Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kemah Literasi Kebangsaan Tumbuhkan Jiwa Nasionalis Pemuda Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

TIMES BANYUWANGI, BANYUWANGI – Dalam rangka menumbuhkan sikap kebangsaan dan nasionalisme, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar Kemah Literasi Kebangsaan (KLK) di Griya Ekologi, Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro.

Kegiatan bertajuk ‘Merajut Keberagaman dan Meneguhkan Kebangsaan dalam Membangun Sejarah Literasi’ ini diikuti puluhan peserta lintas agama dan etnis. Bahkan, beberapa dari rumah baca yang berada di kabupaten paling ujung timur Pulau Jawa juga ikut serta dalam acara ini.

Memastikan wawasan benar-benar berbobot, Badan Kesbangpol setempat menghadirkan pemateri dari Founder Yayasan Rumah Literasi Indonesia, Tunggul Harwanto dan Perwira Seksi Teritorial (Pasiter) Kodim 0825 Banyuwangi, Kapten Infanteri Edi Supriono.

Acara KLK yang digeber selama dua hari mulai tanggal 24 sampai 25 Februari 2023 ini, dibuka langsung oleh Plt. Kepala Badan Kesbangpol Banyuwangi, Muhammad Lutfi. Dalam paparannya, dia menyampaikan tentang pentingnya wawasan kebangsaan dan nasionalisme.

Menurutnya, diera perkembangan industri 4.0 masyarakat khususnya pemuda mengalami degradasi wawasan kebangsaan. Kemunduran wawasan kebangsaan di era saat ini terlihat dari banyak anak-anak yang tidak mengetahui siapa pahlawan bangsa Indonesia. Mereka lebih tahu nama-nama youtuber dan artis-artis.

Kemah-Literasi-Kebangsaan.jpg

Maka dari itu, pemerintah harus hadir untuk memberikan penguatan tentang pengetahuan tersebut. Sehingga sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang baik tidak mudah terpengaruh dengan budaya atau tradisi yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.

“Melalui kegiatan seperti ini, dapat menumbuhkan wawasan kebangsaan dan menerapkan butir nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,” katanya, Sabtu (25/2/2023). 

Lutfi mengatakan, pihaknya sengaja memilih model kegiatan berkemah. Karena didalam kemah sudah mengajarkan hidup bergotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika. Dimana nantinya peserta akan melihat temannya yang menjalankan ibadah meskipun berbeda kepercayaan.

“Pelajaran itu sudah mengajarkan kepada mereka tentang toleransi,” ujarnya.

Wawasan Kebangsaan, kata Lutfi, bukan berarti disuruh memikirkan negara yang terlalu jauh. Tapi, selalu menjaga keharmonisan dalam bertetangga itu sudah masuk rasa cinta tanah air.

“Simplenya, kalian melarang temanmu untuk miras itu juga termasuk kebangsaan dan sikap patriotisme,” ungkapnya.

Lutfi berharap, semoga melalui Kemah Literasi Kebangsaan bisa megajarkan kebada mereka tidak hanya sekedar wawasan kebangsaan dan nasionalisme saja. Tapi juga berakhlak dan berbudi luhur.

Sementara itu, menurut Founder Yayasan Rumah Literasi Indonesia, Tunggul Harwanto. Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang suatu bangsa mengenai diri dan ideologinya. Dengan diiringi cita cita yang diorientasikan untuk memperkokoh menjaga persatuan dan ketahanan bangsa.

Kemah-Literasi-Kebangsaan-a.jpg

Dijelaskan Tunggul, ada beberapa nilai dasar wawasan kebangsaan. Yang pertama terdapat penghargaan terhadap harkat dan masrtabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa (YMK). Selanjutnya, tekat bersama berkehidupan yang bebas, merdeka dan bersatu.

“Cinta tanah air serta terciptanya masyarakat adil dan makmur juga menjadi nilai dasar wawasan kebangsaan,” katanya. 

Perwira Seksi Teritorial (Pasiter) Kodim 0825 Banyuwangi, Kapten Infanteri Edi Supriono, memaparkan ada 8 implementasi peran pemuda. Diantaranya yakni, jangan pernah takut untuk bermimpi, ahli pada bidang masing-masing, kreatif atasi masalah dan bentuk komunitas yang disiplin.

Tidak hanya itu, Edi juga menekankan masyarakat harus cinta tanah air dan bangga menjadi bangsa Indonesia. Selanjutnya jadilah contoh di lingkungan, selalu berfikir jernih serta kritis. Yang tak kalah penting dia juga mengingatkan kepada peserta untuk menggunakan media sosial secara bijak dan positif.

“Saat ini kita mudah menyebar luaskan sebuah informasi tanpa menelusuri sumbernya terlebih dahulu. Dan hal itu bisa memicu terjadinya konflik,” imbuhnya. (*)

Pewarta : Syamsul Arifin
Editor : Deasy Mayasari

source