Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Ramah Lingkungan, Harga Ungguli Batik Sintetis

PROSES PENCELUPAN: Peserta pelatihan mempraktikkan cara membatik menggunakan pewarna alami di Desa Kedayunan, Kecamatan Kabat.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
PROSES PENCELUPAN: Peserta pelatihan mempraktikkan cara membatik menggunakan pewarna alami di Desa Kedayunan, Kecamatan Kabat.

Meski menyimpan potensi melimpah, keterampilan membatik menggunakan pewarna alami masih minim. Untuk mengembangkan potensi itu, pelaku industri kecil dan menengah (IKM) diajari membatik menggunakan pewarna alami.

A.F. ICHSAN RASYID, Kabat

SEBAGIAN besar industri batik di Banyuwangi masih menggunakan pewarna berbahan kimia. Industri batik yang menggunakan pewarna alami jumlahnya masing sangat minim. Di Banyuwangi, industri batik yang menggunakan pewarna alami baru ada satu, yakni di Desa Kedayunan, Kecamatn Kabat. Di sana diproduksi kain batik menggunakan potensi lokal. Namun, produksi yang dihasilkan masih terbatas untuk melayani pasar lokal.

Padahal, kebutuhan batik alam cukup besar dan mendapat respons pasar internasional. “Turis Eropa, kalau datang ke Banyuwangi pasti tanya batik alam,” ujar Kadis Perdagangan, Perindustrian, dan Pertambangan Banyuwangi, Hary Cahyo Purnomo. Selain memiliki pasar potensial, harga batik alam lebih mahal daripada batik sintetis. Harga per meter batik sintetis hanya Rp 65 ribu, sedangkan batik alam bisa mencapai Rp 150 ribu.

Bahan baku batik alam di Banyuwangi cukup melimpah dan murah. Hanya saja, bahan baku itu belum termanfaatkan dengan baik. Banyak bahan baku batik alam yang terbuang sia-sia. Untuk memanfaatkan bahan baku yang melimpah, Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Pertambangan (Disprindagtam) merangsang pelaku IKM menggelar pelatihan batik alam. Pelatihan itu mendatangkan tim Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKM) dan IKM batik Galeria Akasia, Jogjakarta.

Dalam pelatihan itu, Dinsprindagtam melibatkan 20 pelaku IKM. Dari 20 peserta itu, 60 persen adalah pelaku industri batik dan 40 persen wajah baru. Kendati berlangsung singkat, tapi pelatihan itu berhasil mendidik mereka untuk membatik menggunakan pewarna alami. Tidak hanya menerima materi, peserta juga langsung mempraktikkan materi pelatihan. Praktik membatik menggunakan pewarna alami itu menghasilkan batik berkualitas. Proses pembuatan batik alam dan batik sintetis tidak jauh berbeda.

Yang membedakan hanya bahan baku pewarna saja. Pewarnaan batik sintetis menggunakan bahan kimia, sedangkan batik alam menggunakan buah-buahan dan kulit kayu. Buah-buhan yang digunakan adalah kulit manggis, kulit kayu mahoni, kulit pohon akasia, jambu biji, kulit pohon nangka, daun-daunan warna hijau, kulit pohon, buah duwet, dan kulit pohon jati. Batik menggunakan pewarna alami memiliki beberapa keunggulan.

Beberapa keunggulan itu adalah, batik alam lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan zat kimia. Kualitas batik lebih halus dan lebih lembut dibanding batik sintetis. Proses pembuatan batik alam memang lebih rumit. Proses pencelupan batik sintetis hanya satu kali. Pencelupan batik alam harus lima hingga enam kali. “Satu atau dua kali celupan bisa, tapi kualitas kurang memuaskan,’’ papar Hary Cahyo. Semakin banyak pelaku IKM yang memiliki skill batik alam, Banyuwangi diharapkan menjadi lumbung batik. Pasar batik alam masih terbuka luas dan bahan baku melimpah. “Warna apa pun yang dibutuhkan, bahannya selalu tersedia di Banyuwangi,’’ tambah Kabid Perindustrian, Komang Setiadi. (radar)