sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Monumen Pancasila Jaya yang menjadi saksi bisu pembantaian puluhan Pemuda Ansor Muncar oleh PKI dan mayatnya ditanam di tiga lubang yang ada di Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring banyak dikunjungi para pelajar kemarin (30/9).
Ratusan siswa mulai dari tingkat TK, SD, MI, dan MTs di wilayah Kecamatan Cluring dan Gambiran datang sambil mengadakan peringatan Hari Kesaktian Pancasila dan melihat kekejaman PKI dalam Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
Para siswa itu ada yang datang bersamaan, ada pula yang bergantian. “Hari ini yang datang sangat banyak,” cetus Kepala Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring, Agus Waluyo.
Dari seragam pakaian yang dikenakan, para siswa itu dari MTs Maarif Plampangrejo Kecamatan Cluring, SDN 3 Cluring, SDN 2 Wringinagung Kecamatan Gambiran, TK–MI Bahrul Ulum Desa Purwodadi Kecamatan Gambiran, MI Muhammadiyah 1 Gambiran, dan TK Khodijah Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran.
Semakin siang, rombongan siswa juga masih banyak yang berdatangan. “Yang banyak datang siswa dan guru, wali murid juga banyak yang ikut. Setiap 30 September memang ramai seperti ini,” terangnya.
Rombongan yang datang ke Monumen Lubang Buaya ini jelas dia bukan hanya kalangan siswa dan guru. Komunitas, organisasi, dan instansi pemerintahan juga banyak yang datang. “Pemuda Ansor setiap tahun juga datang untuk doa bersama,” cetusnya.

Para siswa TK, SD, dan MI di wilayah Kecamatan Cluring dan Gambiran, serta siswa MTs Maarif Plampangrejo doa bersama. (Zamrozi Wahyu/ Jawa Pos Radar Genteng )
Dalam peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini, Pemerintah Desa Cluring juga mengadakan doa bersama dengan lembaga yang ada di desanya. “Kami menggelar doa bersama pada siang hari, semua pegawai desa dan anggota lembaga desa ikut,” cetus Kepala Desa Cluring, Sunarto.
Dari pantauan Jawa Pos Radar Genteng sekitar pukul 08.00 pengunjung sudah mulai berdatangan dengan didominasi siswa yang sekolahnya tidak jauh dari Monumen Lubang Buaya. Mereka berdoa dengan membacakan tahlil serta tabur bunga di Lubang Buaya.
Kepala MTs Maarif Plampangrejo, Sri Rahayu Ningsih mengaku sengaja mengajak siswanya beserta dewan guru untuk mengadakan peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Lubang Buaya Cemetuk.
“Sekolah kami baru kali ini datang ke tempat yang bersejarah ini,” katanya.

