TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi terus memperkuat kesiapsiagaan terhadap potensi kebencanaan demi keselamatan warganya. Upaya itu diwujudkan dengan memastikan Sistem Deteksi Dini Bencana atau Early Warning System (EWS) terus siaga.
Untuk menjamin EWS yang telah terpasang di seluruh titik pesisir, baik utara maupun selatan Banyuwangi, berfungsi optimal. Petugas BPBD Banyuwangi secara rutin melakukan pengecekan perangkat sistem.
Kalaksa BPBD Banyuwangi, Danang Hartanto, melalui anggota Pusdalops, Ismanto menjelaskan, jika pihaknya secara berkala memastikan EWS berfungsi optimal. Selain mengecek keseluruhan perangkat, juga dilakukan pengujian fungsi alat.
“Setiap bulan pada tanggal 26, pukul 10.00 WIB kita melakukan pembunyian, sebagai cara untuk mengecek kondisi EWS,” katanya, Kamis (7/11/2025).
Pengecekan tak hanya fokus pada sistem utama, lanjut Ismanto, tapi juga mencakup peralatan penunjang seperti kelistrikan dan jaringan internet.
“Alat ini bergantung pada daya listrik dan koneksi wifi. Jadi semua komponen itu juga kami cek agar dalam kondisi aktif,” terangnya.
Menurut Ismanto, perangkat EWS memiliki kemampuan mendeteksi dini potensi tsunami hingga dua jam sebelum gelombang mencapai daratan. Saat sistem aktif, sirine akan berbunyi dengan nada keras selama satu jam tanpa henti.
“Dengan begitu, warga punya waktu untuk segera menyelamatkan diri jika benar-benar terjadi tsunami. Karena itu, perawatan rutin jadi hal wajib,” tuturnya.
Diketahui, saat ini, ada tiga titik utama di pesisir Selatan Banyuwangi yang sudah dilengkapi EWS, yakni di Pelabuhan Muncar, Pantai Grajagan, dan Pantai Rajegwesi, Kecamatan Pesanggaran.
Selain di wilayah selatan, perangkat serupa juga terpasang di sepanjang garis pantai Banyuwangi bagian utara seperti wilayah Pantai Blimbingsari, Kampung Mandar, hingga pantai di Wongsorejo. Beberapa di antaranya merupakan milik BPBD dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Adapun perangkat EWS yang terpasang di Banyuwangi beberapa merupakan milik BPBD Provinsi Jawa Timur. Sehingga untuk teknisi perawatannya berasal dari Surabaya.
“Teknisi alat ini dari Surabaya karena perangkatnya milik BPBD Provinsi. Jadi kalau ada gangguan, mereka yang datang ke lokasi. Tidak tentu waktunya karena operatornya bukan dari Banyuwangi,” jelas Ismanto.
BPBD juga memastikan warga di kawasan rawan bencana sudah dibekali informasi terkait fungsi dan bunyi sirine tersebut.
“Kami sudah sosialisasikan kepada penduduk pesisir, terutama di wilayah selatan yang rawan tsunami. Sosialisasi dilakukan langsung dengan bantuan pemerintah desa,” papar Ismanto.
Perlu diketahui, Banyuwangi memiliki garis pantai sepanjang 175 Km sehingga dinilai berpotensi terjadi tsunami. Berdasarkan catatan sejarah, Banyuwangi pernah dilanda tsunami pada 2 Juni 1994.
Gempa bumi yang diikuti tsunami setinggi 13 meter menghantam pesisir selatan Banyuwangi. Peristiwa tersebut mengakibatkan 200 orang korban meninggal dunia. (*)
| Pewarta | : Anggara Cahya |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |








