radarbanyuwangi.jawapos.com – Bagi ribuan tenaga honorer, kebijakan PPPK paruh waktu 2025 ibarat pisau bermata dua.
Di satu sisi, aturan ini membuka peluang lebih besar bagi mereka yang sudah lama mengabdi. Di sisi lain, keterbatasan formasi membuat tidak semua bisa diakomodasi.
Dalam kebijakan terbaru, prioritas diberikan kepada tenaga non-ASN yang masuk database BKN, honorer yang telah bekerja minimal dua tahun, serta lulusan PPG yang terdata resmi.
Baca Juga: Makin Siap Hadapi Ujian! Simulasi TKA 2025 Kemendikbud Tersedia Gratis untuk Semua Siswa
Urutan ini diharapkan mampu menjaring pelamar yang benar-benar memenuhi syarat dan memiliki rekam jejak pengabdian.
Namun, di lapangan, masih banyak honorer yang merasa cemas. Salah satunya karena jumlah formasi yang tersedia di daerah sering kali jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah pelamar.
Situasi ini memicu persaingan ketat, bahkan di kalangan rekan kerja sendiri.
Beberapa guru honorer menilai, meski status paruh waktu tidak memberikan tunjangan penuh, pengakuan sebagai ASN tetap berarti besar.
Baca Juga: Bendera One Piece Kibarkan Perlawanan di Demo Pati, Begini Faktanya
Selain status, mereka juga berharap ada jaminan keberlanjutan kontrak dan kesempatan ikut pelatihan pengembangan kompetensi.
Pejabat Pembina Kepegawaian di daerah kini memiliki peran strategis.
Mereka tidak hanya bertugas mengusulkan formasi, tetapi juga memastikan proses rekrutmen berlangsung transparan. Pemerintah pusat meminta setiap daerah mengumumkan hasil seleksi secara terbuka agar tidak menimbulkan spekulasi negatif.
Baca Juga: Aksi Demo Terbesar di Pati, Bupati Sudewo Enggan Temui Warga
Harapan terbesar para honorer adalah agar kebijakan ini benar-benar menjadi jalan keluar dari ketidakjelasan status yang telah mereka hadapi bertahun-tahun.
Page 2
Page 3
radarbanyuwangi.jawapos.com – Bagi ribuan tenaga honorer, kebijakan PPPK paruh waktu 2025 ibarat pisau bermata dua.
Di satu sisi, aturan ini membuka peluang lebih besar bagi mereka yang sudah lama mengabdi. Di sisi lain, keterbatasan formasi membuat tidak semua bisa diakomodasi.
Dalam kebijakan terbaru, prioritas diberikan kepada tenaga non-ASN yang masuk database BKN, honorer yang telah bekerja minimal dua tahun, serta lulusan PPG yang terdata resmi.
Baca Juga: Makin Siap Hadapi Ujian! Simulasi TKA 2025 Kemendikbud Tersedia Gratis untuk Semua Siswa
Urutan ini diharapkan mampu menjaring pelamar yang benar-benar memenuhi syarat dan memiliki rekam jejak pengabdian.
Namun, di lapangan, masih banyak honorer yang merasa cemas. Salah satunya karena jumlah formasi yang tersedia di daerah sering kali jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah pelamar.
Situasi ini memicu persaingan ketat, bahkan di kalangan rekan kerja sendiri.
Beberapa guru honorer menilai, meski status paruh waktu tidak memberikan tunjangan penuh, pengakuan sebagai ASN tetap berarti besar.
Baca Juga: Bendera One Piece Kibarkan Perlawanan di Demo Pati, Begini Faktanya
Selain status, mereka juga berharap ada jaminan keberlanjutan kontrak dan kesempatan ikut pelatihan pengembangan kompetensi.
Pejabat Pembina Kepegawaian di daerah kini memiliki peran strategis.
Mereka tidak hanya bertugas mengusulkan formasi, tetapi juga memastikan proses rekrutmen berlangsung transparan. Pemerintah pusat meminta setiap daerah mengumumkan hasil seleksi secara terbuka agar tidak menimbulkan spekulasi negatif.
Baca Juga: Aksi Demo Terbesar di Pati, Bupati Sudewo Enggan Temui Warga
Harapan terbesar para honorer adalah agar kebijakan ini benar-benar menjadi jalan keluar dari ketidakjelasan status yang telah mereka hadapi bertahun-tahun.