Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Rugi Puluhan Juta, Dibangun sejak 1970-an

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

longsorAMBROLNYA rumah miliak Balilah, 70, Lingkungan Gesari I, RT1/RW1, Kelurahan Pengantigan, Banyuwangi, pada Kamis (19/3) sekitar pukul 23.00 beberapa hari lalu bisa menjadi pelajaran berharga bagi warga yang memiliki rumah atau bangunan di bantaran sungai.

Sebab, musibah bisa saja terjadi kepada siapa pun. Kali ini Balillah yang menjadi korban. Musibah semacam itu bisa saja menimpa orang lain di masa mendatang. Terutama, bagi warga yang tinggal di rumah di atas bantaran sungai.

Sementara itu, meski tidak ada korban jiwa. Musibah yang menimpa rumah Balillah tentu menimbulkan trauma bagi penghuni rumah tersebut. Bahkan, kerugian akibat musibah itu mencapai puluhan juta rupiah. Sebab, barang-barang berharga milik korban, seperti dua unit rnotor dan perabotan terjun bebas ke sungai.

“Kalau kita disalahkan membangun bangunan di atas plengsengan, iya memang kami salah. Tapi ini musibah, bangunan ini juga sudah ada sejak dulu. Bangunan ini sudah dibangun sekitar tahun 1970-an,’ jelas Balillah kepada wartawan Jawa Pos Radar Bayuwangi.

Balillah mengatakan, sebelum membangun dapur dan gudang tersebut, pihaknya saat itu sudah mengantongi izin dari pemerintah kelurahan setempat. Namun izin yang dikeluarkan bukanlah izin hak milik, melainkan izin hak guna pakai bangunan.

Atas izin tersebut, Balilah berani menbangun rumah di atas sempadan sungai tersebut. “Sekitar tahun 1980-an saya sudah diberi izin oleh lurah di sini. Sekarang orangnya sudah almarhum,” tambah Balillah. Inisiatif membangun bangunan tersebut juga tanpa sebab.

Menurut Balilah, dulu plengsengan di samping rumahnya tersebut sudah retak dan tua. Dia juga melakukan renovasi plengsengan yang retak itu dengan dana pribadi. ‘Awalnya karena plengsengan ini sudah ngak rusak, terus saya cor.

Setelah saya cor, ada niat membangun bangunan di atasnya. ltu juga tidak permanen,” tetang Balillah. Sementara itu, saat dapur dan gudang tersebut ambrol, Balillah memang sedang tidak berada di rumah. Yang ada di rumah tersebut adalah anak dan menantunya, yaitu Joni dan Leni.

Joni, 43, mengatakan, musibah yang menimpa dirinya tersebut terjadi begitu saja. Tidak ada tanda-tanda apa pun sebelum gudang tersebut ambrol. “Suaranya brool, begitu saja. Saya dan keluarga memang sedang di dalam rumah, tapi tidak sedang di ruangan yang ambrol, itu ruangan dapur dan tempat makan,” terangnya.

Joni menambahkan, runtuhnya sebagian bangunan rumah yang dia tempati tersebut bukan karena beban bangunan terlalu berat. “Awalnya yang ambrol itu plengsengan di utara bangunan rumah. Rumah saya ini kena imbas saja,” jelasnya. Menurut Joni, plengsertgan yang ambrol terlebih dahulu ambrol tersebut jaraknya sekitar 15 meter dari bangunan rumah Joni.

Plengsengan yang ambrol tersebut menurut joni juga sudah mulai retak. Bahkan, pada plengsengan tersebut juga terdapat lubang sekitar dua meter. “Kan itu pas di tikungan aliran sungai, jadi sering dihantam air sungai. Makinya ada lubang, mungkin lubang itu awalnya kecil.

Karena sering dialiri air, jadinya nggerong (lubangnya semakin besar) dan membuat plengsengan ini akhirnya ambrol.” tuturnya. Joni juga sangat menyayangkan bila banyak pihak yang menyalahkan dirinya karena membangun bangunan diatas sempadan sungai milik Dinas PU Pengairan tersebut.

“ini musibah. Kita memang akui salah membangun rumah di atas plengsengan ini. Tapi kalau kami saja yang disalahkan, itu tidak adil. Karena masih banyak kok rumah warga yang dibangun di atas sempadan sungai ini. Bahkan, banyak yang dibangun secara permanen,” pungkas joni. (radar)