Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Boyong Seluruh Camatnya, Walikota Malang ingin Belajar Smart Kampung di Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Pelaksanaan Smart Kampung di desa-desa Banyuwangi menjadi inspirasi tersendiri bagi Walikota Malang, H. Sutiaji. Sutiaji memboyong seluruh camat dan jajaran OPD lainnya untuk melihat langsung praktik penerapan pemerintahan desa cerdas di kabupaten berjuluk The Sunrise of Java ini.

Dilansir dari banyuwangikab.go.id, mereka mengunjungi Banyuwangi selama dua hari. Saat diterima Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko di Ruang Rapat Rempeg Jogopati, Jumat (7/3/2020), Sutiaji mengaku ingin belajar berbagai inovasi pelayanan publik di level desa dan kelurahan yang telah diterapkan Banyuwangi. Khususnya, program Smart Kampung.

“Dengan program smart kampungnya, Banyuwangi terbukti berupaya mendekatkan dan mempermudah pelayanan publik dengan menggunakan kendaraan tekonologi komunikasi dan informasi (TIK). Desa-desa pun telah diajak untuk aktif menggunakan TIK. Ini yang ingin kami pelajari untuk mendorong pelaksanaan Smart City di Kota Malang,” kata Sutiaji.

“Kami ingin tahu hal yang terkait pelayanan berbasis teknologi informasi, hambatannya apa, kebutuhannya apa saja. Nanti akan kita terapkan di Kota Malang,” imbuhnya.

Program Smart Kampung adalah program pengembangan desa yang memadukan penggunaan teknologi informatika berbasis serat optik.

Ada tujuh indikator Smart Kampung, meliputi pelayanan publik, pemberdayaan ekonomi, pelayanan kesehatan, pengembangan pendidikan, peningkatan kapasitas SDM, pengentasan kemiskinan, dan informasi hukum.

Sutiaji juga mengaku ingin belajar implementasi e-government yang terkait tata kelola keuangan daerah. Di antaranya, Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Perencanaan, Penganggaran, dan Pelaporan (SIMRAL) dan e-village budgeting, yang merupakan sistem penganggaran desa yang terintegrasi dalam jaringan (daring). Sistem ini terbukti mampu meningkatkan akuntabilitas anggaran desa.

“Tak kalah penting, kami juga ingin belajar bagaimana menghilangkan ego sektoral. Dengan bekal soliditas yang kuat, kami ingin meningkatkan SAKIP dari BB menjadi A. Kami ingin seperti Banyuwangi yang sudah 4 kali berturut-turut SAKIP nya A,” ujar Sutiaji.

Selama di Banyuwangi, rombongan ini keliling ke sejumlah lokasi pelayanan publik. Salah satunya, lounge pelayanan publik di kantor Bupati Banyuwangi. Di lokasi tersebut, mereka melihat secara langsung praktik pelayanan publik berbasis IT yang dilakukan di Banyuwangi.

Sementara itu, Wabup Yusuf menjelaskan bahwa Smart Kampung adalah inovasi daerah yang mendorong pelayanan desa berbasis teknologi informasi (TI). Sebagai kabupaten terluas di Pulau Jawa, jarak desa dan pusat kota di Banyuwangi sangat jauh dengan waktu tempuh bisa mencapai tiga jam. Warga yang butuh dokumen harus menuju ke kantor kecamatan atau pusat kota yang lokasinya cukup jauh, sehingga tidak efisien.

”Dengan Smart Kampung, secara bertahap administrasi cukup diselesaikan di desa. Tapi tentu butuh TI karena yang berjalan adalah datanya, bukan orangnya,” paparnya.

Untuk menjawab tantangan pengelolaan keuangan desa yang mendapatkan dana besar dari APBN dan APBD, Banyuwangi mengembangkan e-village budgeting dan e-monitoring system. Perencanaan hingga pelaporan di tingkat desa terintegrasi dalam sebuah sistem.

“Dengan sistem ini, petugas bisa tahu progress pekerjaan hingga ke pelosok desa, lengkap dengan foto dan titik lokasinya tanpa harus keliling ke desa-desa, cukup dipantau melalui Google Map. Sistem ini juga bisa menghindari timbulnya proyek ganda atau fiktif,” terang Wabup.

Wabup menambahkan, saat ini seluruh desa (189 desa) di Banyuwangi telah menjadi Smart Kampung dan telah teraliri fiber optic. Begitu juga di semua OPD, 45 puskesmas, 25 kecamatan, dan 28 kelurahan. Semuanya telah terkoneksi menggunakan media wireless dan fiber optic.

“Dengan Smart Kampung secara bertahap administrasi cukup diselesaikan di desa. Misalnya, surat keterangan miskin (SPM) cukup diurus di kantor desa. Warga tidak perlu lagi menuju kantor kecamatan atau dinas terkait di pusat kota,” pungkasnya.