Restoran kuliner Korea Selatan (Korsel) sudah banyak berdiri di Indonesia. Tapi, menikmatinya langsung di negara asalnya memberi sensasi tersendiri. Terasa ada yang beda.
SAMSUDIN ADLAWI, Seoul, Korea Selatan
MENGUNJUNGI suatu negara terasa kurang lengkap, sebelum mengeksplorasi kuliner khasnya. Prinsip itu saya pegang. Hingga kini. Saat keliling Eropa beberapa tahun silam, sehari-hari saya mengonsumsi makanan berbahan roti dan buah. Tidak ada nasi. Paling banter makan mi. Atau, sup ikan. Juga sayur-mayur. Saat ketemu restoran Asia di jalan.
Saat di Jepang, saya makan sushi, udon, ramen, tempura, yaketori (sate Jepang), sashimi, dll. Rasanya memang aneh. Apalagi, baru kali pertama memakannya. Apa boleh buat. Meski terasa asing, ya tetap harus dimakan. Daripada kelaparan. Di negeri orang lagi.
Baca Juga: Mengunjungi Korea Selatan ketika Winter Sedang Seru-serunya (6). Berhanbok Susuri Gyeongbok Palace, Salat di Seoul Central Mosque
Pun saat di Turkiye. Iskender kebab jadi idola. Kebab khas Bursa itu berisi daging tipis disiram saus tomat. Terasa begitu nikmat. Karena disajikan di atas roti pita dengan mentega dan yogurt. Rasanya sangat gurih.
Sekali waktu mencoba lahmacun. Disebut juga pizza khas Turkiye. Isian daging cincang berbumbu membuatnya beda dengan pizza Italia. Teksturnya tipis dan renyah. Ditambah perasan lemon dan sayuran segar terasa lebih menggoda selera.
Kue mercimek kofte juga saya cicipi. Komposisi bahannya berupa bola-bola lentil merah dicampur rempah khas Turkiye. Penyajiannya dengan daun selada dan perasan lemon. Makanan itu cocok sekali untuk kaum vegetarian. Tapi tak ada salahnya saya mencobanya.
Tentu, saya tak meninggalkan kesempatan menyantap baklava. Pastri berlapis dengan campuran kacang dan sirup madu yang legit. Kudapan hidangan pencuci mulut favorit orang Turkiye itu enak sekali. Meski untuk ukuran lidah saya rasanya terlalu manis.
Baca Juga: Mengunjungi Korea Selatan ketika Winter Sedang Seru-serunya (5). City Tour Keliling Kampung Tradisional di Tengah Kota Seoul
Saat berhaji dan beberapa kali umrah pun saya tak pernah ketinggalan menikmati makanan khas Arab. Nasi kabsa dan nasi mandi menjadi pilihan. Kabsa adalah hidangan nasi yang dimasak dengan rempah-rempah, seperti kapulaga, cengkih, kayu manis, dan lada hitam. Dimakan dengan daging ayam, kambing, atau unta. Kacang-kacangan dan kismis menjadi pelengkapnya.
Perbedaan nasi mandi dengan kabsa terletak pada cara memasak dan jenis bumbunya. Juga cara memasak dagingnya. Daging kambing atau ayamnya dipanggang dalam tanah menggunakan bara api. Cara itu menghasilkan aroma yang sangat khas. Cara memasak nasinya juga beda. Nasi mandi dimasak dengan kaldu daging.
Sumber: Jawa Pos Radar Banyuwangi
Page 2
Beda lagi di Korsel. Penyajian makanan di Negeri Gingseng itu agak beda. Berpindah-pindah restoran selalu ada menu wajib yang disajikan. Pertama, air mineral dalam tumbler. Lengkap dengan gelasnya. Gratis. Jadi, tidak perlu memesan minuman lainnya.
Makanan yang selalu tersaji meski pesan menu beda adalah nori. Makanan yang terbuat dari bahan rumput laut yang dikeringkan hingga membentuk seperti kertas tipis berwarna hijau. Rasanya gurih dan punya aroma yang khas. Sangat menggoda selera.
