RadarBanyuwangi.id – Aktivitas blasting (peledakan) dalam penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu yang dilakukan PT Bumi Suksesindo (BSI) ternyata berdampak negatif bagi masyarakat Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.
Selain dikhawatirkan merusak laut, blasting yang menurut warga rutin dilakukan sehari sekali itu, membuat warga tidak nyaman.
“Rumah saya sangat dekat dengan pantai, ketika ada blasting pasti dengar, suaranya gemleger (menggelegar) seperti lindu (gempa),” kata Tego, 45, salah satu warga yang getol menolak aksi penambangan, Kamis (28/11).
Baca Juga: Tambang Emas Tumpang Pitu Longsor, Blasting PT BSI Cemari Laut Pancer Banyuwangi
Menurut Tego, blasting yang dilakukan PT BSI untuk memecah permukaan tanah yang keras sebelum dilakukan penambangan, dilakukan hampir setiap hari sekitar pukul 12.00 saat warga melaksanakan salat duhur. “Pas jam 12 siang selalu blasting, itu waktu orang istirahat,” katanya.
Selain masalah kenyamanan, Tego menyebut blasting serta aktivitas penambangan emas lain berdampak besar pada hajat hidupnya sebagai petani buah naga.
“Jelas berdampak, sebagai petani saya merasa hidup saya sejak kecil di sini, sampai sekarang ada tambang sudah berubah,” tuturnya.
Sebelum ada tambang, ia bisa mendapat dua sampai tiga ton buah naga dalam satu kali masa panen. Saat ini, untuk mendapatkan satu ton saja sangat sulit. Setelah ditelusuri, masalah itu muncul karena sulitnya air.
Baca Juga: Begini Respon Camat Pesanggaran Soal Ratusan Karyawan Tambang Emas Tumpang Pitu Terancam Pecat
“Meski tidak bisa dibuktikan, saya rasa masalah sulit air ini juga karena itu. Dulu saya (saat masih) kecil tidak seperti ini,” ungkapnya.
Aktivitas penambangan emas, lanjut dia, menyebabkan hujan enggan turun di sekitar Kecamatan Pesanggaran, khususnya di Dusun Pancer.
“Dulu, kalau di atas gunung (Tumpang Pitu) itu sudah gelap, berarti akan hujan. Sekarang, gunungnya sudah gundul karena ditambang, hujan sangat jarang di sini, sehingga cadangan airnya juga tidak ada,” katanya.
Ledakan akibat blasting, masih kata dia, juga menimbulkan debu yang banyak. Jika diamati pada siang hari, gunung Tumpang Pitu tampak samar seperti dikelilingi kabut. Menurut Tego, itu karena adanya debu pasca dilakukan blasting. “Itu debu. Kalau dua tahun lalu debunya bisa sampai ke rumah warga,” tandasnya.
Baca Juga: Ratusan Karyawan Tambang Emas Tumpang Pitu Banyuwangi Terancam Dipecat, Minta Camat Fasilitasi Bertemu PT BSI
Page 2
Page 3
RadarBanyuwangi.id – Aktivitas blasting (peledakan) dalam penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu yang dilakukan PT Bumi Suksesindo (BSI) ternyata berdampak negatif bagi masyarakat Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.
Selain dikhawatirkan merusak laut, blasting yang menurut warga rutin dilakukan sehari sekali itu, membuat warga tidak nyaman.
“Rumah saya sangat dekat dengan pantai, ketika ada blasting pasti dengar, suaranya gemleger (menggelegar) seperti lindu (gempa),” kata Tego, 45, salah satu warga yang getol menolak aksi penambangan, Kamis (28/11).
Baca Juga: Tambang Emas Tumpang Pitu Longsor, Blasting PT BSI Cemari Laut Pancer Banyuwangi
Menurut Tego, blasting yang dilakukan PT BSI untuk memecah permukaan tanah yang keras sebelum dilakukan penambangan, dilakukan hampir setiap hari sekitar pukul 12.00 saat warga melaksanakan salat duhur. “Pas jam 12 siang selalu blasting, itu waktu orang istirahat,” katanya.
Selain masalah kenyamanan, Tego menyebut blasting serta aktivitas penambangan emas lain berdampak besar pada hajat hidupnya sebagai petani buah naga.
“Jelas berdampak, sebagai petani saya merasa hidup saya sejak kecil di sini, sampai sekarang ada tambang sudah berubah,” tuturnya.
Sebelum ada tambang, ia bisa mendapat dua sampai tiga ton buah naga dalam satu kali masa panen. Saat ini, untuk mendapatkan satu ton saja sangat sulit. Setelah ditelusuri, masalah itu muncul karena sulitnya air.
Baca Juga: Begini Respon Camat Pesanggaran Soal Ratusan Karyawan Tambang Emas Tumpang Pitu Terancam Pecat
“Meski tidak bisa dibuktikan, saya rasa masalah sulit air ini juga karena itu. Dulu saya (saat masih) kecil tidak seperti ini,” ungkapnya.
Aktivitas penambangan emas, lanjut dia, menyebabkan hujan enggan turun di sekitar Kecamatan Pesanggaran, khususnya di Dusun Pancer.
“Dulu, kalau di atas gunung (Tumpang Pitu) itu sudah gelap, berarti akan hujan. Sekarang, gunungnya sudah gundul karena ditambang, hujan sangat jarang di sini, sehingga cadangan airnya juga tidak ada,” katanya.
Ledakan akibat blasting, masih kata dia, juga menimbulkan debu yang banyak. Jika diamati pada siang hari, gunung Tumpang Pitu tampak samar seperti dikelilingi kabut. Menurut Tego, itu karena adanya debu pasca dilakukan blasting. “Itu debu. Kalau dua tahun lalu debunya bisa sampai ke rumah warga,” tandasnya.
Baca Juga: Ratusan Karyawan Tambang Emas Tumpang Pitu Banyuwangi Terancam Dipecat, Minta Camat Fasilitasi Bertemu PT BSI