BANYUWANGI – Aroma masakan menyeruak. Begitu sedap dan menggugah selera. Jarum jam menunjukkan pukul 07.30. Puluhan ibu-ibu mulai berkumpul di Balai Dusun Maduran, Desa Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi.
Dilansir dari Radarbanyuwangi, semakin mendekat ke arah balai dusun, aroma masakan makin kuat dan menggoda.
Balai dusun seukuran lapangan bola voli pagi itu tak seperti biasa. Balai yang biasanya sepi dan hanya digunakan sebagai ruang rapat pada momen tertentu, pagi itu berubah drastis. Suasananya ramai. Tampak ibu-ibu sedang sibuk memasak.
Sejumlah ruangan pun penuh dengan peralatan memasak. Kompor gas, tabung gas elpiji, berbagai jenis wadah berserakan, layaknya dapur umum.
Pemandangan tak biasa itu mungkin jadi kegiatan rutin sekali dalam setahun. Para ibu-ibu sekampung itu sedang memasak jenang suro untuk dibagikan kepada warga.
Tradisi itu memang rutin digelar warga Dusun Maduran, Desa/Kecamatan Rogojampi tiap menyambut datangnya bulan Suro.
Tanpa dikomando, para ibu-ibu rumah tangga itu secara sukarela datang dengan membawa sejumlah peralatan dapur dan melaksanakan tugas sesuai kemampuan dan keahliannya.
Ada yang memeras kelapa menjadi santan. Ada pula yang mengaduk beras menjadi bubur. Sebagian ibu-ibu lainnya juga mengiris tempe dan tahu menggunakan pisau. Tak ketinggalan, ada juga yang merebus telur dan mengupas kulit telur.
Semuanya tampak guyub dan rukun. Sesekali juga diselingi canda, hanya sekadar melepas penat dan lelah.
Tak ingin kalah dengan ibu-ibu, para bapak dan remaja putra juga mengupas sabut dan cangkok kelapa di depan balai dusun. Suasananya penuh keakraban, kekeluargaan, dan kerukunan.
“Kegiatan masak masal ini sudah menjadi tradisi rutin setiap bulan Muharram atau bulan Suro. Warga Dusun Maduran menggelar tradisi selamatan kampung dan bagi-bagi jenang suro,” kata Kepala Dusun Maduran, Sugiyanto.
Sugiyanto mengatakan, Semua bahan baku jenang suro yang meliputi beras, kelapa, telur, ayam, dan berbagai jenis bahan makanan tersebut berasal dari sumbangan masyarakat.
“Kami hanya mengoordinasi saja. Semua bahan dari masyarakat dan diolah juga bersama-sama,” ungkap Sugiyanto.
Untuk kali ini, kata Sugiyanto, jumlah beras yang dimasak menjadi jenang suro sebanyak 50 kg. Ada juga 100 butir kelapa, 25 kg ayam kampung, 100 butir telur ayam, tahu, tempe, dan berbagai kebutuhan bumbu dapur lainnya. Semua murni berasal dari sumbangan masyarakat secara sukarela.
Setelah semua bahan tersebut diolah bersama-sama menjadi jenang suro, kemudian diletakkan pada wadah besar. Selanjutnya, saat hari sudah mulai gelap. Usai menunaikan ibadah salat Magrib berjamaah, ratusan warga sudah bersiap ke tepi jalan raya.
Mereka menyambut kedatangan rombongan ider bumi yang membawa jenang suro menggunakan gerobak. Tidak ketinggalan, seluruh warga yang bersiap juga membawa piring sebagai wadah jenang suro yang akan dibagikan.
Barisan ider bumi mulai berjalan. Barisan terdepan, terdiri dari puluhan anak-anak yang berbaris sembari membawa obor.
Tepat di belakang, sebuah gerobak didorong remaja putra. Sementara di samping gerobak, ibu-ibu memegang entong juga ikut berjalan. Isi dalam gerobak tersebut tak lain adalah jenang suro, ikan ayam kare, telur dadar iris, tahu, dan tempe.
Sembari memegang obor sebagai penerangan, puluhan anak-anak mengumandangkan kalimat istighfar. Sementara di barisan belakang, remaja putra rancak memainkan hadrah dengan mengumandangkan selawat. Mereka berjalan kaki keliling kampung (ider bumi).
Warga kampung pun berderet di sepanjang jalan untuk menunggu kedatangan rombongan ider bumi yang membagikan jenang suro secara gratis.
“Begitu ada warga yang membawa piring, kita langsung berhenti dan menuangkan jenang suro beserta lauk pauk,” jelasnya.
Prosesi ider bumi itu mengelilingi Kampung Pabrikan dan melewati gang di tengah kampung. Setelah hampir satu jam, rombongan berkeliling kampung sambil membaca istighfar dan selawat. Iring-iringan kirab ider bumi akhirnya sampai di balai dusun.
Usai rombongan ider bumi kembali, acara dilanjutkan pemberian santunan anak yatim piatu, pembacaan istighotsah, tahlil, dan doa bersama dan diakhiri dengan makan nasi ancak bersama-sama.
“Nasi ancak yang menyiapkan adalah ibu-ibu,” jelasnya
Selamatan bersih kampung itu, rutin dilaksanakan setiap pergantian tahun baru Hijriah atau dalam kalender Jawa disebut bulan Suro.
Penggunaan obor dalam iring-iringan ider bumi itu selain sebagai cahaya penerangan, juga dimaknai sebagai harapan setahun ke depan agar warga kampung diberi terang jalan pikiran, untuk mendapatkan rezeki, dan meraih kesejahteraan.
Tokoh masyarakat setempat, Ustad Andi Hidayat mengaku selamatan kampung tersebut rutin dilaksanakan tiap tahun di bulan Muharam atau bulan Suro. Dimaksudkan, agar seluruh warga di kampungnya diberikan keberkahan dan keselamatan oleh Allah SWT.
“Selamatan kampung ini juga sekaligus sebagai media silaturahmi untuk menjaga kerukunan antarwarga kampung,” katanya.
Dengan begitu, warga kampung akan bersatu guna mewujudkan pembangunan kampung dan lingkungan setempat. Dalam acara itu juga dilaksanakan santunan anak yatim piatu.
“Ini wujud rasa syukur warga atas barokah nikmat yang Allah berikan,” katanya.
“Semoga dengan sedekah jenang suro dan tasyakuran ini kampung kami lebih berkah dan masyarakatnya diberikan kesehatan dan kesejahteraan,” harapnya.