Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Melihat Lagi Potensi Megathrust Banyuwangi

melihat-lagi-potensi-megathrust-banyuwangi
Melihat Lagi Potensi Megathrust Banyuwangi

detik.com

Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi, yang berada di ujung timur Pulau Jawa, memiliki garis pantai di sisi selatan yang berbatasan dengan Samudra Hindia. Wilayah ini termasuk dalam zona yang memiliki potensi gempa besar dan tsunami akibat aktivitas megathrust.

Hari ini, Kabupaten Banyuwangi diguncang gempa pada Kamis (25/9/2025). BMKG mencatat gempa bumi tektonik tersebut berkekuatan magnitudo 5,3 pada pukul 16.04 WIB. BMKG menegaskan, gempa itu tidak berpotensi tsunami.

Meski begitu, getaran gempa dirasakan cukup luas. Berdasarkan pantauan detikJatim, sejumlah wilayah di luar Banyuwangi juga merasakan getaran selama beberapa detik. Peristiwa ini kembali memunculkan ingatan serta diskusi terkait potensi gempa megathrust di Jawa Timur, khususnya Banyuwangi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melansir laman BNPB, megathrust adalah istilah untuk menyebut gempa bumi yang terjadi di sepanjang batas subduksi, yaitu saat satu lempeng tektonik bergerak ke bawah lempeng lainnya. Gempa jenis ini biasanya memiliki magnitudo yang sangat besar, bahkan di atas 8,0.

Dengan potensi kerusakan yang luas, gempa megathrust kerap memicu tsunami dan menimbulkan dampak signifikan di wilayah pesisir. Hal ini membuat daerah rawan subduksi berada dalam ancaman serius dan membutuhkan langkah mitigasi tepat.

Indonesia sendiri memiliki lima zona lempeng aktif, yakni Sumatran Megathrust, Java Megathrust, Banda Megathrust, Northern Sulawesi Thrust, dan Philippine Thrust. Dari kelima zona tersebut, terdapat 16 segmen aktif yang berpotensi memicu gempa besar dan tsunami. Kondisi inilah yang membuat Indonesia rentan bencana.

Potensi Megathrust Banyuwangi

Dilansir dari berbagai sumber dan arsip pemberitaan detikJatim, Banyuwangi berada tepat di hadapan jalur subduksi Samudra Hindia, yang dikenal sebagai jalur megathrust selatan Jawa.

Di zona ini, Lempeng Indo-Australia bergerak menukik ke bawah Lempeng Eurasia dengan kecepatan sekitar 6-7 cm per tahun. Proses konvergensi ini menyimpan akumulasi energi tektonik besar yang sewaktu-waktu dapat dilepaskan sebagai gempa bumi kuat.

Pesisir selatan Jawa, termasuk Banyuwangi, memiliki potensi terdampak megathrust yang dapat memicu tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 20 meter dalam skenario terburuk. Waktu kedatangan tsunami yang sangat cepat, sekitar 20-30 menit setelah gempa, membuat waktu evakuasi sangat terbatas.

Bukti nyata potensi megathrust di segmen depan Banyuwangi terlihat dari sejarah gempa dan tsunami besar pada 2 Juni 1994 dengan magnitudo sekitar 7,8. Peristiwa tersebut menewaskan ratusan orang di Desa Pancer dan meninggalkan jejak kehancuran di kawasan pesisir selatan.

Ketua Pelaksana BPBD Jatim Gatot Soebroto menyebut ada delapan daerah pesisir selatan Jawa Timur yang menjadi lintasan gempa megathrust. Selain Banyuwangi, ada Jember, Lumajang, Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, dan Pacitan.

Hasil kajian Pusat Studi Gempa Nasional menunjukkan potensi kekuatan guncangan bisa mencapai magnitudo 8,7. Dampak gempa tidak hanya dirasakan di wilayah pesisir, tetapi juga daerah yang memiliki sesar darat, seperti Surabaya, Waru, Pasuruan, hingga Probolinggo, dengan potensi guncangan skala 5-6 MMI.

Pada skala 6 MMI, getaran gempa akan dirasakan semua penduduk, membuat banyak orang panik dan berlarian keluar rumah. Dampaknya bisa berupa kerusakan ringan, mulai dari plester dinding yang jatuh hingga cerobong asap pabrik yang roboh.

Berbagai kajian lembaga riset dan perguruan tinggi, termasuk pemodelan tim ITB dan UGM, menunjukkan bahwa jalur subduksi selatan Jawa berpotensi menghasilkan rupture berskala megathrust jika akumulasi energi cukup besar.

