TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Pemangku kebijakan di Banyuwangi berkomitmen untuk melakukan aksi bersama guna melindungi anak dari kekerasan. Hal tersebut tercetus saat rapat koordinasi di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, yang diikuti forkopimda dan lembaga pendidikan. Mereka sepakat untuk melakukan aksi bersama sesuai dengan ruang lingkup kewenangan masing-masing.
“Mari bersama-sama berkolaborasi dan bersinergi menyelesaikan masalah ini. Tidak bekerja sendiri-sendiri. Tidak bergerak sendiri-sendiri,” tegas Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, Rabu (15/02/2023).
Mengacu pada Peraturan Daerah tentang Kota Ramah Anak, ungkap Ipuk, Banyuwangi berkomitmen untuk melakukan serangkaian tindakan preventif guna mencegah perundungan, asusila dan tindak kekerasan lainnya pada anak.
“Salah satu yang menjadi concern kami adalah di lembaga pendidikan. Untuk itu kami terus mendorong terwujudnya lembaga pendidikan ramah anak, peningkatan efektivitas pojok curhat guna memitigasi lebih awal terjadinya penyimpangan pada anak, serta sejumlah langkah terukur lainnya,” jelas Ipuk.
“Untuk itu,kami meminta institusi pendidikan lebih mengefektifkan pencegahan-pencegahan terkait kasus anak-anak. Jangan sampai justru masalah anak terjadi di lingkup pendidikan,” imbuh Ipuk.
Sebagaimana diketahui, dalam rapat tersebut dihadiri forkopimda, dan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (SKPD). Antara lain Komandan Kodim 0825 Banyuwangi Letkol Kav Eko Julianto Ramadan; Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Banyuwangi Letkol Laut (P) Anshori. Juga dihadiri Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Moh Amak Burhanudin, dan Anggota DPRD Ma’rifatul Kamila, dan perwakilan dari Polresta Banyuwangi, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, hingga Pengadilan Agama Banyuwangi.
Juga diikuti sejumlah pemangku dunia pendidikan dari tingkat dasar hingga atas. Baik yang negeri maupun swasta di bawah Dinas Pendidikan Kabupaten, Provinsi ataupun Kementerian Agama.
Selain berbagai tindakan preventif tersebut, Ipuk juga meminta kepada para penegak hukum untuk bersama-sama berkomitmen memberikan perlindungan kepada anak dan memberikan efek jera kepada para pelaku. Jangan sampai kasus kekerasan, khususnya yang menyangkut seksualitas, diselesaikan secara kekeluargaan.
“Itu mungkin bisa menyelesaikan secara hubungan kemanusiaan. Tapi tetap, trauma kepada anak, bekas, atau luka yang diterima anak akan berbekas sangat panjang,” kata Ipuk.
Selain itu, dalam rakor tersebut, juga disoroti upaya pencegahan pernikahan dini. Kepala Kantor Kemenag Banyuwangi Amak Burhanudin mengatakan, pihaknya telah menjalankan aturan pembatasan usia pernikahan yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang 6/2019 tentang Perkawinan. UU tersebut mengatur batas maksimal usia menikah 19 tahun.
“Kalau ada yang mengajukan pernikahan di bawah usia itu, akan kami tolak. Untuk pernikahan di bawah anak, membutuhkan dispensasi dari Pengadilan Agama,” katanya. (*)
Pewarta | : Laila Yasmin (MG-416) |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |