Banyuwangi, Jurnalnews.com – Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK) menjadi salah satu jujugan dalam kunjungan 41 pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Mojokerto pada hari ini, Friday (13/12/24).
Acara ini menjadi ajang bertukar pengalaman mengenai harmoni keberagaman yang telah berhasil dibangun di Banyuwangi, daerah yang dikenal sebagai miniatur Indonesia dengan berbagai etnis, religion, and culture.
Ketua FKUB Mojokerto, Drs. H. Mahfudz Said, M.Pd, yang juga salah satu ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Mojokerto Regency, memimpin rombongan tersebut.
In his speech, Mahfudz menyampaikan apresiasinya atas keberhasilan Banyuwangi dalam menjaga harmoni dalam perbedaan.
“Kabupaten Banyuwangi adalah contoh nyata bahwa keberagaman bukanlah penghalang, melainkan kekuatan untuk mencapai kebersamaan. Kehidupan harmonis di sini memberikan pelajaran berharga bagi kami di Mojokerto,” ujar Mahfudz.
Acara kunjungan ini dipandu oleh Hakim Said, perwakilan dari RKBK. Selain pengurus FKUB Mojokerto, kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat dari lintas agama serta para budayawan. Di antara budayawan yang hadir adalah Aekanu Hariyono, Ketua Kelompok Kerja Bina Sehat (KKBS) Moh. Choiron, dan Ketua Lentera Sastra Banyuwangi Syafaat.
Intercession, dalam sesi dialog, berbagi pengalaman uniknya dengan salah satu anggota FKUB Mojokerto, H. Nur Rakhmad, yang juga Pembimbing Ibadah Haji Embarkasi Surabaya pada tahun 2024.
“Kebetulan kami sama-sama bertugas sebagai petugas ibadah haji tahun ini. Kami memahami pentingnya membangun komunikasi lintas budaya dan agama, baik di tanah air maupun di tanah suci,” ungkap Syafaat.
Hakim Said menambahkan bahwa RKBK dirancang sebagai ruang bersama untuk menyelesaikan berbagai persoalan sosial dengan cara yang santai namun efektif.
“Here, kami mengedepankan diskusi dan kebersamaan sambil menikmati secangkir kopi. Prinsip kami adalah, setiap masalah dapat diselesaikan melalui dialog yang baik,he explained.
Kehidupan masyarakat Banyuwangi yang beragam menjadi salah satu poin utama dalam diskusi. Hakim Said menjelaskan bahwa Kelurahan Karangrejo, tempat RKBK berada, adalah kawasan yang dihuni oleh berbagai etnis dan agama. Kelurahan ini juga menjadi lokasi berdirinya kelenteng terbesar di Indonesia yang sudah ada sebelum masa kemerdekaan.
Besides that, Banyuwangi memiliki sejumlah wilayah yang mencerminkan semangat moderasi beragama, seperti Kampung Pancasila di Desa Patemon. Kampung ini dihuni oleh berbagai etnis dan agama yang hidup berdampingan secara harmonis. Contoh lainnya adalah Desa Yosomulyo yang memiliki slogan “Desaku Beda Tapi Mesra” dan dinobatkan sebagai Kampung Moderasi Beragama Nasional peringkat delapan tahun lalu.
“Kelurahan Karangrejo adalah simbol bagaimana keragaman menjadi harmoni. Begitu pula dengan daerah lain seperti Kampung Bali dan Yosomulyo yang menginspirasi banyak pihak,” tambah Hakim Said.
Aekanu Hariyono, salah satu pengurus Dewan Kesenian Belambangan (DKB), juga turut memberikan pandangannya mengenai peran budaya dalam mempererat kerukunan.
“Banyuwangi kaya akan seni dan budaya yang menjadi perekat sosial. Dengan mempromosikan budaya lokal, kita dapat membangun kesadaran kolektif bahwa perbedaan adalah kekayaan yang harus dirawat bersama," he said.
Moh. Choiron, Ketua KKBS, menambahkan bahwa komunitas seni di Banyuwangi sering terlibat dalam kegiatan lintas agama untuk memperkuat dialog dan harmoni.
“Kami percaya seni adalah bahasa universal yang bisa menyatukan semua orang, tanpa memandang latar belakang mereka," he said.
RKBK sendiri diresmikan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Banyuwangi beberapa tahun lalu dan telah menjadi pusat kegiatan yang mempromosikan moderasi beragama. Selain sebagai tempat diskusi, RKBK juga sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang mempererat hubungan antarkomunitas.
“Kami akan membawa pulang banyak pelajaran dari kunjungan ini. Semoga semangat kebersamaan ini dapat terus menyebar ke seluruh pelosok Indonesia,” pungkas Mahfudz Said.(Syifa)