ngopibareng.id
Banyuwangi menjadi tuan rumah Jambore Ketiga Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB). Sebanyak 803 relawan kebencanaan hadir dalam kegiatan ini. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.
Jambore ini diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Acara digelar di Pantai Grand Watu Dodol (GWD) Banyuwangi. Jambore berlangsung selama tiga hari, Jumat hingga Minggu, 12-14 September 2025.
Dalam Jambore ini, para relawan kebencanaan ini akan mengikuti berbagai kegiatan. Mulai dari sosialisasi pendidikan kebencanaan di sekolah terdekat, hingga diskusi tematik soal kebencanaan.
Wakil Bupati Banyuwangi, Mujiono, mengatakan, Banyuwangi merasa terhormat dipercaya menjadi tuan rumah kegiatan berskala nasional ini.
“Terima kasih kepada Pemprov Jatim dan semoga jambore ini menjadi ajang saling belajar bagi daerah dalam antisipasi dan menghadapi bencana,” katanya saat menghadiri kegiatan itu.
Para peserta Jambore berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Relawan kebencanaan itu berasal dari 29 provinsi dan mewakili 105 kabupaten/kota se-Indonesia. Ada perwakilan dari Lombok Tengah, Purworejo Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Bali, Sumedang Jawa Barat, NTB, hingga NTT.
Mujiono menambahkan, setiap daerah memiliki kerawanan yang berbeda. Karena itu, pengurangan risiko bencana harus dilakukan bersama dan menjadi agenda strategis yang tidak bisa ditunda.
Upaya tangguh bencana tidak cukup mengandalkan respon darurat atau kebijakan pusat. Membangun sistem berbasis komunitas, kolaborasi lintas sektor, serta budaya sadar bencana masyarakat adalah kunci penting untuk antisipasi bencana.
“Forum PRB hadir sebagai wadah strategis yang menyatukan berbagai unsur. Semuanya bersatu dalam satu barisan memperkuat kesiapsiagaan kebencanaan,” terangnya.
Forum ini dibuka Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono. Dia menilai jambore ini penting dalam upaya kesiapsiagaan bencana.
Penanggulangan bencana, lanjutnya, harus melibatkan semua pihak agar masyarakat semakin sadar dan berkapasitas menghadapi ancaman bencana. Setiap daerah, kata Dia, wajib memiliki rencana kontijensi penanggulangan bencana.
“Mulai dari pemetaan dampak bencana, jumlah penduduk terdampak, hingga ketersediaan sumber daya untuk penyelamatan saat sewaktu-waktu bencana melanda,” ungkapnya.
Sekjen FPRB Jawa Timur, Catur Sudarmanto, menambahkan, peserta jambore ini berasal dari berbagai relawan. Ada juga perwakilan disabilitas, termasuk sahabat tuli, sahabat netra, dan sahabat daksa.
“Jadi semua kelompok masyarakat dari unsur apapun kita ajak bersama-sama. Kita beri ruang yang sama untuk untuk terlibat, berbagi pengalaman, dan memperkuat kapasitas penanggulangan bencana di wilayah masing-masing,” tegasnya.
Relawan asal Lombok Tengah, Provinsi NTB, Hasan Masat, mengatakan, dari Lombok Timur ada 6 orang peserta. Ketua FPRB Lombok Tengah ini mengaku senang bisa ikut andil di Jambore III FPRB yang digelar di Banyuwangi. Karena bisa berbagi ilmu serta bertukar pengalaman dengan para relawan kebencanaan dari seluruh Indonesia.
“Saya rasa Banyuwangi memiliki banyak hal menarik yang bisa menjadi inspirasi sekaligus bekal bagi kami dan para relawan lainnya untuk mengembangkan kapasitas di daerah masing-masing,” ujarnya.