Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Indonesia Memanas! Penjarahan Rumah Pejabat dan Kematian Mahasiswa di Yogya, Krisis 1998 Terulang?

indonesia-memanas!-penjarahan-rumah-pejabat-dan-kematian-mahasiswa-di-yogya,-krisis-1998-terulang?
Indonesia Memanas! Penjarahan Rumah Pejabat dan Kematian Mahasiswa di Yogya, Krisis 1998 Terulang?

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Indonesia diguncang gelombang kerusuhan yang kian meluas.

Dalam 48 jam terakhir, rumah sejumlah pejabat negara dijarah massa, sementara bentrokan mahasiswa dan aparat kepolisian menelan korban jiwa.

Para pakar memperingatkan kondisi ini bisa mengulang krisis sosial-politik seperti 1998.

Peristiwa paling menyedot perhatian terjadi di Yogyakarta. Seorang mahasiswa Universitas Amikom, Rheza Sendy Pratama (21), tewas usai bentrok dengan aparat di sekitar Polda DIY, Minggu (31/08) dini hari. Ayah korban, Yoyon Surono, menyebut putranya ditemukan dalam kondisi babak belur.

“Saat mengambil jenazah, saya dipaksa tanda tangan surat pernyataan bahwa kejadian ini murni musibah dan kami tidak menuntut siapa pun,” ujar Yoyon dengan suara bergetar.

Video yang beredar di media sosial memperlihatkan Rheza mengendarai sepeda motor bersama seorang rekannya ke arah barikade polisi.

Saat motornya mogok karena gas air mata, temannya berhasil kabur, tetapi Rheza terjatuh.

Rekaman lain memperlihatkan aparat mengangkut tubuhnya yang tampak lemah. Tak lama kemudian, keluarga menerima kabar kematiannya dari RS Sardjito.

Rumah Pejabat Jadi Sasaran

Kerusuhan tidak hanya di jalanan. Gelombang penjarahan melanda rumah pejabat, mulai dari anggota DPR Ahmad Sahroni, Eko Patrio, hingga artis sekaligus anggota DPR Uya Kuya.

Bahkan rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani di Bintaro juga tak luput dari sasaran massa.

Barang-barang berharga seperti elektronik, furnitur, bahkan koleksi pribadi Sahroni berupa patung Iron Man dan Spider-Man ikut raib.

“Aku ikhlas saja. Cuma yang sedih kucing-kucingku ikut dijarah,” kata Uya Kuya.

Partai Nasdem dan PAN kemudian mencopot sejumlah kadernya, termasuk Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya dari keanggotaan DPR mulai 1 September.

Presiden Prabowo Tegas

Menanggapi eskalasi yang terus meningkat, Presiden Prabowo Subianto menegaskan aparat diberi kewenangan untuk mengambil “tindakan terukur dan tegas”.


Page 2

“Kita tidak bisa biarkan tindakan makar dan terorisme. Negara wajib hadir melindungi rakyat,” ujarnya.

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin juga menambahkan, aparat TNI-Polri tidak boleh ragu-ragu dalam menghadapi massa yang merusak atau menjarah.

Pakar Ingatkan Potensi Krisis

Pengamat politik CSIS, Vidhyandika Djati Perkasa, menilai sumber kekacauan ini adalah kevakuman kepemimpinan.

“Sekarang kita tidak punya trusted leadership, baik eksekutif maupun legislatif. Polanya mirip 1998,” ujarnya.

Ekonom Bhima Yudhistira memperingatkan dampak ekonomi akan sangat serius jika kerusuhan berlanjut.

“Ini pra-krisis multi sektor. Bisa sama buruknya dengan 1998. Pertumbuhan bisa stagnan bahkan puluhan tahun,” jelasnya.

Korban Jiwa Meluas

Selain Rheza, sedikitnya lima orang lain tewas di berbagai kota, termasuk Jakarta dan Makassar.

Affan Kurniawan, pengemudi ojek yang tewas dilindas kendaraan taktis polisi di Jakarta, menjadi simbol kemarahan rakyat.

Gedung DPRD di NTB, Cirebon, dan Pekalongan dibakar. Di Makassar, tiga orang tewas terjebak dalam gedung DPRD yang dilahap api.

Sementara di Jakarta, massa mengamuk di rumah pejabat setelah mereka melontarkan pernyataan yang dianggap melecehkan rakyat.

Krisis Kepercayaan

Para pengamat menilai akar masalah adalah ketimpangan ekonomi dan arogansi pejabat.

“Penjarahan tidak bisa dibenarkan, tapi ini adalah alarm keras bagi pemerintah. Jika tidak ada langkah nyata, situasi bisa makin memburuk,” tegas Vidhyandika.

Bhima menambahkan, investor asing mulai waswas. “Rupiah bisa ambruk, pasar saham anjlok, dan UMKM yang menopang ekonomi rakyat paling dulu kolaps,” ujarnya.

Kini, semua mata tertuju pada Presiden Prabowo. Apakah mampu mengendalikan situasi atau justru membiarkan sejarah kelam 1998 terulang. (*)


Page 3

sumber : radarbanyuwangi.jawapos.com – Indonesia diguncang gelombang kerusuhan yang kian meluas.

Dalam 48 jam terakhir, rumah sejumlah pejabat negara dijarah massa, sementara bentrokan mahasiswa dan aparat kepolisian menelan korban jiwa.

Para pakar memperingatkan kondisi ini bisa mengulang krisis sosial-politik seperti 1998.

Peristiwa paling menyedot perhatian terjadi di Yogyakarta. Seorang mahasiswa Universitas Amikom, Rheza Sendy Pratama (21), tewas usai bentrok dengan aparat di sekitar Polda DIY, Minggu (31/08) dini hari. Ayah korban, Yoyon Surono, menyebut putranya ditemukan dalam kondisi babak belur.

“Saat mengambil jenazah, saya dipaksa tanda tangan surat pernyataan bahwa kejadian ini murni musibah dan kami tidak menuntut siapa pun,” ujar Yoyon dengan suara bergetar.

Video yang beredar di media sosial memperlihatkan Rheza mengendarai sepeda motor bersama seorang rekannya ke arah barikade polisi.

Saat motornya mogok karena gas air mata, temannya berhasil kabur, tetapi Rheza terjatuh.

Rekaman lain memperlihatkan aparat mengangkut tubuhnya yang tampak lemah. Tak lama kemudian, keluarga menerima kabar kematiannya dari RS Sardjito.

Rumah Pejabat Jadi Sasaran

Kerusuhan tidak hanya di jalanan. Gelombang penjarahan melanda rumah pejabat, mulai dari anggota DPR Ahmad Sahroni, Eko Patrio, hingga artis sekaligus anggota DPR Uya Kuya.

Bahkan rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani di Bintaro juga tak luput dari sasaran massa.

Barang-barang berharga seperti elektronik, furnitur, bahkan koleksi pribadi Sahroni berupa patung Iron Man dan Spider-Man ikut raib.

“Aku ikhlas saja. Cuma yang sedih kucing-kucingku ikut dijarah,” kata Uya Kuya.

Partai Nasdem dan PAN kemudian mencopot sejumlah kadernya, termasuk Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya dari keanggotaan DPR mulai 1 September.

Presiden Prabowo Tegas

Menanggapi eskalasi yang terus meningkat, Presiden Prabowo Subianto menegaskan aparat diberi kewenangan untuk mengambil “tindakan terukur dan tegas”.