Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Diunggulkan, Cabang Bola Voli Malah Melempem

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

voliTENTU saja, prestasi tersebut sangat berbeda jauh dengan capaian tahun 2007 yang sukses masuk lima besar. Kondisi itu menjadi langkah mundur bagi kemajuan olahraga Kota Gandung di pentas regional Jatim. Bahkan, cabang olahraga yang diunggulkan mendulang prestasi justru melempem dan pulang dengan tangan hampa. Seperti cabang bola voli. Pada edisi perdana, cabang bola voli Banyuwangi langsung merajai.

Bayangkan, prestasi cabang bola voli Banyuwangi sukses mengawinkan gelar dengan meraih medali emas untuk tim putra dan putri. Maka dari itu, cabang bola voli Banyuwangi menjadi salah satu kekuatan pada edisi kedua. Tapi, prestasi gemilang itu gagal dipertahankan. Bahkan, cabang bola voli Banyuwangi gagal meraup satu pun medali. Tentu saja, prestasi jeblok itu menjadi preseden buruk bagi kontingen Banyuwangi secara umum. 

Bagaimana tidak, alih-alih mempertahankan posisi lima besar, ternyata hanya finis di posisi 24. Yang menyakitkan, kontingen Banyuwangi kalah jauh dengan prestasi kabupaten tetangga, seperti Jember yang berada di peringkat ke-5. Untungnya, capaian kontingen Banyuwangi lebih baik dari Bondowoso dan Situbondo. Kontingen Bondowoso berada di peringkat ke-31 dan Situbondo masuk daftar peringkat ke-33 dari 38 kontingen yang berlaga dalam ajang multi even edisi kedua yang digelar di Malang itu.

Prestasi jeblok kontingen Banyuwangi kala itu pada era Anton Sunartono yang menjadi nakhoda baru ketua umum KONI Banyuwangi menggantikan Pebdi Arisdiawan. Ketua kontingen Banyuwangi saat itu masih dipegang Joko Triadni yang kini masih eksis dalam mengembangkan karate yang tergabung Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI) Banyuwangi. Banyak faktor kontingen Banyuwangi meraih hasil buruk pada Porprov Jatim edisi kedua itu.

Salah satunya, atlet yang sukses meraih medali pada edisi sebelumnya tidak tampil dalam edisi kedua. ‘’Peraih medali pada tahun tidak ikut pada Porprov kedua,’’ ungkap ketua umum KONI Banyuwangi pada saat itu, Anton Sunartono. Faktor lain, terang dia, karena bertambahnya cabang olahraga yang dipertandingkan. Menurut dia, saat itu ada 20 cabang olahraga yang dipertandingkan.

‘’Selain karena tambah banyak, juga karena faktor anggaran,’’ kata kepala sekolah SMA 17 Agustus 1945 Banyuwangi itu. Dia mengisahkan, hambatan dana tersebut membuat kontingen Banyuwangi tidak bisa berbicara banyak dan kalah dalam persaingan. Dia menyebut, anggaran saat itu yang cair hanya sekitar Rp 400 juta. ‘’Kegagalan prestasi itu menjadi pengalaman yang buruk bagi Banyuwangi. Jangan sampai itu terulang,’’ tandasnya. (radar)