Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Raden Suryadi Suryadarma Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional dari Cirebon

raden-suryadi-suryadarma-diusulkan-jadi-pahlawan-nasional-dari-cirebon
Raden Suryadi Suryadarma Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional dari Cirebon
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Cirebon

Keturunan asal Keraton Kanoman Cirebon diajukan sebagai pahlawan nasional. Namanya Laksamana Udara Marsekal TNI (Purn) Elang Soerjadi Soerjadarma. Meskipun lahir di Banyuwangi, beliau merupakan keturunan dari Keraton Kanoman Cirebon. Elang sendiri merupakan penyebutan gelar bangsawan di Keraton Kanoman yang berarti Raden.

Menurut Kepala Pos TNI Angkatan Udara Penggung Letda Arief Yuliawan membenarkan mengenai pengajuan pahlawan Raden Soerjadi Soerjadarma dari Kota Cirebon. Namun dirinya masih belum bisa memberikan komentar banyak tentang pengajuan gelar pahlawan tersebut.

“Dari kami masih menunggu datangnya kelengkapan berkas dari pusat dulu, apalagi pengajuannya kan ada beberapa tahap,” kata Arief, Selasa (23/1/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya pada tanggal 16 Januari 2024 lalu TNI Angkatan Udara yang dipimpin Sesdispenau TNI AU Kolonel Sus Firmansjah beraudiensi dengan Pj Walikota Cirebon Agus Mulyadi tentang pengajuan gelar pahlawan nasional Laksamana Udara Marsekal TNI (Purn) Raden Soerjadi Soerjadarma di Rumah Dinas Wali Kota Cirebon.

Untuk mengenal lebih jauh siapa sosok pahlawan keturunan Keraton Kanoman Cirebon Raden Soerjadi Soerjadarma, detikJabar merangkum profilnya dari file setebal 38 halaman. File ini didapatkan dari Letda Arief Yuliawan.

Raden Soerjadi Soerjadarma atau Raden Suryadi Suryadarma dalam ejaan baru, lahir Banyuwangi Jawa Timur pada 6 Desember 1912 dari seorang ayah yang bernama Raden Soerjaka Soerjadarma seorang pegawai bank di Banyuwangi.

Nasabnya tersambung ke Keraton Kanoman dari buyutnya Pangeran Jakaria alias Arjabrata. Sejak kecil Raden Suryadi Suryadarma hidup yatim piatu. Ibunya meninggal ketika ia masih bayi dan ayahnya meninggal ketika ia berumur 4 tahun.

Sepeninggal kedua orang tuanya Raden Suryadi Suryadarma diasuh oleh kakeknya Dr Raden Boi Soerjadarma di Kuningan dan Cirebon. Pada usia 6 tahun Raden Suryadi Suryadarma masuk ke Eropase Legere School (ELS) sebuah sekolah dasar khusus untuk anak-anak Eropa dan bangsawan dari Indonesia. Setelah lulus dari ELS Suryadi Suryadarma melanjutkan pendidikannya di Hogore Burgure School (HBS) di Bandung.

Pada saat bersekolah di Bandung ia mulai bercita-cita untuk menjadi pilot pesawat terbang. Setiap pekan Suryadi kecil sering datang ke landasan pesawat terbang Andir yang ada di Bandung. Ia ingin memuaskan rasa penasarannya akan pesawat terbang. Sebelum menamatkan sekolah di HBS, Suryadi ikut kakeknya pindah ke Jakarta dan melanjutkan sekolahnya di Koning Willem School (KWS III) Jakarta.

Pascalulus dari KWS III pada tahun 1931. Suryadi langsung mengejar cita-citanya menjadi seorang penerbang pesawat dengan mencoba masuk ke sekolah penerbangan milik Belanda Proef Vlieg Afdeling (PVA). Namun sebelum masuk, ia harus terlebih dahulu bersekolah di Koninklijke Militaire Academic (KMA) atau Akademi Militer Belanda di Breda Belanda. Sejak saat itu Suryadi resmi menjadi taruna militer Belanda.

Setelah 3 tahun menempuh pendidikan militer Belanda. Suryadi ditugaskan di kota kecil bagian utara Belanda. Pada tahun 1934 M ia ditugaskan di Batalyon I Infantri di Magelang. Sebulan setelahnya ia pindah ke bagian Penerbangan KNIL di Bandung. Pada bulan Desember 1937 M untuk mencapai cita-citanya ia mengikuti Sekolah Penerbangan (Vlieghschool) di Andir Bandung dan lulus pada tahun 1938 M.

Raden Suryadi SuryadarmaRaden Suryadi Suryadarma Foto: Istimewa

Sebagai seorang pribumi, Suryadi seringkali mendapatkan diskriminasi oleh Belanda yang tidak mengizinkan orang pribumi menjadi seorang penerbang. Melihat hal itu teman sekamarnya sejak di sekolah militer Belanda, Kapten AL Cox yang sudah menjadi instruktur mencoba untuk mengajukan Suryadi untuk mendapatkan kesempatan tes penerbangan agar bisa mendapatkan brevet militer. Namun sayang 3 kali pengajuan semuanya ditolak oleh militer Belanda.

