Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

BEM Untag Demo Menolak Unair

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

emWiyono: Universitas Negeri Cita-cita Lama

BANYUWANGI – Puluhan mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi berunjuk rasa menolak rencana pendirian Universitas Airlangga (Unair) Surabaya di Bumi Blambangan kemarin (13/3). Demonstran beranggapan rencana pendirian Unair di Banyuwangi merupakan bentuk komersialisasi pendidikan. Seraya membentangkan spanduk bertulisan “Tolak Komersialisasi Pendidikan”, demonstran asal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Untag melakukan long march dari kampus Untag menuju kantor Pemkab Banyuwangi.

Di depan kantor pemkab, mahasiswa menggelar aksi teatrikal dan orasi menentang rencana pendirian kampus Unair di kabupaten berjuluk Sunrise of Java ini. Made Brian, salah satu demonstran mengatakan, mahasiswa menolak Unair berdiri di Banyuwangi karena miris melihat pro dan kontra yang berkepanjangan. Selain itu, rencana pendirian kampus Unair di Banyuwangi secara yuridis melanggar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan program studi (prodi) di luar domisili perguruan tinggi.

“Jarak Surabaya-Banyuwangi terlalu jauh. Rencana strategis (renstra) Unair masuk ke Banyuwangi belum ada. Jadi, kami minta kejelasan lagi. Pemda harus memperhatikan otonomi daerah. Kalau secara yuridis pendirian Unair di Banyuwangi benar, kita siap mendukung,”ujarnya. Menurut Made Brian, pendirian kampus Unair di Banyuwangi hanya menjual nama besar universitas negeri papan atas tanah air tersebut. “Ini bentuk komersialisasi pendidikan.

Hanya menjual nama Unair dan pembodohan terhadap masyarakat. Rencana awalnya Unair akan berdiri di Pasuruan atau Sidoarjo, tapi kenapa sekarang di Banyuwangi?” tanya dia. Sementara itu, perwakilan demonstran yang didampingi pakar hukum tata negara Untag, DR. Didik Suhariyanto, dan sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) diterima Asisten Sekkab bidang Sosial Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat (Asosek Kesra) Wiyono dan Asisten Administrasi Umum (Asmin) Sulihtiyono di kantor Pemkab Banyuwangi.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Dwi Yanto juga hadir dalam pertemuan tersebut. Didik mengatakan, Untag menolak Unair di Banyawangi karena melanggar Per mendiknas Nomor 20 Tahun 2011. Selain itu, pendirian Unair di Banyuwangi melanggar Undang- Undang (UU) 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah.

Sementara itu, Asisten Bidang Ekonomi dan Kesra Pemkab Banyuwangi Wiyono menjelaskan, pendirian universitas negeri di Banyuwangi merupakan cita-cita masyarakat sejak era kepemimpinan Bupati Joko Supaat Slamet di awal Orde Baru (Orba) lalu. Selain masyarakat, kata Wiyono, saat itu bupati juga menunjukkan keinginan serupa. Terbukti, dalam sejarah, Banyuwangi memiliki Universitas Tawang Alun.

“Karena Banyuwangi tidak bisa memenuhi fasilitas yang di butuhkan, Universitas Tawang Alun dipindah ke Jember dan menjadi cikal-bakal Universitas Jember (Unej) saat ini,” jelasnya. Menurut Wiyono, bupati setelah era Joko Supaat Slamet juga gigih memperjuangkan pendirian perguruan tinggi negeri di Banyuwangi. Di masa kepemimpinan Bupati Purnomo Sidik, didirikan Akademi Manajemen Koperasi (Akop). Selain itu, pemkab mendorong didirikannya Akademi Keperawatan Kesehatan (Akper).

“Jadi, pendirian universitas negeri di Banyuwangi merupakan cita-cita lama yang saat ini direspons pemerintah pusat,” paparnya. Lebih lanjut dikatakan, pemerintah daerah tidak punya kewenangan mendirikan atau mengelola perguruan tinggi. Rencana pendirian Unair di Banyuwangi bukan kebijakan Bupati Abdullah Azwar Anas melainkan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. “Unair diberi mandat membuka prodi di Banyuwangi,” kata dia.

Wiyono menambahkan, kondisi riil di lapangan, perguruan tinggi swasta (PTS)di Banyuwangi tidak mampu menampung siswa lokal berprestasi sesuai bakat dan minat. Terbukti, 90 persen siswa Banyuwangi yang berprestasi memilih melanjutkan studi strata satu (S-1) di luar daerah. Masih kata Wiyono, kehadiran Unair di Banyuwangi di harapkan menjadi daya dorong dan daya tarik kemajuan pembangunan di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.

Wiyono berharap PTS lokal tidak perlu khawatir dalam menyikapi rencana pendirian kampus Unair di Banyuwangi. Sebaliknya, PTS lokal di sarankan menjalin simbiosis mutualisme dengan Unair. “Di kota yang memiliki universitas negeri, PTS-nya justru ikut berkembang,” cetusnya. Selain itu, Unair tidak hanya menerima mahasiswa lokal Banyuwangi. Dalam penerimaan mahasiswa baru, Unair melakukan seleksi secara nasional.

Dengan demikian, mahasiswa asal luar daerah akan berdatangan ke Banyuwangi. “Dampaknya, secara otomatis hal itu akan berpengaruh positif terhadap perekonomian masyarakat. Kos-kosan semakin ramai. Pasar bagi industri kecil dan menengah semakin besar,” pungkasnya. (radar)