radarbanyuwangi.jawapos.com – Penutupan total Jalur Gumitir selama dua bulan, terhitung mulai 24 Juli hingga 24 September 2025, dipastikan akan mengubah peta arus lalu lintas antara Jember dan Banyuwangi secara signifikan.
Proyek preservasi jalan nasional yang dilakukan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur–Bali ini menuntut pembatasan total terhadap semua jenis kendaraan.
Artinya, tidak ada satupun roda dua maupun roda empat yang diizinkan melintas selama masa pengerjaan berlangsung.
Baca Juga: Geger Jalur Gumitir Ditutup 2 Bulan, Emil Dardak Turun Tangan: Perlu Solusi Alternatif
Jalur utama ini sangat krusial, tidak hanya bagi mobilitas harian masyarakat, tetapi juga distribusi logistik antarwilayah.
Jalur alternatif utama via Pantura Situbondo–Banyuwangi sudah menunjukkan tanda-tanda kelebihan beban, dengan antrean truk logistik mengular hingga wilayah Wongsorejo. Penambahan beban lalu lintas dikhawatirkan akan memperparah kondisi kemacetan.
Sebagai antisipasi, Dinas Perhubungan (Dishub) Jember bersama instansi terkait telah menyiapkan sejumlah jalur alternatif, seperti Bondowoso – Ijen, Lumajang – Probolinggo – Situbondo, dan Situbondo (Pantura).
Namun, munculnya jalur tidak resmi atau “jalur tikus” di kawasan Garahan juga menjadi sorotan serius.
Baca Juga: Terungkap! Nama Asli Farel Prayoga Pemberian Ibu Kandung Adalah Langgeng Prayoga
Belakangan ini beredar di media sosial mengenai jalur alternatif melalui perkebunan di kawasan Garahan, yang menawarkan rute tercepat melintasi Jember ke Banyuwangi.
Jalur ini melewati Perkebunan LDO dan PTPN I Rayon 5 Afd Mrawan, dengan akses masuk dari Warung Bu Slamet (arah Jember) dan keluar di atas terowongan kereta api Garahan (arah Banyuwangi).
Namun, Dishub Jember secara tegas tidak merekomendasikan penggunaan jalur ini, terlebih bagi kendaraan roda dua matik dan pengemudi luar daerah.
“Medannya ekstrem, tidak ada penerangan, sempit, licin, dan berbatu. Sangat berbahaya untuk kendaraan motor matik dan masyarakat umum, apalagi jika malam hari,” tegas Gatot Triyono, Kepala Dishub Jember.
Baca Juga: Blak-blakan Farel Prayoga: Duit 10 Miliar Ludes Sisa 56 Ribu! Ternyata Dipakai Beli Kuda dan Disekongkoli Keluarga Sendiri
Page 2
Beberapa risiko utama jika nekat menggunakan jalur tikus Garahan, antara lain:
- Rawan longsor, terutama saat hujan.
- Kondisi jalan paving yang rusak dan licin.
- Tidak ada penerangan malam hari.
- Jalur hanya dibuka pukul 06.00–16.00 WIB, selebihnya ditutup total.
- Berpotensi celaka jika pengemudi tidak familiar dengan rute.
Dishub Jember menyatakan jalur tersebut hanya cocok untuk warga lokal yang sudah terbiasa melintas.
Bagi masyarakat umum, risiko keselamatan jauh lebih besar dibandingkan keuntungan waktu tempuh.
Baca Juga: Warga Resah, BBM Terancam Telat, Jalur Gumitir Bakal Ditutup Total Selama 2 Bulan
Dishub Jember mengimbau masyarakat untuk tetap mengikuti jalur resmi yang telah disiapkan, dan tidak mengambil risiko dengan memilih jalur tidak layak.
Di sisi lain, Dishub juga mengusulkan penambahan rambu dan papan informasi jauh hari di wilayah luar Jember seperti Probolinggo dan Lumajang.
