Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Warga Tutup Paksa Penambangan Pasir

PROTES: Hadi Yitno (tengah) berorasi dalam aksi penutupan penggalian pasir di Dusun Arjosari, Desa Bedewang, Songgon, kemarin.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
PROTES: Hadi Yitno (tengah) berorasi dalam aksi penutupan penggalian pasir di Dusun Arjosari, Desa Bedewang, Songgon, kemarin.

SONGGON- Puluhan warga menolak penambangan pasir di Dusun Arjosari, Desa Bedewang, Kecamatan Songgon. Kemarin (13/9), mereka menggelar unjuk rasa di penambangan pasir yang berlokasi di areal persawahan itu. Mereka juga menghentikan paksa aktivitas penggalian tersebut.

Pada kesempatan itu, warga melayangkan beberapa tuntu-tan, antara lain meminta pihak
penambang mengembalikan saluran irigasi seperti semula.

Sebab, pengoperasian alat be-rat di penambangan pasir itu merusak saluran irigasi. Kedua, bekas galian harus segera di-ratakan (reklamasi, red). Pasal-nya, lahan tersebut merupakan lahan produktif. Selain itu, mer-eka minta ganti rugi terkait keru-sakan jalan akibat hilir-mudik truk-truk pengangkut pasir.

Tuntutan selanjutnya adalah penggalian pasir itu harus dihen-tikan. Sebab, sejauh ini penam-bangan tipe galian C tersebut tanpa persetujuan warga seki-tar. ’’Stop penambangan pasir.

Warga di sini tidak ada yang sepakat,’’ desak Hadi Yitno, salah satu tokoh masyarakat, kemarin.Sebenarnya, aksi protes warga tersebut dikarenakan ulah para pekerja pasir itu sendiri. Pasal-nya, mesin beghoe tetap berop-erasi meski hari sudah malam.

Padahal, saat itu banyak warga yang menggelar pengajian di musala. ’’Masak waktu banyak orang ngaji, mesin ini tetap bekerja. Jadi, warga sangat ter-ganggu sekali,’’ katanya.

Setidaknya, lanjut dia, para pe-kerja harus mempunyai etika. Se-bab, emosi warga juga tidak akan meluap manakala para pekerja bisa mengerti situasi lingkungan sekitar. ’’Apalagi, pagi hari orang-orang mau mandi, air sangat keruh. Itu yang membuat amarah warga memuncak,’’ terangnya.

Menurut dia, aktivitas penam-bangan tersebut juga tidak me-miliki izin dari pemerintah.
Artinya, selama ini penamban-gan tersebut ilegal. ’’Sudah tidak ada ijin, masih tetap melanggar. Kalau terus-terusan, lingkungan jadi rusak,’’ paparnya.

Dia menjelaskan, dampak lain akibat penambangan galian C itu bisa mengurangi lapangan pengerjaan. Sebab, jika lahan produktif tersebut dikeruk, maka petani akan sangat dirugikan. ’’Bayangkan saja, orang-orang sini kerjanya petani. Kalau sep-erti itu, warga juga kehilangan pekerjaan,’’ katanya.

Dia menjelaskan, di sa tu desa saja ada empat titik lokasi penambangan. Para penambang tersebut berpindah ke tempat lain manakala sudah kehabisan pasir. ’’Mesin ini saja pindah dari lokasi lain ke sini, kan bisa merusak jalan,’’ katanya.

Dia mengingatkan kembali, jika banyak penambangan pasir di Kecamatan Songgon. Padahal, tindakan tersebut nyata-nyata sangat merusak. ’’Kami minta pemerintah juga tegas dalam hal ini. Pokoknya, mulai sekarang tambang pasir tidak boleh lagi bekerja. Titik,’’ tuntutnya.

Ketua RT setempat, Abdullah, yang ikut dalam aksi tersebut menambahkan, pemilik lahan persawahan yang dijadikan objek galian itu juga bukan merupakan warga setempat. ‘’Sawah ini punya orang Wiayu, Kecamatan Song-gon. Lihat saja, tanaman padinya masih hijau sudah dikeruk. Kaneman-eman,’’ katanya.

Aksi massa tersebut membuat sopir backhoetidak bisa berbuat banyak. Setelah membuka sal-uran irigasi, mereka kemudian meninggalkan lokasi. ’’Memang tadi malam masih bekerja. Tadi malam cuma kurang satu truk saja,’’ ujar sopir tersebut.

Sementara itu, dalam aksi tersebut, sama sekali tidak terlihat petugas keamanan. Meski begitu, aksi war-ga yang dilakukan secara spontan itu tidak berlangsung anarkis. Agar penambang tidak melakukan aktivitas lagi, akses menuju lokasi pertambangan ditutup dengan bambu yang dipasang secara melintang.(Radar)