Suasana di monumen. (Zamrozi Wahyu/ Jawa Pos Radar Genteng)
Menurut kepala sekolah yang biasa disapa Ibu Sri ini, Monumen Lubang Buaya adalah saksi bisu keganasan PKI. Di tempat ini, puluhan Pemuda Ansor dari Muncar dibantai dan dikubur secara massal di tiga lubang.
“Kami menggelar doa bersama, membaca tahlil, dan tabur bunga,” cetusnya.
Page 2
Dengan datang ke tempat bersejarah di Monumen Lubang Buaya Cemetuk ini jelas dia para siswa juga dapat mengenal sejarah keganasan PKI yang telah membantai pemuda Ansor secara keji.
“Para siswa juga dapat pengetahuan tentang tragedi Lubang Buaya, banyak diorama yang menggambarkan keganasan PKI,” ujarnya.
Sementara itu cerita tragedi Cemetuk Berdarah dengan pembantaian puluhan Pemuda Ansor asal Muncar oleh PKI pada 18 Oktober 1965 dan mayatnya dikubur di tiga lubang di Dusun Cemetuk Desa/Kecamatan Cluring ternyata memiliki dua versi yang berkembang di masyarakat.
Aksi kekejaman PKI yang kini diabadikan melalui Monumen Pancasila Jaya atau Monumen Lubang Buaya di Dusun Cemetuk Desa Cluring ada yang menyebut sebagai perang antara Pemuda Ansor dari Muncar dengan PKI, dan ada pula yang menyebut Pemuda Ansor diracun saat acara pengajian.
Untuk cerita yang pertama, sekelompok Pemuda Ansor yang memperjuangkan Pancasila dari Kecamatan Muncar ingin memperjuangkan Desa Karangasem yang kini menjadi Desa Yosomulyo Kecamatan Gambiran yang dikuasai PKI.
“Kelompok Pemuda Ansor perang dengan PKI,” kata juru kunci Monumen Lubang Buaya Cemetuk, Sapingi, 68, yang tinggal di samping monumen.
Menurut Sapingi, cerita Pemuda Ansor perang dengan PKI yang paling relevan sebab banyak orang yang mengetahui dan bisa dinalar. Dari perang itu, setidaknya ada 62 Pemuda Ansor menjadi korban keganasan PKI.
“Sebanyak 62 korban dibuang di tiga lubang. Dibuang di sini, dulu daerah ini terkenal dengan basis PKI. Saat dikubur masih ada yang hidup, sehingga tanahnya waktu itu terlihat bergerak-gerak,” katanya seraya mengatakan perang itu diduga karena arus politik.
Untuk cerita yang kedua lanjut dia, Pemuda Ansor Muncar diundang pengajian di Desa Karangasem kemudian diberi makanan yang diberi racun oleh Gerwani dengan menyamar sebagai anggota Fatayat NU.
“Kalau cerita ini, saya agak ragu, sebab orang PKI kok ikut pengajian,” tuturnya.
Dari dua cerita itu masih kata Sapingi, korban pembantaian dibuang ke Lubang Buaya. Baru tiga hari kemudian, semua jenazah dipindahkan oleh keluarganya dan dimakamkan di Kecamatan Muncar.
“Setelah kondisi terkendali, jenazah yang dikubur di tiga Lubang Buaya dipindah,” jelasnya.
Untuk mengenang keganasan PKI itu masih kata dia dibangun monumen yang menggambarkan adegan kekejaman PKI saat pembantaian.
“Monumen dengan Garuda raksasa dan diorama kekejaman PKI dibangun pada 1994. Sebelumnya hanya lubang yang tidak terurus dan banyak ditumbuhi bambu. Kalau melihat monumen ini, orang PKI digambarkan yang memakai jam tangan,” jelasnya.
Page 3
sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Monumen Pancasila Jaya yang menjadi saksi bisu pembantaian puluhan Pemuda Ansor Muncar oleh PKI dan mayatnya ditanam di tiga lubang yang ada di Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring banyak dikunjungi para pelajar kemarin (30/9).
Ratusan siswa mulai dari tingkat TK, SD, MI, dan MTs di wilayah Kecamatan Cluring dan Gambiran datang sambil mengadakan peringatan Hari Kesaktian Pancasila dan melihat kekejaman PKI dalam Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).
Para siswa itu ada yang datang bersamaan, ada pula yang bergantian. “Hari ini yang datang sangat banyak,” cetus Kepala Dusun Cemetuk, Desa/Kecamatan Cluring, Agus Waluyo.
Dari seragam pakaian yang dikenakan, para siswa itu dari MTs Maarif Plampangrejo Kecamatan Cluring, SDN 3 Cluring, SDN 2 Wringinagung Kecamatan Gambiran, TK–MI Bahrul Ulum Desa Purwodadi Kecamatan Gambiran, MI Muhammadiyah 1 Gambiran, dan TK Khodijah Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran.
Semakin siang, rombongan siswa juga masih banyak yang berdatangan. “Yang banyak datang siswa dan guru, wali murid juga banyak yang ikut. Setiap 30 September memang ramai seperti ini,” terangnya.
Rombongan yang datang ke Monumen Lubang Buaya ini jelas dia bukan hanya kalangan siswa dan guru. Komunitas, organisasi, dan instansi pemerintahan juga banyak yang datang. “Pemuda Ansor setiap tahun juga datang untuk doa bersama,” cetusnya.

Para siswa TK, SD, dan MI di wilayah Kecamatan Cluring dan Gambiran, serta siswa MTs Maarif Plampangrejo doa bersama. (Zamrozi Wahyu/ Jawa Pos Radar Genteng )
Dalam peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini, Pemerintah Desa Cluring juga mengadakan doa bersama dengan lembaga yang ada di desanya. “Kami menggelar doa bersama pada siang hari, semua pegawai desa dan anggota lembaga desa ikut,” cetus Kepala Desa Cluring, Sunarto.
Dari pantauan Jawa Pos Radar Genteng sekitar pukul 08.00 pengunjung sudah mulai berdatangan dengan didominasi siswa yang sekolahnya tidak jauh dari Monumen Lubang Buaya. Mereka berdoa dengan membacakan tahlil serta tabur bunga di Lubang Buaya.
Kepala MTs Maarif Plampangrejo, Sri Rahayu Ningsih mengaku sengaja mengajak siswanya beserta dewan guru untuk mengadakan peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Lubang Buaya Cemetuk.
“Sekolah kami baru kali ini datang ke tempat yang bersejarah ini,” katanya.

Suasana di monumen. (Zamrozi Wahyu/ Jawa Pos Radar Genteng)
Menurut kepala sekolah yang biasa disapa Ibu Sri ini, Monumen Lubang Buaya adalah saksi bisu keganasan PKI. Di tempat ini, puluhan Pemuda Ansor dari Muncar dibantai dan dikubur secara massal di tiga lubang.
“Kami menggelar doa bersama, membaca tahlil, dan tabur bunga,” cetusnya.