Kamis, 16 Oktober 2025 – 14:46
TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Sentuhan budaya lokal kini kian terasa di pintu gerbang transportasi Banyuwangi. Tiga stasiun kereta api Ketapang, Banyuwangi Kota, dan Kalisetail, disulap apik dengan nuansa adat Osing, suku asli Banyuwangi yang sarat nilai tradisi dan filosofi.
Langkah ini menjadi upaya PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 9 Jember tidak hanya meningkatkan kenyamanan penumpang yang terus melonjak setiap tahun, tetapi juga menghadirkan pengalaman bertransportasi yang khas dan berkarakter lokal. Kini, wajah modern stasiun berpadu harmonis dengan ornamen budaya Osing, menjadikannya simbol kebanggaan baru bagi Bumi Blambangan.
Manajer Hukum dan Humas KAI Daop 9 Jember, Cahyo Widiantoro, mengatakan jumlah penumpang menuju tiga stasiun tersebut terus meningkat tiap tahun.
“Penumpang di tiga stasiun tersebut terus meningkat, apalagi saat ini menjelang libur panjang natal dan tahun baru. Renovasi ini untuk meningkatkan kenyamanan penumpang. Selain itu renovasi juga dilakukan agar tampilan stasiun memiliki ciri khas lokal Banyuwangi,” kata Cahyo, Kamis (16/10/2025).
Data triwulan III tahun 2025, jumlah penumpang tertinggi di wilayah Daop 9 memang Stasiun Jember. Namun, posisi kedua hingga keempat ditempati oleh Stasiun Banyuwangi Kota, Ketapang, dan Kalisetail. Apabila tiga stasiun digabungkan, Banyuwangi menjadi yang tertinggi.
Ini menunjukkan Banyuwangi menjadi salah satu daerah dengan pertumbuhan pengguna transportasi kereta api yang tinggi.
Pada 2024 jumlah penumpang harian mencapai sekitar 1.500 orang, meningkat menjadi 2.500 orang per hari pada 2025.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani Azwar Anas berterima kasih KAI memasukkan unsur kearifan lokal dalam infrastruktur stasiun kereta api di Banyuwangi.
Menurut Ipuk konsep yang diusung KAI sesuai dengan Pemkab Banyuwangi yang telah lama menjadikan ruang publik yang tidak hanya bisa dimanfaatkan masyarakat namun juga memiliki nilai budaya dan historis.
“Jadi stasiun bukan sekadar menjadi tempat naik turun penumpang, namun juga memiliki nilai historis dan menjadi ruang interaksi sosial bagi masyarakat. Masyarakat juga bisa beraktivitas di area stasiun tanpa harus bepergian dengan kereta,” ujar Ipuk. (*)
Pewarta | : Ninda Tamara (MG-257) |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |