Radarbanyuwangi.id – Pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2019 hingga 2021, masih menyisakan dampak kurang baik bagi usaha kerajinan masyarakat. Salah satunya perajin batik di Desa Gendoh, Kecamatan Sempu, Kamis (6/6).
Perajin batik khas Banyuwangi, Ade Rendra, 37, asal Dusun Klontang, Desa Gendoh, menyampaikan usaha batiknya belum pulih sejak ada Pandemi Covid-19. Sebagai generasi kedua dari usaha batik keluarga ini, omset penjualan batik masih belum pulih.
“Masih turun 50 persen, sebelum Covid-19 omset per bulan bisa Rp 20 juta, sekarang omset hanya Rp 10 juta per bulan,” ujarnya pada Jawa Pos Radar Genteng.
Untuk bertahan usahanya bisa tetap berjalan, Ade terpaksa mengurangi jumlah karyawan. Sebelumnya, di tempatnya ada 35 orang karyawan, dan sekarang hanya memiliki 15 karyawan. “Dulu empat bulan sekali bisa ekspor batik hingga 3.000 ribu lembar, sekarang ekspor vakum, tidak ada permintaan,” katanya.
Batik hasil karyanya ini, jelas dia, dulu diekspor ke Las Vegas melalui Bali. Ekspor itu berhenti saat Pandemi Covid-19, dan hingga kini belum ada lagi permintaan dari pasar luar negeri. “Setelah pandemi terasa sekali dampaknya, banyak pengurangan produksi karena tidak ada permintaan dari luar negeri, dan permintaan lokal ditangguhkan,” katanya.
Gara-gara pandemi itu, lanjut dia, usaha batiknya ini dalam sebulan hanya mampu memperoduksi 300 hingga 400 lembar kain batik dengan ukuran dua meter. “Penjualan masih belum normal setelah pandemi,” ucapnya singkat.
Ade mengaku untuk mempertahankan usaha warisan dari orang tuanya ini, harus bekerja keras. Ia harus jeli dalam melihat peluang pasar, dan menciptakan inovasi demi meningkatkan penjualan batik. “Alhamdulillah, usaha batik ini masih berjalan, karena kami berani memilih warna yang mencolok di pasar,” katanya.
Ade menyediakan batik untuk berbagai kebutuhan. Mulai dari seragam sekolah hingga instansi pemerintah. “Produksi kain batik itu sekarang disesuaikan dengan permintaan pelanggan,” tandasnya.(rei/abi)







