Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Harga Kedelai Melonjak

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

hargaBANYUWANGI – Kenaikan harga kedelai benar- benar membuat kalangan produsen tahu dan tempe kelabakan. Ingin menaikkan harga
jual, mereka takut ditinggalkan pelanggan. Bila tak menaikkan harga, mereka terancam me rugi. Bahkan, beberapa perajin tahu dan tempe sem pat ingin menghentikan produksi sementara waktu. Tetapi, hal itu urung di laku kan lantaran khawatir pelanggan mereka “di serobot” pengusaha tempe lain.

Seperti dikatakan Busairi, 48, perajin tempe asal Jalan Brantas, Kelurahan Pengantigan, Ke camatan Banyuwangi. Menurut dia, harga ke delai impor terus merangkak naik setelah Lebaran.” Awalnya harga kedelai impor “hanya” Rp 7.500 per Kilogram (Kg), tapi saat ini telah mencapai Rp 9.200 per Kg,” ujarnya kemarin (26/8). Untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku tempe tersebut, Busairi memilih menggunakan kedelai lokal.

Sayang, sejak harga kedelai im por melambung tinggi, harga ke delai lokal ikut-ikutan naik, yak ni dari Rp 6.800 per Kg menja di Rp 7.200 per Kg. Meski harga kedelai lokal tetap le b ih murah dibandingkan harga kedelai impor sebelum naik harga, Busairi mengaku usahanya mengalami kelesuan. Se bab, kualitas kedelai lokal cu kup buruk, sehingga tempe yang dihasilkan tidak tahan lama. Tempe berbahan dasar ke delai lokal itu hanya tahan se lama sehari-semalam.

Jika meng gunakan kedelai impor, tem pe bisa bertahan hingga dua hari dua malam. “Selain mahal, kedelai impor susah di cari di pasaran. Jadi, saya ter paksa pakai bahan baku ke delai lokal. Padahal, kedelai lokal banyak yang busuk. Jadi, biji kedelai yang harus disortir ba nyak,” kata dia. Dikatakan, pada hari-hari normal, dia memproduksi bahan baku kedelai sebanyak 110 Kg. Na mun, sejak harga kedelai me lonjak, maksimal dia hanya mem produksi 65 Kg per hari.

“Saya tidak bisa menaikkan har ga jual. Pelanggan tidak mau tahu harga bahan baku kedelai naik. Agar tidak rugi banyak, saya terpaksa memperkecil uku ran tempe. Biasanya saya meng gunakan bungkus plastik uku ran 14 centimeter (cm), sekarang pakai plastik ukuran 11 cm. Itu pun kadang saya rugi. Sebab, tempe yang saya produksi tidak jadi karena kualitas ke delai  okal yang saya gunakan buruk,” terangnya. Pernyataan senada di lon tarkan M. Yusuf, perajin tahu yang juga berasal dari Kelurahan Pe ngantigan.

Menurut dia, saat har ga kedelai impor naik tinggi se perti saat ini, dirinya terpaksa mencampurkan kedelai impor dan lokal. “Biasanya saya memproduksi 100 Kg kedelai se tiap hari. Namun, sejak harga ke delai naik, per hari saya mem produksi  tahu dengan bahan baku 80 Kg kedelai. 50 Kg di an taranya merupakan kedelai lokal, sisanya kedelai impor,” ce tusnya.Sama seperti Busairi, Yusuf ter paksa memperkecil ukuran tahu yang dia jual kepada para pe langgan.

Pelanggan tidak mau harga tahu dinaikkan. Jadi, agar tidak rugi, ukuran tahu saya perkecil,” ucapnya. Busairi mengaku tetap menja lankan produksi tahu meski ka dang merugi, terutama saatpro ses produksi tahu yang dijala ni gagal, lantaran kedelai yang di gunakan sebagai bahan baku ber kualitas jelek. “Yang penting mem pertahankan pelanggan. Mudah-mudahan harga kedelai se gera turun,” harapnya. (radar)