Dalam skenario ekstrem, gempa ini dapat memicu tsunami dengan ketinggian gelombang signifikan di pesisir selatan Jawa Timur, termasuk Banyuwangi. Hasil pemodelan digunakan untuk merancang skenario mitigasi, peta bahaya, dan sistem peringatan dini.

Kajian regional juga menunjukkan adanya “seismic gap” di beberapa segmen selatan Jawa. Artinya, beberapa bagian subduksi yang relatif aseismik telah menyimpan energi dan menjadi perhatian peneliti. Oleh karena itu, pemantauan berkelanjutan dan pemodelan tsunami lokal menjadi komponen penting dalam mitigasi.

Sebagai langkah mitigasi praktis, BMKG dan BPBD memasang sistem peringatan dini tsunami dan menempatkan Early Warning System (EWS) di sejumlah titik pesisir Banyuwangi, antara lain Kampung Mandar, Blimbingsari, Pantai Satelit Muncar, Kantor Pelabuhan Muncar, Grajagan, Lampon, Pancer (dua titik), hingga Rajegwesi.

“Alat tersebut memberikan kecepatan informasi saat terjadi gempa yang berpotensi tsunami,” terang Prakirawan BMKG Banyuwangi Iwan Hermawan kepada detikJatim, Jumat (23/8/2024).

Selain itu, peta kawasan rawan, rute evakuasi, dan simulasi evakuasi juga masuk dalam rencana penanggulangan bencana kabupaten untuk mengurangi risiko korban jiwa jika terjadi peristiwa besar di masa depan.

Mitigasi Jika Terjadi Megathrust di Banyuwangi

Banyuwangi berada di jalur megathrust selatan Jawa yang berpotensi memicu gempa besar dan tsunami. Meski gempa kecil tidak selalu menimbulkan tsunami, kesiapsiagaan menjadi kunci keselamatan.

Masyarakat perlu memahami jalur evakuasi, titik aman, dan langkah-langkah mitigasi yang tepat agar dapat merespons dengan cepat dan efektif saat bencana terjadi, sehingga risiko korban jiwa dan kerusakan dapat diminimalkan.

1. Kenali Jalur Evakuasi dan Titik Aman

Mengetahui jalur evakuasi dari rumah atau tempat kerja menuju dataran tinggi sangat penting. Setiap warga sebaiknya paham lokasi titik kumpul dan shelter yang telah ditetapkan pemerintah atau BPBD. Dengan memahami rute dan titik aman ini, langkah evakuasi bisa dilakukan cepat tanpa kebingungan ketika gempa terjadi.

2. Siapkan Tas Darurat (Emergency Kit)

Mempersiapkan tas darurat berisi air minum, makanan ringan, obat-obatan, senter, dan dokumen penting bisa menjadi penyelamat saat bencana. Tas ini sebaiknya diletakkan di tempat yang mudah dijangkau semua anggota keluarga agar saat gempa atau tsunami datang, semua kebutuhan dasar tersedia dengan cepat.

3. Tindakan Saat Gempa

Ketika gempa terjadi, tindakan cepat dan tepat dapat menyelamatkan nyawa. Berlindung di bawah meja atau di pojok ruangan yang aman dari benda jatuh, menjauhi jendela, rak tinggi, dan bangunan rapuh adalah langkah utama. Hindari panik dan jangan menggunakan lift agar risiko cedera dapat diminimalkan.

4. Setelah Gempa

Bagi warga pesisir, setelah gempa selesai, penting segera menuju dataran tinggi tanpa menunggu instruksi resmi. Selalu perhatikan informasi resmi BMKG atau BPBD melalui sirine, radio, atau media sosial terpercaya. Tetap waspada gempa susulan yang bisa terjadi beberapa menit hingga beberapa jam setelah guncangan utama.

5. Simulasi dan Edukasi Keluarga

Simulasi evakuasi secara rutin membantu seluruh anggota keluarga memahami tindakan yang harus dilakukan saat bencana. Ajarkan anak-anak cara bertindak saat gempa dan potensi tsunami, serta koordinasikan rencana darurat dengan tetangga atau lingkungan agar setiap orang tahu jalur evakuasi dan peran masing-masing.

6. Perhatikan Sistem Peringatan Dini

Memahami lokasi sirine peringatan tsunami di desa atau kelurahan sangat penting. Selain itu, memantau aplikasi peringatan dini BMKG atau EWS BPBD memastikan warga mendapatkan informasi cepat dan akurat. Dengan peringatan dini, langkah evakuasi dapat dilakukan lebih efektif dan meminimalkan risiko korban jiwa.

20D

(ihc/irb)