TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Tak hanya menyuguhkan ketegangan kompetisi balap sepeda kelas dunia, gelaran Tour de Banyuwangi Ijen (TdBI) 2025, juga tampil memikat dengan balutan seni dan budaya yang hadir di setiap etape. Dari garis start hingga finis, ajang ini benar-benar disulap menjadi etalase budaya Blambangan yang sarat nilai kearifan lokal.
Ya, meski gelaran TdBI resmi berakhir pada Kamis (31/7/2025), gaung semangat budaya yang diusung dalam setiap etapenya masih membekas di benak para peserta dan penonton.
Perpaduan antara sport dan seni ini sukses menciptakan pengalaman yang tidak hanya kompetitif, tetapi juga emosional dan membanggakan bagi warga Banyuwangi.
“TdBI bukan hanya olahraga, tapi juga panggung konsolidasi budaya. Kami ingin mengenalkan kekayaan Banyuwangi lewat event ini,” ujar Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, Jum’at (1/8/2025).
Di Etape pertama misalnya, para pembalap disambut dengan tari Banyu Biru, yang menggambarkan dari birunya air laut yang ada di teluk Muncar dan kaya akan sumber daya alam kelautannya.
Sementara di Etape kedua, tarian Jaranan Buto menjadi pembuka sebelum balapan dimulai. Sebuah kesenian yang mengandung makna filosofi sebagai semangat perjuangan, sikap ksatria, dan kerja keras tanpa kenal lelah dalam setiap kondisi itu pun dirasa sangat relevan dengan jiwa para pembalap.
Beranjak ke dataran tinggi, suasana berubah saat Etape ketiga dimulai dari Glenmore. Pada Etape ketiga ini, giliran tarian Panen Kopi yang ditampilkan sebagai bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal masyarakat Glenmore.
Tarian ini menggambarkan semangat gotong royong dan rasa syukur atas melimpahnya hasil bumi, khususnya kopi yang menjadi komoditas unggulan daerah tersebut.
Tarian Jarang Goyang menjadi sajian budaya pada etape pamungkas. Tarian ini merupakan simbol interaksi sosial antara pemuda dan pemudi, yang menggambarkan kisah asmara penuh harapan.
Namun, di balik romansa tersebut, terselip cerita tentang patah hati seorang pemuda yang cintanya tidak berbalas. Kekecewaan itu kemudian membawanya pada niat untuk menggunakan ilmu ajian Jaran Goyang demi merebut hati sang pujaan.
Puncak gelaran TdBI, ditutup dengan tari kolaborasi Gandrung Jaripah yang tidak hanya sebagai ucapan selamat datang, namun juga menggambarkan semangat gadis-gadis Bumi Blambangan yang selalu berupaya bekerja keras menggapai cita-cita dan prestasi yang membanggakan negeri.
Dengan konsep ini, TdBI 2025 membuktikan diri bukan sekadar ajang balap sepeda, tapi juga ruang diplomasi budaya yang elegan. Dari jalanan desa hingga Paltuding Ijen, semangat budaya Blambangan terasa nyata.
“Terima kasih para budayawan dan seniman yang turut ikut memeriahkan event ini,” tutup Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani. (*)
Pewarta | : Muhamad Ikromil Aufa |
Editor | : Imadudin Muhammad |