Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Insan Madrasah Guncang Panggung Liga Puisi 2025 : Dominasi Total, Kemenag Banyuwangi Torehkan Sejarah Sastra

insan-madrasah-guncang-panggung-liga-puisi-2025-:-dominasi-total,-kemenag-banyuwangi-torehkan-sejarah-sastra
Insan Madrasah Guncang Panggung Liga Puisi 2025 : Dominasi Total, Kemenag Banyuwangi Torehkan Sejarah Sastra

Banyuwangi, — Dentuman sastra menggema di panggung Liga Puisi Jawa Pos Radar Banyuwangi 2025. Dalam ajang paling bergengsi bagi para penikmat kata dan penyalur rasa itu, insan madrasah di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyuwangi tampil bagai meteor yang menyambar langit kompetisi. Hasil akhir penjurian menegaskan satu fakta monumental: hampir seluruh juara pertama disapu bersih oleh peserta madrasah.

Keberhasilan luar biasa ini bukan sekadar kemenangan dalam lomba baca puisi—ia adalah penanda kebangkitan dunia literasi madrasah. Di saat sebagian lembaga pendidikan masih bergulat dengan tantangan era digital, madrasah justru melesat sebagai kawah candradimuka lahirnya generasi literat, estetis, dan religius.

Pada kategori Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar (MI/SD), dominasi madrasah nyaris absolut. Dari lima finalis, empat merupakan duta madrasah yang melangkah dengan percaya diri. Panggung juara pertama direbut dengan gemilang oleh Aura Latisha Ramadhani dari MIN 1 Banyuwangi, disusul Azka Dzakiyatus Shaleha (MI Darunnajah 2 Banyuwangi), Avilla Fikratud Putri Yuwono, dan Refli Ahsan Mubaroqi (MI Islamiyah Rogojampi). Deretan nama ini bukan sekadar peserta lomba—mereka adalah bukti bahwa madrasah telah menjelma menjadi laboratorium rasa dan ruang kelahiran penyair-penyair masa depan.

Sementara itu, di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), kejayaan madrasah kembali membahana. Azkia Kiska Al Kholid dari MTsN 1 Banyuwangi tampil memukau dan berhasil menggondol juara pertama. Dengan teknik deklamasi yang matang, diksi tajam, dan penghayatan mendalam, ia menegaskan bahwa sastra bukan sekadar pelajaran tambahan—melainkan napas yang hidup di lingkungan madrasah.

Tidak berhenti di situ, keunggulan madrasah juga merembet ke ranah tenaga pendidik. Nuhbatul Fakhiroh, guru MTsN 1 Banyuwangi, yang tahun lalu hanya berhenti di posisi juara dua, kini berhasil menuntaskan dahaga kemenangan dengan menjadi juara pertama. Ia membuktikan bahwa guru madrasah bukan hanya pengajar, tapi juga pelaku dan penggerak kebudayaan.

Kepala Kantor Kemenag Banyuwangi, Dr. Chaironi Hidayat, tak mampu menyembunyikan rasa bangganya. Dalam keterangannya, ia menyebut kemenangan ini sebagai buah dari kerja panjang dan dedikasi luar biasa.

“Prestasi ini adalah gema dari kesungguhan para guru dan pembimbing madrasah dalam menanamkan nilai-nilai literasi dan kecintaan terhadap sastra. Ini bukan sekadar lomba, tetapi tonggak peradaban baru di dunia pendidikan madrasah,” tegasnya penuh semangat.

Sementara itu, Syafaat, Ketua Lentera Sastra Banyuwangi, yang turut hadir sebagai pengamat, menyebut dominasi madrasah dalam Liga Puisi 2025 sebagai hasil dari proses pembinaan yang matang dan berkelanjutan.

“Beberapa madrasah telah lama menjalin kerja sama dengan Lentera Sastra Banyuwangi dalam pelatihan baca puisi dan penulisan kreatif. Kami ingin menjadikan madrasah sebagai episentrum sastra di Banyuwangi—tempat di mana iman, ilmu, dan imajinasi berpadu dalam harmoni,” ujarnya.

Kompetisi tahun ini tak hanya diikuti oleh sekolah dan madrasah Banyuwangi, tetapi juga oleh peserta lintas daerah, termasuk santri dari Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo. Persaingan yang kian ketat justru menyalakan bara semangat baru bagi peserta madrasah, yang tampil bukan sekadar membaca puisi, tetapi menghidupkan makna dan mengguncang nurani penonton.

Ajang Liga Puisi Radar Banyuwangi 2025 pun akhirnya menjadi panggung pembuktian: bahwa madrasah bukan hanya benteng nilai-nilai religius, tetapi juga mercusuar kebudayaan dan peradaban literasi.

Dengan torehan prestasi ini, madrasah di bawah Kemenag Banyuwangi menegaskan diri sebagai kekuatan baru dalam dunia sastra Indonesia. Mereka bukan hanya mencetak hafidz dan ulama, tapi juga penyair, seniman kata, dan penggerak kebudayaan bangsa.

Sebuah babak baru telah dimulai—babak di mana madrasah menulis sejarahnya sendiri dengan tinta puisi dan cahaya keilmuan.(Syaf)