Koordinasi dengan PT KAI untuk penambahan titik pemberhentian kereta di Garahan dan wilayah sekitar juga telah dilakukan.
Dishub juga menempatkan personel lapangan pada hari pertama penutupan untuk membantu pengendara menyesuaikan rute.
Baca Juga: Pantura, Ijen, atau Probolinggo? Ini Jalur Terbaik Gantikan Gumitir
Kereta Api Jadi Pilihan Aman
Dalam situasi ini, kereta api menjadi moda transportasi paling aman dan stabil. Rute Surabaya–Banyuwangi tetap beroperasi normal, dan Dishub Jember tengah berkoordinasi agar kereta bisa berhenti di stasiun kecil seperti Garahan dan Kalibaru, guna memfasilitasi warga terdampak.
Penutupan Jalur Gumitir memang tidak bisa dihindari, namun keselamatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.
Pilihan tergesa-gesa seperti melintasi jalur tikus Garahan hanya akan menambah risiko dan potensi kecelakaan.
Masyarakat diimbau untuk mengikuti jalur resmi, memanfaatkan transportasi umum seperti kereta api, dan terus memantau informasi terbaru dari instansi terkait. (*)
Ikuti terus berita ter-update Radar Banyuwangi di Google News.
Page 3
radarbanyuwangi.jawapos.com – Penutupan total Jalur Gumitir selama dua bulan, terhitung mulai 24 Juli hingga 24 September 2025, dipastikan akan mengubah peta arus lalu lintas antara Jember dan Banyuwangi secara signifikan.
Proyek preservasi jalan nasional yang dilakukan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur–Bali ini menuntut pembatasan total terhadap semua jenis kendaraan.
Artinya, tidak ada satupun roda dua maupun roda empat yang diizinkan melintas selama masa pengerjaan berlangsung.
Baca Juga: Geger Jalur Gumitir Ditutup 2 Bulan, Emil Dardak Turun Tangan: Perlu Solusi Alternatif
Jalur utama ini sangat krusial, tidak hanya bagi mobilitas harian masyarakat, tetapi juga distribusi logistik antarwilayah.
Jalur alternatif utama via Pantura Situbondo–Banyuwangi sudah menunjukkan tanda-tanda kelebihan beban, dengan antrean truk logistik mengular hingga wilayah Wongsorejo. Penambahan beban lalu lintas dikhawatirkan akan memperparah kondisi kemacetan.
Sebagai antisipasi, Dinas Perhubungan (Dishub) Jember bersama instansi terkait telah menyiapkan sejumlah jalur alternatif, seperti Bondowoso – Ijen, Lumajang – Probolinggo – Situbondo, dan Situbondo (Pantura).
Namun, munculnya jalur tidak resmi atau “jalur tikus” di kawasan Garahan juga menjadi sorotan serius.
Baca Juga: Terungkap! Nama Asli Farel Prayoga Pemberian Ibu Kandung Adalah Langgeng Prayoga
Belakangan ini beredar di media sosial mengenai jalur alternatif melalui perkebunan di kawasan Garahan, yang menawarkan rute tercepat melintasi Jember ke Banyuwangi.
Jalur ini melewati Perkebunan LDO dan PTPN I Rayon 5 Afd Mrawan, dengan akses masuk dari Warung Bu Slamet (arah Jember) dan keluar di atas terowongan kereta api Garahan (arah Banyuwangi).
Namun, Dishub Jember secara tegas tidak merekomendasikan penggunaan jalur ini, terlebih bagi kendaraan roda dua matik dan pengemudi luar daerah.
“Medannya ekstrem, tidak ada penerangan, sempit, licin, dan berbatu. Sangat berbahaya untuk kendaraan motor matik dan masyarakat umum, apalagi jika malam hari,” tegas Gatot Triyono, Kepala Dishub Jember.
Baca Juga: Blak-blakan Farel Prayoga: Duit 10 Miliar Ludes Sisa 56 Ribu! Ternyata Dipakai Beli Kuda dan Disekongkoli Keluarga Sendiri