Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Kerja Sampingan Hasilkan Rp 11 Juta Per Bulan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

kerjaWarga Lingkungan Karang Anom, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Banyuwangi, berhasil menyulap bunga pohon perumpung menjadi barang berharga. Bunga rumput liar yang tumbuh di bekas tambak itu dirangkai menjadi sapu yang laris di pasaran.

SELAMA ini, bahan baku sapu terbuat dari ijuk pohon aren dan sabut kelapa. Namun yang dilakukan sekelompok warga, Lingkungan Karang Anom, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Banyuwangi ini memang beda. Warga Karang Anom membuat sapu menggunakan bahan baku bunga tanaman perumpung. Rumput itu tumbuh secara liar di bekas tambak udang yang tersebar di beberapa tempat sekitar Kelurahan Karangrejo.

Sekitar 20 tahun silam, rumput jenis ini sudah tumbuh dengan subur sejak tambak udang tidak lagi beroperasi. Awalnya, keberadaan rumput itu dianggap mengganggu lingkungan karena tumbuh menjulang. Warga awal bergotong royong membersihkan tumbuhan rumput perumpung itu. Namun usaha warga untuk membersihkan rumput itu, tidak berhasil. Meski sudah dibakar, namun tidak lama kemudian rumput itu tumbuh lagi.

Bahkan, bongkahan rumput prumpung yang sudah dibakar itu tidak tambah mati melainkan tambah subur. “Dulu warga menggunakan daun rumput perumpung yang masih muda untuk pakan ternak,” papar Ketua RT Lingkungan Karang Anom, MurahmanSekitar tiga tahun lalu, warga mulai menemukan manfaat rumput perumpung. Pertama kali warga mengetahui bunga rumput perumpung bisa digunakan sebagai bahan baku sapu ijuk dari warga asal Bondowoso.

Saat ini, warga Bondowoso itu sering datang ke Karang Anom untuk mencari bunga rumput perumpung. Awalnya, warga Bondowoso itu tidak menyampaikan kalau bunga rumput yang diambilnya akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sapu. Namun setelah sekian lama sering datang, warga Bondowoso itu memberitahukan warga kegunaan bunga rumput perumpung itu. “Kami diajari cara membuat sapu ijuk dari bunga rumput perumpung,” papar Murahman.

Setelah mengetahui cara membuat sapu dari bunga rumput perumpung, maka warga memutuskan membentuk kelompok kerja. Tujuannya, untuk membuat sapu dari bunga rumput prempung. “Kelompok kami ada 20 orang. Pembuatan sapu ini nggak jadi pekerjaan tetap, tapi hanya pekerjaan sampingan saja,” papar Murahman. Walau hanya jadi pekerjaan sampingan, namun pembuatan sapu ijuk dari bunga rumput perumpung itu mendatangkan pundi-pundi yang cukup lumayan.

Sapu ijuk berbahan baku bunga rumput perumpung pun, laris manis di pesan warga. Dalam setiap harinya, warga yang tergabung dalam kelompok berhasil memproduksi sapu hingga 25 unit. “Kita bikin sapu ini pada malam hari setelah pulang kerja,” paparnya. Dalam satu bulan, produksi sapu warga Karang Anom mencapai 750 unit. Untuk menjual produksi itu, warga tidak perlu susah-susah memasarkan sendiri melainkan setiap bulan sudah ada yang datang memborong sapu perumpung made in Karang Anom.

Warga menjual sapu hasil produksinya sebesar Rp 15 ribu untuk setiap unit. Awalnya, warga hanya menjual seharga Rp 10 ribu saja, namun karena di pasaran di jual seharga Rp 20 ribu, maka harganya pun dinaikkan menjadi Rp 15 ribu. Sehingga dalam setiap bulannya, kelompok perajin sapu perumpung itu berhasil mengumpulkan dana Rp 11,25 juta. Produksi sapu bunga perumpung itu tidak hanya dipasarkan di Banyuwangi. Sapi tersebut juga dikirim ke beberapa daerah.

Selama ini, konsumen tetap sapu bungarumput perumpung berasal dari Situbondo dan Bondowoso. “Sekarang warga Bondowoso, datang ke sini bukan untuk mengambil bunga perumpung namun untuk beli sapunya,” katanya. Warga ingin meningkatkan kualitas produksi. Karena terbentur dengan permodalan, kualitas produksinya sangat sederhana. Proses pembuatan sapu itu tidak menggunakan alat, namun murni menggunakan tangan manusia.

Proses pembuatan dan pemilihan bahan baku hingga pembuatan pegangannya dilakukan secara manual menggunakan alat tradisional. “Kalau ada modal, kami bisa meningkat kualitas produksi. Tapi karena terbentur modal, produksi ya hanya seperti ini,” tutur Murahman. Walau hamparan rumput perumpung mencapai 20 ha, namun pengambilan bunga rumput perumpung itu tidak bisa dilakukan setiap saat. Pengambilan bahan baku bunga perumpung hanya dilakukan pada bulan November hingga bulan Mei.

Pada bulan-bulan itu, warga mengumpulkan bahan baku. Di luar bulan-bulan tersebut, bunga rumput perumpung tidak bisa diambil karena bunga sudah tua. Bunga perumpung yang sudah tua, tidak bisa digunakan sebagai bahan baku sapu. “Kalau sudah tua, hasilnya jelek dan mudah patah. Bulan Juni sampai April, kita merangkai bunga yang diambil dari bulan November sampai Mei,” tuturnya.(radar)