DPRD Tawarkan Parkir Berbarcode
BANYUWANGI – Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Retribusi Jasa Umum DPRD, melakukan evaluasi kebijakan parkir berlangganan. Ada opsi untuk menghentikan parkir berlangganan dan penarikan retribusi parkir dilakukan setiap kendaraan parkir.
Evaluasi terhadap kebijakan parkir berlangganan itu dilakukan karena sudah terlalu lama tidak dilakukan evaluasi. Sejatinya, menurut UU 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi, penarikan retribusi harus dilakukan evaluasi setiap tiga tahun.
Sementara retribusi parkir berlangganan di Banyuwangi sudah berlangsung sekitar enam tahun lebih tanpa ada evaluasi. Sejak 2011 retribusi parkir di Banyuwangi ditarik secara tahunan atau lazim disebut parkir berlangganan.
Pembayaran retribusi parkir berlangganan dilakukan bersamaan dengan perpanjangan pajak kendaraan bermotor. Setelah diberlakukan selama sekitar enam tahun, kini DPRD melakukan kajian parkir di Bumi Blambangan ditarik secara on the spot. Artinya, penarikan retribusi parkir dilakukan setiap kali kendaraan parkir di jalan umum.
Ketua Pansus Raperda Retribusi Jasa Umum DPRD Banyuwangi, Basir Khadim, mengatakan sejak diterapkan mulai 2011, penerapan parkir berlangganan hingga kini belum pernah dievaluasi. Tarif retribusi parkir kendaraan roda dua sebesar Rp 25 ribu pertahun, sedangkan kendaraan roda empat sebesar Rp 50 ribu per tahun.
Basir mengatakan, ada dua opsi untuk menentukan kebijakan retribusi parkir di Banyuwangi. Opsi pertama, kata Basir, tetap menggunakan skema parkir berlangganan seperti yang berlaku saat ini.
Hanya saja, tarif retribusi yang dikenakan untuk setiap kendaraan harus dilakukan evaluasi dan disesuaikan dengan kondisi perekonomian saat ini. “Misalnya tarif parkir ber langganan untuk kendaraan roda dua dinaikkan menjadi Rp 40 ribu atau Rp 50 ribu, sedangkan roda empat dinaikkan menjadi Rp 75 ribu atau Rp 100 ribu setahun,” ujar politikus PPP tersebut kemarin (24/ 8).
Sedangkan opsi kedua, kata Basir, penarikan retribusi parkir dilakukan setiap kali kendaraan parkir di tepi jalan umum. Namun, untuk mencegah kebocoran, penarikan retribusi parkir dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi (TI), tepatnya menggunakan barcode seperti halnya yang telah diterapkan di Pemkot Bandung Jawa Barat.
Basir mengungkapkan, saat penarikan retribusi parkir di Pasar Caringin, Bandung, dilakukan secara manual, dalam sebulan retribusi yang diterima Pemkot Bandung hanya Rp 250 juta sampai Rp 300 juta setiap bulan. Namun setelah menggunakan barcode, per bulan bisa mendapatkan Rp 2,5 miliar sampai Rp 3 miliar.
Basir menambahkan, pengelolaan parkir di pasar Caringin, Bandung, itu dilakukan oleh pihak ketiga. Nah, jika mekanisme serupa bakal diterapkan di Banyuwangi, maka Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) harus melakukan kajian mendalam terlebih dahulu.
“Semangatnya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) tanpa terlalu membebani rakyat,” ujarnya. Selama ini, sebut Basir, PAD yang diperoleh Pemkab Banyuwangi dari hasil retribusi parkir berlangganan hanya sekitar Rp 12,3 miliar per tahun.
Pendapatan tersebut bisa naik berlipat jika penarikan retribusi parkir dilakukan secara on the spot. Dia merinci jumlah kendaraan roda dua di Banyuwangi mencapai 600 ribu unit lebih. Sedangkan jumlah kendaraan roda empat sebanyak 250 ribu lebih.
Jika dalam sehari ada 100 ribu kendaraan roda yang parkir di tepi jalan umum, maka retribusi parkir yang di terima pemerintah bisa mencapai kutang lebih Rp 36 miliar per tahun. ltu dengan catatan tarif satu kali parkir kendaraan roda dua sebesar Rp 500 dan kendaraan roda empat sebesar Rp 1000.
Sementara itu, jika eksekutif berkeinginan mempertahankan skema parkir berlangganan, opsi yang bisa ditempuh untuk meningkatkan PAD adalah dengan meningkatkan tarif retribusi tersebut.
“Jika ini dilakukan, maka parkir di tepi jalan umum di seluruh Banyuwangi harus benar-benar ditertibkan. Jangan sampai ada tarikan, kecuali untuk kendaraan berpelat nomor luar Banyuwangi,” pungkas Basir. (radar)