Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Temu Karya Serumpun 2025 Menyajikan Lokalitas ke Forum Penulis ASEAN

temu-karya-serumpun-2025-menyajikan-lokalitas-ke-forum-penulis-asean
Temu Karya Serumpun 2025 Menyajikan Lokalitas ke Forum Penulis ASEAN

Banyuwangi, Jurnalnews.com – Dalam gelaran Temu Karya Serumpun 2025 oleh Komunitas Sastra Timur Jawa di Jember (25-26 Oktober 2025), dua warisan budaya lokal mencuri perhatian: musik tradisional Glondhang dan Tari Putri Jembersari. Keduanya dipentaskan bukan sekadar sebagai pertunjukan, tetapi sebagai dokumen hidup yang mengabadikan sejarah, bahasa, dan nilai perjuangan masyarakat Jember.

Cak Sid, pendiri Sanggar Umah Wetan, memaparkan bahwa Glondhang adalah simbol kreativitas rakyat. Alat musik dari kayu ini lahir dari keterbatasan.

“Gamelan dulu adalah barang mewah. Glondhang diciptakan rakyat biasa yang ingin menikmati musik dengan meniru gamelan menggunakan bahan kayu,” ujarnya.

Lewat dua lagu orisinal, Sikep Perjuangan dan Jeh Lempong, Glondhang juga menjadi media pelestarian. Sikep Perjuangan mengisahkan ritual pemberangkatan pejuang zaman kolonial, dimana seorang ibu melangkahi anaknya sambil ‘nyuwo’ (meniup ubun-ubun) dan mendoakan keselamatan. Lagu Sikep Perjuangan terinspirasi pahlawan rakyat Jember yakni Bura, sosok pemberani dan ahli kanuragan hingga sulit ditumpas oleh Belanda, kecuali dengan menyandera ibunya. Sementara Jeh Lempong, yang terinspirasi kisah nyata, menggunakan ungkapan bahasa Using untuk rasa heran yang mendalam, menceritakan kepanikan seorang ayah saat anaknya sakit. Lagu-lagu ini sengaja menyelamatkan kosakata bahasa Using yang nyaris punah, seperti “Jeh”, “Lempong”, dan “Lom” (lapar). “Daripada hanya ditulis, lebih baik dihidupkan melalui lagu. Ini cara kami mengarsipkan bahasa leluhur,” tegas Cak Sid.

Di sisi lain, Tari “Putri Jembersari” yang dibawakan Sanggar Kartika Budaya pimpinan Enys Kartika, menampilkan narasi berbeda tentang perempuan. Tarian tersebut berkisah tentang putri yang bukan hanya cantik, tetapi tegas dan pemberani. Saat tanah kelahirannya terancam, dialah yang maju memimpin para pemuda melawan pengacau. Menurut Enys Kartika dalam narasinya bahwa tari ini hadir untuk mendobrak stereotip bahwa perempuan hanya “penghias taman”. Perlu dipahami bahwa Putri Jembersari mengajarkan bahwa perempuan adalah ‘pagar pengaman bangsa’. Namanya dikenang karena keberanian dan pengorbanannya, bukan sekadar kecantikan.

Melalui musik tradisi Glondhang dan Tari Putri Jembersari, Temu Karya Serumpun 2025 membuktikan bahwa warisan budaya adalah nafas yang terus hidup dan perlu dihidupi bersama.

“Keduanya menjadi jembatan yang menghubungkan kearifan masa lalu dengan semangat generasi kini, menjaga identitas budaya tetap relevan dan bermakna. Acara ini tidak hanya merayakan puisi, tapi menghadirkan ruang apresiatif untuk lokalitas Jember,” pungkas Muhammad Lefand punggawa Komunitas Sastra Timur Jawa.(Miskawi)