Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Diberhentikan, Ketua Panwaslu Legawa

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

diberhentiBANYUWANGI – Sidang putusan dugaan pelanggaran kode etik yang diselenggarakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI kemarin (21/8) membawa “tumbal”. Dalam putusannya, DKPP memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RImemberhentikan Ketua Panwaslu Banyuwangi Rorry Desrino Purnama dan anggota Panwaslu Banyuwangi, Totok Hariyanto. DKPP menilai, dua komisionerPanwaslu Banyuwangi tersebut melanggar kode etik selama bertugas menjadi penyelenggara PemiluPresiden (Pilpres) 2014.

Keputusan itu diambil menyusul laporan kubu pendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres cawapres)Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tentang dugaan pelanggaran kampanye Pilpres 2014 di Bumi Blambangan. Dikonfirmasi melalui sam bungan telepon, Totok Hariyanto mengatakan, hakikatnya dia menghormati keputusan DKPP tersebut. Sebab, DKPP adalah lembaga peradilan etik penyelenggara pemilu tertinggi. 

Dia menyatakan siap mematuhi keputusan DKPP, baik secara hukum maupun secara administratif. “Sebagai warga negara dan petugas Panwaslu, tidak ada alasan bagi kami tidak menerima keputusan tersebut,” ujarnya. Totok menjelaskan, terkait dugaan pelanggaran etik Panwaslu Banyuwangi yang dilaporkan pendukung pasangan Prabo wo-
Hatta, pihaknya sudah menindaklanjuti. Termasuk laporan dugaan pelanggaran kampanye, yakni penggunaan pendapa kabupaten yang notabene fasilitas negara untuk kampanye dengan terlapor Bupati Abdullah Azwar Anas.

Dijelaskan, Panwaslu Banyuwangi menerima laporan tertulis dari kubu pendukung Prabowo Hatta, yakni Mas Soeroso, terkait laporan penggunaan pendapa sebagai tempat kampanye. Namun, sesuai peraturan, Panwaslu tidak menerima laporan yang hanya disampaikan secara tertulis tersebut. “Pihak pelapor harus datang ke kantor Panwaslu untuk mengisi formulir pendaftaran dan formulir laporan. Nah, pelapor datang tanggal 10 Juli, sedangkan perkara terjadi tanggal 4 Juli. 

Sesuai undang-undang, laporan tersebut dinyatakan melewati batas waktu, karena maksimal laporan disampaikan tiga hari setelah kejadian,” jelasnya. Namun, sebagai iktikad baik Panwaslu Banyuwangi, imbuh Totok, pihaknya mengundang pihak terlapor, yakni Bupati Banyuwangi, untuk hadir ke kantor Panwaslu guna memberikan klarifikasi. Sayang, kala itu Bupati Anas tengah menjalankan ibadah umrah. Bupati lantas mengirim staf hukum Pemkab Banyuwangi untuk memberikan penjelasan kepada Panwaslu.

Hasil klarifikasi tersebut, kata Totok, tidak ada bukti yang menjurus pada dugaan pelanggaran penggunaan fasilitas negara untuk kampanye yang dilakukan bupati. “Pemkab menyertakan bukti berupa undangan, daftar hadir, dan kronologi kegiatan yang diadakan di pendapa itu. Berdasar UU Nomor 42 Tahun 2008, penyelenggara, peserta, atau tim kampanye dilarang menggunakan fasilitas negara, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan untuk kampanye.  

Bupati bukan pen yelenggara pemilu, bukan tim kampanye, dan bukan peserta. Jadi, dugaan penyalahgunaan fasilitas negara untuk kampanye oleh bupati tidak memenuhi unsur,” bebernya. Totok menambahkan, pihaknya sudah menyatakan bukti-bukti tersebut kepada DKPP. “Namun, bagaimanapun juga kami tetap legawa. Kami menyatakan tidak ada alasan untuk keberatan dengan keputusan DKPP. Bagi kami, ini upaya memperbaiki diri dan menata diri agar mampu memberikan kontribusi yang lebih baik dalam kehidupan demokrasi,” tuturnya.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Panwaslu Banyuwangi, Rorry Desrino Purnama mengatakan, pihaknya menerima keputusan DKPP tersebut. “Kami menghormati apa pun keputusan DKPP. Keputusan tersebut bersifat final dan mengikat,” ujarnya. Menurut Rorry, sebenarnya pihaknya telah memberikan jawaban dan membeber bukti- bukti dugaan pelanggaran tersebut saat sidang DKPP. Namun, jika DKPP memutuskan pihaknya melanggar kode etik, dia menerima keputusan tersebut dengan legawa. (radar)