BANYUWANGI, KOMPAS.com – Peringatan Maulid Nabi dirayakan secara meriah dengan digelarnya tradisi endhog-endhogan di Banyuwangi, Jawa Timur.
Seperti yang terjadi di Desa Sraten, Kecamatan Cluring, di mana lebih dari 12.000 butir telur hias ditancapkan ke ratusan batang pohon pisang yang dijajar di sepanjang jalan, yang nantinya akan dibagikan kepada seluruh masyarakat.
Kemeriahan perayaan tersebut berdampak, baik pada meningkatnya perputaran ekonomi yang dialami para perajin tempat telur atau yang biasa disebut kembang endhog.
Momen tersebut pun menjadi penantian para perajin, karena seperti tahun-tahun sebelumnya, pesanan membanjir dari berbagai penjuru Banyuwangi, bahkan hingga dari luar Pulau Jawa.
Baca juga: Gubernur Dedi Mulyadi Apresiasi Polisi dan KBRI, Lanjut Sambangi Korban Tragedi Majelis Taklim Maulid Bogor
Harga per biji kembang endhog senilai Rp 1.400, dengan rata-rata produksi 10.000 unit selama momen Maulid, seorang perajin bisa mengantongi omzet kotor hingga Rp 14 juta.
“Dari tahun ke tahun pesanan selalu meningkat, tahun ini kami menerima hingga 20.000 unit kembang endhog, itupun kami sudah menolak beberapa pesanan karena keterbatasan tenaga,” kata salah satu perajin, Alfalah.
Untuk memenuhi permintaan yang membeludak, mereka bahkan mulai membuat komponen sejak tiga bulan sebelumnya, bahkan ada yang sejak bulan puasa.
Sementara itu, untuk luar Jawa, pesanan kembang endhog datang dari berbagai pihak, termasuk Ikawangi (Ikatan Keluarga Banyuwangi) di perantauan yang ingin merayakan tradisi ini di perantauan.
Perajin pun memilih bahan khusus yang lebih tahan lama sehingga aman saat pengiriman dan dapat digunakan berkali-kali.
Baca juga: Kue-Kue Rasa Syukur untuk Pelantun Dikili Maulid Nabi di Gorontalo…
Namun, para perajin menghadapi tantangan klasik, yaitu keterbatasan tenaga kerja, sehingga permintaan yang sangat tinggi belum bisa diakomodasi sepenuhnya.
“Tadi pagi kami mengirimkan seribu unit kembang endhog ke Bali. Saya sudah menutup pesanan karena tenaganya kurang,” tuturnya.
Meski begitu, dia berharap kesempatan tersebut dapat ditangkap perajin lainnya sehingga tradisi endhog-endhogan di Banyuwangi bukan sekadar perayaan keagamaan, melainkan sebuah ekosistem ekonomi yang berdenyut kencang.
Dari pedagang telur, penjual kertas dan bahan hiasan, hingga perajin kembang endhog, semuanya merasakan dampak positif.
Momen Maulid Nabi telah menjelma menjadi sebuah festival kerajinan rakyat yang menjanjikan, di mana seni dan spiritualitas bertemu dengan peluang bisnis.
“Ini juga membuktikan kalau tradisi lokal tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga menggerakkan roda perekonomian mikro di pedesaan,” ucapnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini