Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Sayang Dilewatkan! 1 Kuintal Kopi Tersaji di Festival Ngopi Sepuluh Ewu

detik.com

Banyuwangi

Keramahan masyarakat Osing, jajanan tradisional, hingga sedapnya seduhan kopi khas Banyuwangi tersaji dalam Festival Ngopi Sepuluh Ewu 2025 di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Gelaran ini sayang dilewatkan bagi siapa pun yang ingin merasakan budaya kopi ala Osing.

Festival tahunan yang menjadi ikon dari ratusan rangkaian Banyuwangi Festival (B-Fest) itu akan digelar Sabtu (8/11/2025) malam. Perpaduan antara adat, budaya, dan pariwisata modern ini menghadirkan ribuan cangkir kopi gratis yang disajikan di setiap rumah warga Osing bagi seluruh pengunjung.

Ketua Panitia Festival, Moh Edy Saputro, mengatakan sebanyak satu kuintal kopi robusta hasil panen perkebunan lokal Banyuwangi telah disiapkan. Kopi tersebut diolah melalui proses ketat untuk menghasilkan biji berkualitas tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kopi itu nanti akan kami sebar ke warga yang tinggal di kanan-kiri jalan sebelum festival,” ungkap Edy, Jumat (7/11/2025).

Kopi robusta itu dibeli dari pelaku UMKM kopi Banyuwangi sebagai bentuk dukungan terhadap ekonomi lokal. Bubuk kopi dikemas dalam ukuran 100 hingga 200 gram, lalu dibagikan ke warga untuk disajikan kepada tamu dan pengunjung Festival Ngopi Sepuluh Ewu.

“Kopi dan gula akan dibagikan ke setiap meja dengan dua kali suplai, pertama sebelum acara dimulai dan kedua sekitar 30 menit saat acara berlangsung,” tambah Edy.

Pada malam festival, jalan utama Desa Kemiren akan ditutup total. Sebanyak 300 set meja berjajar sepanjang jalan, siap menyambut ribuan warga dan wisatawan yang datang menikmati kopi gratis sambil merasakan hangatnya budaya Osing di bawah langit malam Banyuwangi.

Meski bukan daerah penghasil kopi utama, warga Desa Kemiren memiliki tradisi kuat dalam menyuguhkan kopi. Setiap keluarga di desa adat ini memiliki cangkir keramik yang diwariskan turun-temurun.

“Ketika seorang perempuan menikah, dia akan mendapat warisan berupa cangkir dan perlengkapan pecah belah dari orang tuanya,” tutur Edy.

Dengan sekitar 1.100 kepala keluarga, jumlah cangkir di Desa Kemiren kini diperkirakan lebih dari 10 ribu buah. Tradisi ini menjadi simbol nilai luhur masyarakat Osing, yakni suguh, gupuh, lungguh, falsafah yang berarti tamu disambut dengan suguhan, keramahan, dan penghormatan.

“Kebiasaan menyuguhkan kopi ini adalah wujud dari jati diri warga Kemiren yang menjunjung tinggi nilai keramahan dan kebersamaan,” pungkas Edy.

20D

(auh/hil)