Kegagalan untuk mendapatkan brevet militer tidak membuat Suryadi menyerah, ia malah masuk ke sekolah pendidikan navigator Waarnemerschool di Bandung dan lulus setahun kemudian. Setelah lulus Suryadi ditempatkan di kesatuan operasional 1e Vliegtuig Groep VLG-I di Andir Bandung yang merupakan kesatuan tempur Hindia Belanda, yang memiliki banyak pesawat pembom.

Pada tahun 1941 Suryadi dipercaya sebagai instruktur di sekolah penerbangan dan pengintai di Kalijati. Di sini ia bertemu dengan pemuda Indonesia seperti Agustinus Adisucipto dan Husein Sastranegara. Pada saat perang pasifik, oleh militer Belanda Suryadi ditugaskan membawa pesawat pembom untuk menyerang pos pertahanan dan kapal-kapal Jepang.

Salah satu pertempuran yang berkesan bagi Suryadi adalah ketika ia diberi tugas untuk mengebom rombongan armada Kruiser Jepang di Tarakan. Dari 9 pesawat yang dikirim hanya tersisa 1, itu adalah pesawat yang ditumpangi Suryadi. Suryadi selamat. Itupun dengan kondisi pesawat yang rusak dan kondisi pilot yang terkena luka tembak tentara Jepang.

Melihat kondisi tersebut, Suryadi langsung mengambil kemudi pesawat dan mendaratkannya di landasan pacu yang ada di Balikpapan. Atas jasanya oleh pemerintah Belanda, Suryadi diberi penghargaan Bintang Willems Orde atau Bronzen Kruis pada tahun 1942 M.

Pada masa pemerintahan Jepang, Suryadi menyamar menjadi orang pribumi biasa. Dengan bantuan Komisaris Polisi, Suryadi diajak untuk masuk kepolisian Jepang. Karirnya cepat naik hingga menjabat sebagai Kepala Administrasi Kantor Polisi Pusat di Bandung. Jabatan ini ia emban hingga proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 M.

Setelah Indonesia merdeka, Suryadi bersama Aruji Kartawinata ditugaskan untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bandung. Pada masa ini pula Suryadi mulai merintis tentara angkatan udara di Indonesia dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bagian Penerbangan pada tanggal 12 Desember 1945.

Ada dua kendala utama yang dihadapi Suryadi pada saat membangun angkatan udara di Indonesia, yaitu SDM yang masih minim dan kurangnya alutsista pesawat terbang. Untuk memecahkan dua masalah tersebut Suryadi mengumpulkan para tentara yang pernah bersekolah penerbangan di militer Belanda dan Jepang, serta mulai memperbaiki pesawat terbang milik tentara Jepang yang rusak.

Pada tanggal 9 April 1946 oleh Presiden Soekarno TKR Jawatan Penerbangan diubah menjadi TRI Angkatan Udara dengan Raden Suryadi Suryadarma sebagai Kepala staf TRI AU dengan pangkat Komando Udara. Seiring berjalannya waktu TRI AU berubah menjadi TNI AU. Setiap tanggal 9 April diperingati sebagai hari lahir TNI Angkatan Udara.

Ada banyak pengabdian yang dilakukan oleh Suryadi pada saat memimpin TNI AU seperti memperbanyak alutsista pesawat terbang seperti membeli pesawat Avro Anson, Dakota, Skytrain, PBY Catalina dan masih banyak lagi. Ia juga sering melaksanakan misi, seperti misi diplomatik untuk mendapatkan pesawat terbang, misi penyerangan langsung di Semarang, Ambarawa, Salatiga dan Kalimantan.

Ia juga ditugaskan untuk mengatasi pemberontakan di Indonesia seperti Pemberontakan PKI Madiun, Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung, Republik Maluku Selatan (RMS), Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) dan Permesta. Semuanya Suryadi laksanakan dengan sungguh-sungguh atas dasar cinta tanah air.

Untuk meningkatkan SDM bidang penerbangan, Suryadi membangun Sekolah Perwira Teknik Udara (SPTU) pada tahun 1950 M. Ketika menjadi KSAU Suryadi juga ikut andil dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) sebagai Penasehat Penerbangan pada tanggal 6 Oktober 1949. Ia juga Pernah menjadi Panglima TNI dari tahun 1959-1962, dan juga dipercaya oleh pemerintahan Soekarno sebagai Menteri Perhubungan Pos dan Telekomunikasi pada tahun 1966.

Suryadi juga yang berinisiatif untuk mengubah nama pangkalan udara menjadi nama prajurit AU yang gugur dalam melaksanakan tugas, seperti nama lapangan Andir di Bandung yang berubah menjadi lapangan udara Husein Sastranegara.

Raden Suryadi Suryadarma meninggal pada tanggal 16 Agustus 1975 di Rumah Sakit Jasa Husada Jakarta. Atas jasanya pada tanggal 20 Juni 2000 beliau diangkat sebagai bapak Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) oleh KSAU Marsekal TNI Hanafi Asnan. Namanya pun diabadikan sebagai nama pangkalan udara Suryadarma di Subang yang sebelumnya bernama pangkalan udara Kalijati.

(sud/sud)