Baca Juga: Mengunjungi Korea Selatan ketika Winter Sedang Seru-serunya (4). Tertegun dalam Perpustakaan Terbesar di Tengah Mall
Di Jepang, nori digunakan membungkus olahan sushi. Sementara di Korsel untuk membungkus kimbab. Nah, setiap restoran yang saya hampiri norinya disajikan dalam dua bentuk. Kering seperti bentuk aslinya, tapi dipotong agak kecil dan dalam campuran sup. ”Cocok, Pak?” tanya teman Korsel saya, Yoon Jong-won, memastikan.
Selain itu, juga selalu ada kimchi. Baik kimchi sawi putih maupun kimchi lobak. Juga kimchi kecambah kedelai. Kadang juga ada selada dan ikan terinya.
Di lain restoran, saya dan keluarga juga menikmati kuliner khas Korsel yang beda. Seperti ikan bakar khas Korsel. Dan, kuliner berbahan dasar ayam. Ada ayam panggang dan ayam goreng bumbu Korea. Juga, ayam bumbu merah dengan bumbu-bumbu khas Korea.
Dan, yang paling sensasional adalah saat menikmati samgyetang. Yoon Jong-won tidak ngecap. Sepanjang jalan dia memprovokasi kami untuk mencobanya. Benar saja. Kuliner yang satu itu sangat nikmat. Disajikan dalam mangkuk berbahan tanah. Mangkuk jumbo. Menyesuaikan ukuran ayamnya. Satu mangkuk berisi satu ayam utuh. Ayam ukuran sedang. Dalam perut ayam diisi tiga bahan utama: jujube (kurma), ginseng, dan nasi ketan. Ayam itu tenggelam dalam kuah sup yang gurih. Nikmat sekali.
Baca Juga: Mengunjungi Korea Selatan ketika Winter Sedang Seru-serunya (3). Beruntung Punya Kesempatan Melihat Langsung Gunung Putih
Bukan hanya makanan di restoran. Kuliner yang tak bisa ditinggalkan di Korsel adalah yang tersaji di street food. Lokasinya sangat populer di dunia. Yakni, Myeongdong Street. Ratusan tenant segala menu makanan berjajar di sepanjang jalan. Di kanan dan kiri jalan. Tinggal pilih. Ada odeng, bulgogi, dan japchae. Kami tergoda mencicipi japchae di salah satu tenan. Karena penasaran dengan cara memasaknya. Mengaduknya tidak pakai spatula. Melainkan pakai tangan. Tangan si penjual dengan lincah mengaduk japchae di atas wajan yang kebul-kebul panas. Tentu saja, tangannya dilapisi plastik. Tapi, tetap saja, seharusnya masih terasa panas di tangan. Sebab, saya lihat plastiknya sangat tipis. Hehehe…
Sambil menikmati japchae goreng, kami melanjutakan eksplorasi menu yang lain. Sesekali berdesakan dengan wisatawan yang lain. Terutama ketika antre di kedai hotteok. Panekuk berisi pasta kacang itu sangat menggoda. Apalagi setelah melihat langsung cara membuatnya. Digoreng menggunakan minyak yang cukup banyak. Jajanan Korsel itu sangat cocok dimakan saat musim dingin. Dan, kebetulan malam itu, tubuh kami sedang menahan suhu minus 10.
Saat hotteok mulai habis. Giliran topokki menjadi incaran kami. Jajanan khas Korsel yang cukup populer di berbagai dunia itu juga berguna untuk mengusir rasa dingin di badan. Terbuat dari bahan utama tteok (kue beras yang digiling halus) dengan campuran bumbu gochujang (saus cabai Korea).
Baca Juga: Mengunjungi Korea Selatan ketika Winter Sedang Seru-serunya (2). Hujan Salju Merusak Romantisme Winter Sonata Nami Island
Masih banyak kuliner yang lain. Sayang perut sudah sesak. Maka kami lewatkan begitu saja godaan odeng (fish cake), udang krispi, baby crab, dan buah berlapis karamel, memanggil-manggil.
