraga dan musik. Lebih parah lagi, tembakau disanjung sebagai “penolong” negara karena memberikan cukai sekitar Rp 40 triliun per tahun.

Data pada 1999, rakyat Indonesia belanja buku dan koran Rp 1,9 triliun per tahun, tapi belanja rokok Rp 47 triliun per tahun. Orang miskin juga mengalokasikan pendapatan untuk membeli rokok dengan persentase sangat besar. Mereka yang miskin kian miskin karena uang mereka lebih banyak digunakan membeli rokok daripada mencukupi kebutuhan pokok keluarga dan pendidikan anak-anak. Perusahaan tembakau memberikan wajah ganda yang mengerikan.

Di satu sisi membuat kaya raya segelintir pengusahanya, dan di sisi lain membuat miskin ratusan juta orang di seluruh dunia dan membenamkan sejumlah penyakit ke dalam tubuh ratusan juta perokok aktif maupun pasif. Nasib kaum ibu yang bersuami perokok tak berbeda jauh. Penelitian yang dilakukan EPA menghasilkan kesimpulan bahwa 24 dari 30 wanita berisiko tinggi terserang kanker paru- paru bila suaminya perokok.

Selain itu, menurut para peneliti di Fakultas Kedokteran, Universitas New York, wanita yang merokok lebih dari 10 batang per hari memiliki peluang memasuki menopause dini 40 persen lebih besar ketimbang para wanita yang tidak mero- kok. Wanita perokok rata-rata memasuki masa menopause lebih cepat 9 bulan ketimbang wanita yang tidak merokok. Kepala Perwakilan WHO (World Health Organization) di Indonesia, George Petersen, mengungkapkan saat ini sekitar empat juta orang mati tiap tahun karena rokok.

Indonesia bertengger di peringkat kelima setelah Tiongkok, AS, Rusia, dan Jepang. Tentu itu sangat mengkhawatirkan. Namun, rupanya pemerintah Indonesia sampai kini lebih senang menerima cukai dari industri tembakau daripada melindungi kesehatan rakyat. Jika ditelusuri, sebetulnya yang membayar cukai bukanlah industri rokok melainkan para konsumen rokok yang mayoritas warga miskin. Kita harus bersyukur atas fatwa haram merokok. Ayo, jauhi asap rokok dan jangan mau jadi korban dahsyatnya “surga rokok”! *) Penanggung Jawab Posyandu Balita & Lansia Perum Kebalenan Indah Banyuwangi. (@ radar )