Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Ikut Sidang Isbat Nikah, Supiyatun Hamil Delapan Bulan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Pasangan Masduki dan Jariyah naik becak diiringi sanak kerabat menuju lokasi resepsi pernikahan di kantor Pemkab Banyuwangi.

KANTOR Pemkab Banyuwangi menjelma lokasi resepsi pernikahan nan-megah lumat siang (28/7). Tenda berukuran raksasa berdiri mengelilingi kolam ikan yang berlokasi di tengah halaman belakang kantor pusat pemerintahan kabupaten berjuluk The Sunrise of Java ini.

Kursi pelaminan lengkap ornamen khas pernikahan, serta sepasang penjor yang berdiri menyambut para undangan di gerbang sebelah utara kantor pemkab semakin menambah kesan wah acara pernikahan siang itu.

Setiap tamu yang hadir di lokasi itu pun diberi kue basah plus segelas air mineral yang dibungkus rapi dalam kotak kertas. Pasangan yang menikah sebenarnya bukan anak Bupati Abdullah Azwar Anas. Bukan pula saudara atau kerabat orang nomor satu di lingkungan Pemkab Banyuwangi tersebut.

Pesta yang cukup wah, itu sengaja digelar dalam rangka isbat nikah (sidang pengesahan pernikahan secara hukum) bagi 112 pasangan suami istri kurang mampu yang sebelumnya telah menikah secara siri.

“Kami sengaja menyiapkan acara yang cukup mewah ini agar bapak dan ibu yang mengikuti isbat nikah merasa senang,” ujar Anas. Tidak sedikit orang atau pasangan yang mengikuti isbat nikah tersebut sebenarnya sudah menikah secara siri sejak belasan tahun lalu.

Bahkan, tidak sedikit pula orang yang sudah berusia lanjut duduk di kursi pelaminan pada ajang Bupati Mantu kali ini. Seperti dilakoni pasangan Masduki, 72. dan Jariyah, 43. Pasangan yang tinggal di Lingkungan Kramat, Kelurahan Kertosari, Kecamatan Banyuwangi, ini sebenarnya telah melakukan pernikahan lebih dari 17 tahun yang lalu, tepatnya pada 4 Januari 2000 lalu. Namun, kala itu keduanya “hanya” melakukan pernikahan siri.

Lantaran menikah secara siri, Masduki dan Jariyah tidak mendapatkan akta nikah. “Saya ini perjaka tua. Saya khawatir dia (Juriyah) tidak mau menikah dengan saya. Tetapi ternyata dia mau. Namun karena tidak punya biaya, saya terpaksa menikahi dia secara siri,” ujar Masduki.

Dari hasil pernikahan tersebut, Masduki dan Jariyah telah dikaruniai dua anak. Putra pertama mereka, Mahrus Ali kini telah berusia 16 tahun. Sedangkan putra keduanya, yakni Nurul Huda, kini berusia 4 tahun.

Sayangnya, lantaran Masduki dan Jariyah hanya menikah siri, anak- anak mereka tidak bisa memiliki akta kelahiran. “Karena itu, sebenarnya saya kepikiran anak- anak saya tidak punya akta nikah. Kasihan, Mereka tidak bisa bersekolah karena tidak punya akta kelahiran,” tutur Jariyah.

Namun beruntung, melalui kegiatan Bupati Mantu yang merupakan hasil kerja sama pemkab, Kantor Kementerian Agama (Kemenag), dan Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi- pasangan Masduki dan Jariyah serta 111 pasutri yang lain bisa melaksanakan pernikahan secara resmi.

“Alhamdulillah. Dengan dibantu Pak Bupati, saya bisa menikah secara resmi,” kata Jariyah Apalagi, dengan mengikuti sidang isbat nikah masal tersebut, masing-masing pasangan langsung mendapatkan buku nikah, akta kelahiran anak, serta kartu identitas anak (KIA).

“Dengan demikian, saya tidak perlu pusing mengurus akta kelahiran anak saat anak kedua saya akan bersekolah kelak. Sedangkan anak pertama saya tidak sekolah karena mengalami keterbelakangan mental,” aku Jariyah.

Lain pasangan Masduki-Jariyah, lain pula pasangan Munahwi, 47, dan Supiyatun, 41, asal Kelurahan/Kecamatan Kalipuro. Pasangan yang satu ini kini telah dikaruniai satu anak Selain itu, saat mengikuti sidang isbat nikah kali ini, Supiyatun tengah mengandung anak kedua dengan usia kandungan delapan bulan.

Sementara itu, selain isbat nikah bertajuk Bupati Mantu tersebut juga dimanfaatkan oleh pasangan berusia muda. Salah satunya Hari Santoso, 30, dan Sariyamah, 27 tahun. Pasangan asal Desa/Kecamatan Wongsorejo tersebut telah menikah secara siri sejak 2013 lalu.

Hari mengaku pernikahan secara siri terpaksa dilakukan karena dirinya tidak punya biaya untuk melangsungkan pernikahan resmi. “Saya hanya kerja sebagai buruh tani. Sedangkan istri saya tidak bekerja. Dia mengurus anak di rumah,” akunya.

Saat wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi mewawancarai Hari, Sariyamah tampak meneteskan air mata. Ternyata dia terharu. “Karena kami sudah punya dua anak kembar yang kini sudah berusia 3 tahun. Setelah ini, anak-anak kami punya akta kelahiran,” kata dia sembari mengusap air mata. (radar)