Meski bisa mendapatkannya dengan mudah (yang penting duit won-nya masih ada di saku), tapi tetap saja. Saya sangat berhati-hati saat hendak membeli kuliner di Myeongdong Street. Selalu saya perhatikan dengan saksama bahannya. Mengandung B2 (b*b*) atau tidak. Kehatian-hatian juga terus saya lakukan membeli di toko atau minimarket. Saat kelaparan di malam hari, saya bersama istri dan anak bergegas di salah satu toko modern tak jauh dari tempat kami menginap. Mencari mi kemasan. Penjualnya jujur. Dia memberi tahu mana saja mi kemasan yang mengandung B2. Alhamdulillah, selama di Korsel kami bisa mengonsumsi makanan bebas B2, insya Allah. (habis/c1)
Sumber: Jawa Pos Radar Banyuwangi
Page 3
Restoran kuliner Korea Selatan (Korsel) sudah banyak berdiri di Indonesia. Tapi, menikmatinya langsung di negara asalnya memberi sensasi tersendiri. Terasa ada yang beda.
SAMSUDIN ADLAWI, Seoul, Korea Selatan
MENGUNJUNGI suatu negara terasa kurang lengkap, sebelum mengeksplorasi kuliner khasnya. Prinsip itu saya pegang. Hingga kini. Saat keliling Eropa beberapa tahun silam, sehari-hari saya mengonsumsi makanan berbahan roti dan buah. Tidak ada nasi. Paling banter makan mi. Atau, sup ikan. Juga sayur-mayur. Saat ketemu restoran Asia di jalan.
Saat di Jepang, saya makan sushi, udon, ramen, tempura, yaketori (sate Jepang), sashimi, dll. Rasanya memang aneh. Apalagi, baru kali pertama memakannya. Apa boleh buat. Meski terasa asing, ya tetap harus dimakan. Daripada kelaparan. Di negeri orang lagi.
Baca Juga: Mengunjungi Korea Selatan ketika Winter Sedang Seru-serunya (6). Berhanbok Susuri Gyeongbok Palace, Salat di Seoul Central Mosque
Pun saat di Turkiye. Iskender kebab jadi idola. Kebab khas Bursa itu berisi daging tipis disiram saus tomat. Terasa begitu nikmat. Karena disajikan di atas roti pita dengan mentega dan yogurt. Rasanya sangat gurih.
Sekali waktu mencoba lahmacun. Disebut juga pizza khas Turkiye. Isian daging cincang berbumbu membuatnya beda dengan pizza Italia. Teksturnya tipis dan renyah. Ditambah perasan lemon dan sayuran segar terasa lebih menggoda selera.
Kue mercimek kofte juga saya cicipi. Komposisi bahannya berupa bola-bola lentil merah dicampur rempah khas Turkiye. Penyajiannya dengan daun selada dan perasan lemon. Makanan itu cocok sekali untuk kaum vegetarian. Tapi tak ada salahnya saya mencobanya.
Tentu, saya tak meninggalkan kesempatan menyantap baklava. Pastri berlapis dengan campuran kacang dan sirup madu yang legit. Kudapan hidangan pencuci mulut favorit orang Turkiye itu enak sekali. Meski untuk ukuran lidah saya rasanya terlalu manis.
Baca Juga: Mengunjungi Korea Selatan ketika Winter Sedang Seru-serunya (5). City Tour Keliling Kampung Tradisional di Tengah Kota Seoul
Saat berhaji dan beberapa kali umrah pun saya tak pernah ketinggalan menikmati makanan khas Arab. Nasi kabsa dan nasi mandi menjadi pilihan. Kabsa adalah hidangan nasi yang dimasak dengan rempah-rempah, seperti kapulaga, cengkih, kayu manis, dan lada hitam. Dimakan dengan daging ayam, kambing, atau unta. Kacang-kacangan dan kismis menjadi pelengkapnya.
Perbedaan nasi mandi dengan kabsa terletak pada cara memasak dan jenis bumbunya. Juga cara memasak dagingnya. Daging kambing atau ayamnya dipanggang dalam tanah menggunakan bara api. Cara itu menghasilkan aroma yang sangat khas. Cara memasak nasinya juga beda. Nasi mandi dimasak dengan kaldu daging.
Sumber: Jawa Pos Radar Banyuwangi